DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
16 Januari 2006
SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S-66/PJ.53/2006
TENTANG
PERMOHONAN RESTITUSI ATAS NAMA PT AF
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan surat Saudara nomor XXXXX tanggal 21 Juni 2005 hal Permohonan Restitusi atas nama PT AF NPWP 00.000.000.0-000.000, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut :
1.
Dalam surat tersebut antara lain dikemukakan bahwa :
a.
PT XYZ meminta restitusi kepada KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu atas kelebihan bayar PPN yang dilaporkannya dalam SPT Masa PPN Masa Pajak Desember 1998 dan Masa Pajak Desember 1999 (dilaporkan ke KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu pada tanggal 26 Oktober 2001) dengan latar belakang dan kondisi sebagai berikut :
1)
Sejak 9 Desember 1997 PT XYZ terdaftar dan dikukuhkan sebagai PKP di KPP Jakarta Setiabudi;
2)
Atas Tahun Pajak 1998 dan 1999 terhadap PT XYZ telah dilakukan pemeriksaan lengkap masing-masing oleh Karikpa Jakarta Dua dan oleh Kanwil IV DJP Jaya I (kedua pemeriksaan dilakukan pada tahun 2000), namun karena sampai dengan dilakukannya kedua pemeriksaan tersebut SPT Masa PPN Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 1998 dan Januari sampai dengan Desember 1999 belum dilaporkan oleh PT XYZ, maka pemeriksaan tidak menetapkan diterbitkannya SKP untuk jenis pajak PPN. PT XYZ menganggap dengan kondisi ini bahwa atas PPN Masa Pajak selama 1998 dan 1999 belum pernah dilakukan pemeriksaan;
3)
Terkait dengan penyampaian SPT Masa PPN Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 1998 dan Januari sampai dengan Desember 1999 pada saat PT XYZ belum dikukuhkan sebagai PKP di KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu dan setelah selesainya pemeriksaan lengkap atas Tahun Pajak 1998 dan 1999 tersebut, Saudara menerima rekomendasi dari Kepala Bidang Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak Kanwil IV DJP Jaya I agar mempelajari berkas PT XYZ dan apabila ternyata PT XYZ belum dikukuhkan sebagai PKP agar permohonan restitusi PPN-nya ditolak sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
4)
Kelengkapan data untuk mendukung permohonan restitusi dimaksud tidak pernah dipenuhi oleh PT XYZ;
5)
Pajak Masukan selama 1998 dan 1999 dilaporkan oleh PT XYZ sebagai Pajak Masukan Masa Pajak Tidak Sama masing-masing dalam SPT Masa PPN Masa Pajak Desember 1998 dan Desember 1999 sehingga menurut Saudara adalah melampaui jangka waktu pengkreditan Pajak Masukan yang selambat-lambatnya pada bulan ketiga setelah berakhirnya tahun buku yang bersangkutan sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (9) Undang-undang PPN.
b.
Berkenaan dengan hal-hal di atas, Saudara meminta petunjuk penyelesaian kasus PT XYZ tersebut.
2.
Undang-undang Nomor **6 TAHUN 1983** tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor **16 TAHUN 2000**, antara lain mengatur :
a.
Pasal 2 ayat (2) menyatakan bahwa setiap Wajib Pajak sebagai Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, wajib melaporkan usahanya pada Kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha, dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak.
b.
Pasal 3 ayat (1) menyatakan bahwa setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan.
c.
Pasal 8 ayat (3) menyatakan bahwa sekalipun telah dilakukan pemeriksaan, tetapi sepanjang belum dilakukan tindakan penyidikan mengenai adanya ketidakbenaran yang dilakukan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, terhadap ketidakbenaran perbuatan Wajib Pajak tersebut tidak akan dilakukan penyidikan, apabila Wajib Pajak dengan kemauan sendiri mengungkapkan ketidakbenaran perbuatan Wajib Pajak tersebut dengan disertai pelunasan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya terutang beserta sanksi administrasi berupa denda sebesar 2 (dua) kali jumlah pajak yang kurang dibayar.
d.
Pasal 14 ayat (1) huruf d menyatakan bahwa Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak apabila Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya tetapi tidak melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
3.
Undang-undang Nomor **8 TAHUN 1983** tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor **18 TAHUN 2000**, antara lain mengatur :
a.
Pasal 3A ayat (1) menyatakan bahwa Pengusaha yang melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, huruf c, atau huruf f, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, dan wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang.
b.
Pasal 9 ayat (2) menyatakan bahwa Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk Masa Pajak yang sama.
c.
Pasal 9 ayat (8) menyatakan bahwa Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan menurut cara sebagaimana diatur dalam ayat (2) bagi pengeluaran antara lain untuk perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, yang diketemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan.
4.
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor **KEP-161/PJ./2001** tentang Jangka Waktu Pendaftaran dan Pelaporan Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, antara lain mengatur :
a.
Pasal 6 ayat (1) menyatakan bahwa dalam hal Wajib Pajak terdaftar pindah tempat tinggal atau tempat kedudukan atau tempat kegiatan usaha ke wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak lain atau terjadi perubahan status perusahaan yang mengakibatkan Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar harus berubah, maka Wajib Pajak wajib mengajukan permohonan pindah dengan menyampaikan surat pernyataan pindah beserta persyaratannya.
b.
Pasal 7 menyatakan bahwa dalam hal surat pernyataan pindah berisikan pernyataan pindah sebagai Pengusaha Kena Pajak, maka.
c.
Pasal 11 ayat (3) menyatakan bahwa pencabutan pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak dilakukan dalam hal Pengusaha Kena Pajak pindah alamat ke wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak lain, bubar atau tidak memenuhi syarat lagi sebagai Pengusaha Kena Pajak.
d.
Lampiran II angka III mengatur tata cara pemindahan Wajib Pajak dan atau Pengusaha Kena Pajak dalam hal surat pernyataan pindah diajukan melalui Kantor Pelayanan Pajak lama, dimana antara lain bahwa Kantor Pelayanan Pajak lama menerbitkan Surat Pencabutan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (KP.PDIP.4.12-00) setelah menerima Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (KP.PDIP.4.3-00) yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak baru.
e.
Formulir Surat Pencabutan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (kode formulir KP.PDIP.4.12-00) antara lain menyatakan bahwa pencabutan ini hanya ditujukan semata-mata untuk kepentingan tata usaha perpajakan tanpa menghilangkan kewajiban perpajakan yang harus dilakukan oleh Wajib Pajak yang bersangkutan.
5.
Berdasarkan ketentuan pada butir 2 sampai dengan butir 4 serta memperhatikan isi surat Saudara pada butir 1 di atas, dengan ini ditegaskan bahwa :
a.
SPT Masa PPN untuk Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 1998 dan Januari sampai dengan Desember 1999 seharusnya dilaporkan oleh PT XYZ di KPP dimana pada periode tersebut PT XYZ terdaftar dan dikukuhkan sebagai PKP, yaitu di KPP Jakarta Setiabudi. Hal ini sejalan dengan klausul dalam surat Kepala KPP Jakarta Setiabudi kepada Direktur PT XYZ nomor XXX tanggal 20 Desember 2000 hal Pencabutan Pengusaha Kena Pajak, yang menyatakan bahwa “kewajiban PPN dan atau PPn BM yang belum dipenuhi sampai dengan tanggal pencabutan ini harus diselesaikan oleh yang bersangkutan di Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Setiabudi.”
b.
Dalam hal sejak pengukuhan PT XYZ sebagai PKP di KPP Jakarta Setiabudi dicabut sampai dengan PT XYZ melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP di KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu ternyata PT XYZ melakukan kegiatan usaha yang seharusnya terutang PPN, maka atas periode ini KPP dimana PT XYZ melakukan kegiatan usahanya dapat melakukan penelitian atau pemeriksaan sebagai dasar untuk menerbitkan surat ketetapan pajak.
c.
Oleh karena itu, penyampaian SPT Masa PPN PT XYZ Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 1998 dan Januari sampai dengan Desember 1999 ke KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu seharusnya ditolak, dan karenanya permohonan restitusi dalam SPT Masa PPN PT XYZ tersebut juga ditolak, untuk selanjutnya PT XYZ dapat menyampaikan SPT Masa PPN dimaksud ke KPP Jakarta Setiabudi untuk ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
d.
Mengingat atas Tahun Pajak 1998 dan 1999 telah pernah dilakukan Pemeriksaan Lengkap yang masing-masing dilakukan berturut-turut oleh Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan PajakJakarta Dua dan Kantor Wilayah IV Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Raya I, dimana pemeriksaan tersebut tidak menemukan adanya transaksi pembelian maupun penjualan yang dapat memunculkan Pajak Keluaran maupun Pajak Masukan, maka Pajak Masukan yang diklaim oleh PT XYZ dalam SPT Masa PPN Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 1998 dan 1999 tidak dapat dikreditkan.
Demikian untuk dimaklumi.
A.n. DIREKTUR JENDERAL
DIREKTUR PPN DAN PTLL,
ttd.
A. SJARIFUDDIN ALSAH
NIP 060044664