User Tools

Site Tools


peraturan:sdp:260pj.3131998
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                              2 November 1998

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                        NOMOR S - 260/PJ.313/1998

                            TENTANG

             PERMOHONAN PENJELASAN MENGENAI OBJEK PPh PASAL 21 ATAS GAJI

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat  tanggal 4 September 1998 perihal tersebut di atas, dengan ini diberikan penjelasan 
sebagai berikut :

1.  Dalam surat tersebut dijelaskan bahwa :
    a.  PT. XYZ bergerak dalam bidang angkutan barang (truk). Untuk setiap trayek perusahaan 
        membayar sopir dengan suatu jumlah tertentu yang sudah ditabelkan.
    b.  Setiap trayek sopir truk mendapat komisi (kelebihan) yang jumlahnya tidak tetap tergantung 
        dari kondisi perjalanan.
    c.  Sopir truk adalah pegawai tetap perusahaan yang mana komisi tersebut diperhitungkan 
        sebagai bagian gaji yang dibayarkan dan PPh Pasal 21 dipotong dari jumlah sisa komisi yang 
        diterima setiap bulan.
    d.  Saudara mohon penjelasan cara pemotongan PPh Pasal 21 dan apakah uang jalan yang tidak 
        didukung oleh bukti-bukti dapat dibiayakan sebagai biaya.

2.  Dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-02/PJ./1995 tanggal 
    9 Januari 1995 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Penyetoran, dan Pelaporan Pajak 
    Penghasilan Pasal 21 dan 26 sehubungan dengan Pekerjaan , Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi diatur 
    bahwa dipotong PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh secara teratur berupa 
    gaji, uang pensiun, bulanan, upah, honorarium (termasuk honorarium anggota dewan komisaris atau 
    anggota dewan pengawas), premi bulanan, uang lembur, uang sokongan, uang tunggu, uang ganti 
    rugi, tunjangan isteri, tunjangan anak, tunjangan kemahalan, tunjangan jabatan, tunjangan khusus, 
    tunjangan transport, tunjangan pajak, tunjangan iuran pensiun, tunjangan pendidikan anak, beasiswa, 
    hadiah, premi asuransi yang dibayar pemberi kerja, dan penghasilan teratur lainnya dengan nama 
    apapun.

3.  Berdasarkan uraian di atas, dengan ini ditegaskan bahwa :
    a.  Oleh karena disamping mendapat komisi, sopir adalah pegawai tetap perusahaan, maka 
        penghitungan PPh Pasal 21 atas komisi tersebut adalah dengan cara terlebih dulu mencari 
        penghasilan netto setahun, yaitu penghasilan bruto sebulan (gaji + komisi) setelah dikurangi 
        dengan biaya jabatan, iuran THT kemudian disetahunkan. Penghasilan netto yang 
        disetahunkan selanjutnya dikurangi dengan besarnya PTKP pegawai yang bersangkutan untuk 
        menghitung besarnya PPh Pasal 21 setahun. Besarnya PPh Pasal 21 sebulan dihitung dengan 
        cara membagi besarnya PPh Pasal 21 setahun dengan angka 12.

    b.  Biaya-biaya yang dipergunakan dalam rangka operasional perusahaan dapat dikurangkan 
        dari penghasilan bruto perusahaan sepanjang didukung bukti pengeluaran. Dengan demikian 
        uang jalan yang diberikan kepada sopir dapat dibiayakan apabila pengeluaran seperti 
        pembelian bahan bakar, pelumas, kernet, parkir, retribusi jalan dan jembatan timbang, uang 
        makan didukung bukti-bukti yang sah.

    c.  Apabila uang makan yang dibayarkan kepada sopir diberikan dalam bentuk tunai setiap hari
        tanpa memperhatikan apakah yang bersangkutan menjalankan tugas pengemudi atau tidak, 
        maka uang makan tersebut merupakan unsur penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 21. 
        Apabila sopir tersebut hanya menerima uang makan kalau sedang menjalankan tugas 
        mengemudi maka uang makan tersebut termasuk sebagai uang perjalanan dinas sehingga 
        bukan merupakan unsur penghasilan yang bersangkutan.

    d.  Bagian uang jalan yang diberikan kepada kernet adalah penghasilan bagi kernet yang 
        bersangkutan. Apabila kernet tersebut menerima penghasilan secara teratur dan diberikan 
        tanpa memperhatikan apakah yang bersangkutan bertugas atau tidak, maka perusahaan 
        yang membebankan biaya tersebut sebagai pemberi kerja wajib menghitung PPh Pasal 21 
        secara bulanan dengan mengurangkannya dengan jumlah PTKP yang sebenarnya atas 
        penghasilan kernet tersebut. Sedangkan apabila kernet tersebut hanya menerima penghasilan 
        jika ia bertugas, maka perusahaan sebagai pemberi kerja tidak wajib melakukan pemotongan 
        PPh Pasal 21 atas penghasilan tersebut apabila jumlahnya Rp. 14.400,- (empat belas ribu 
        empat ratus rupiah) atau kurang per hari.

    Apabila masih terdapat hal-hal yang kurang jelas, agar Saudara mengacu pada Keputusan Direktur 
    Jenderal Pajak Nomor : Kep-02/PJ./1995 tanggal 9 Januari 1995 atau menghubungi Kantor Pelayanan 
    Pajak/Kantor Penyuluhan Pajak setempat.

Demikian untuk dimaklumi.




A.n DIREKTUR JENDERAL
DIREKTUR PERATURAN PERPAJAKAN

ttd

IGN MAYUN WINANGUN
peraturan/sdp/260pj.3131998.txt · Last modified: 2023/02/05 05:55 by 127.0.0.1