User Tools

Site Tools


peraturan:sdp:25pj.342006
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                 17 Januari 2006

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                          NOMOR S - 25/PJ.34/2006

                             TENTANG

                  TANGGAPAN TERTULIS MENGENAI ARTICLE 45 
           EXEMPTION FROM TAXATION OF ARTICLES OF AGREEMENT OF ITFC

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sesuai dengan pembahasan dalam rapat yang diadakan oleh Pusat Kerjasama Internasional, Bapekki, 
Departemen Keuangan RI pada hari Jumat tanggal 13 Januari 2006, tentang Establishment of the Islamic Trade 
Finance Corporation (ITFC) dan Persiapan Meeting of the Board of Executive Director, bersama ini kami 
sampaikan tanggapan sehubungan dengan Article 45 Exemption from Taxation sebagaimana terdapat dalam 
konsep Articles of Agreement of the International Islamic Trade Finance Corporation (ITFC) sebagai berikut :

1.  Bahwa dalam konsep Articles of Agreement ITFC terdapat ketentuan yang memberikan perlakuan 
    khusus atau pembebasan dari pengenaan pajak yang diatur dalam Article 45 Exemption from Taxation 
    sebagai berikut :

    Chapter 7

    Immunities and Privileges

    Article 45

    Exemption from Taxation

    1)  This corporation, its assets, property, income and its operations and transactions authorized 
        by this Agreement, shall be exempt from all taxation and from all local custom duties. The 
        Corporation shall also be exempt from liability for the collection or payment of any tax or 
        duty.
    2)  No tax shall be levied on or in respect of salaries and emoluments paid by the Corporation to 
        the Chairman or members of the Board of Directors, the Chief Executive Officer, any deputy 
        of the Chief Executive Officer, officials or employees of the Corporation.
    3)  No taxation of any kind shall be levied on any obligation or security issued by the Corporation 
        (including any dividend or return thereon) by whomsoever held :
        (a) which discriminates against such obligation or security solely because it is issued by 
            the Corporation; or
        (b) if the sole jurisdictional basis for such taxation is the place or currency in which it is 
            issued, made payable or paid, or the location of any office or place of business 
            maintained by the Corporation.
    4)  No taxation of any kind shall be levied on any obligation or security guaranteed by the 
        Corporation (including any dividend or return thereon) by whomsoever held:
        (a) which discriminates against such obligation or security solely because it is issued by 
            the Corporation; or
        (b) if the sole jurisdictional basis for such taxation is the location of any office or place of 
            business maintained by the Corporation.

2.  Peraturan-peraturan perpajakan yang terkait dengan permasalahan ini, dapat kami sampaikan 
    sebagai berikut :
    a.  Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 7 TAHUN 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan 
        Undang-Undang No. 17 TAHUN 2000 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) :
        "Yang menjadi Subjek Pajak adalah :
        a.  1)  orang pribadi
            2)  warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang 
                berhak;
        b.  badan;
        c.  bentuk usaha tetap"

    b.  Pasal 2 ayat (5) UU PPh:
        "yang dimaksud dengan Bentuk Usaha Tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh 
        orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih 
        dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak 
        bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di 
        Indonesia, yang dapat berupa :
        a.  tempat kedudukan manajemen;
        b.  cabang perusahaan;
        c.  kantor perwakilan;
        d.  gedung kantor;
        e.  pabrik;
        f.  bengkel;
        g.  pertambangan dan penggalian sumber alam, wilayah kerja pengeboran yang 
            digunakan untuk eksplorasi pertambangan;
        h.  perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan;
        i.  proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
        j.  pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau oleh orang lain, sepanjang 
            dilakukan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan;
        k.  orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas;
        l.  agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat 
            kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung resiko di 
            Indonesia."

    c.  Pasal 3 UU PPh:
        Tidak termasuk sebagai subjek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah :
        a.  badan perwakilan negara asing;
        b.  pejabat-pejabat perwakilan diplomatik, dan konsulat, atau pejabat-pejabat lain dari 
            negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja 
            pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat bukan warga 
            negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain 
            di luar jabatan atau pekerjaan tersebut serta negara yang bersangkutan memberikan 
            perlakuan timbal balik.
        c.  organisasi-organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri 
            Keuangan, dengan syarat :
            1)  Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut;
            2)  tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan 
                dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya 
                berasal dari iuran para anggota;
        d.  pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan 
            Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak 
            menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan 
            dari Indonesia.

    d.  Pasal 2 Keputusan Menteri Keuangan No. 574/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 
        sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 
        243/KKMK.03/2003 tanggal 4 Juni 2003 :
        (1) Organisasi-organisasi internasional yang bukan merupakan Subjek Pajak Penghasilan 
            apabila memenuhi syarat sebagai berikut :
            a.  Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut; dan
            b.  tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan 
                dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya 
                berasal dari iuran para anggota.
        (2) Organisasi internasional yang berbentuk kerjasama teknik dan atau kebudayaan 
            bukan merupakan Subjek Pajak Penghasilan apabila memenuhi syarat sebagai 
            berikut :
            a.  kerjasama teknik tersebut memberikan manfaat pada Negara/Pemerintah 
                Indonesia;
            b.  tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan 
                dari Indonesia.
        (3) Organisasi-organisasi internasional yang memenuhi syarat sebagai bukan Subjek 
            Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) adalah 
            sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II Keputusan Menteri Keuangan ini.
        (4) Pejabat-pejabat perwakilan dari organisasi internasional sebagaimana dimaksud 
            dalam ayat (3) bukan merupakan Subjek Pajak Penghasilan apabila memenuhi syarat 
            sebagai berikut :
            a.  bukan warga negara Indonesia; dan
            b.  tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk 
                memperoleh penghasilan dari Indonesia.

    e.  Pasal 5 UU PPh :
        (1) Yang menjadi Objek Pajak Bentuk Usaha Tetap adalah :
            a.  penghasilan dari kegiatan usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap tersebut 
                dan dari harta yang dimiliki atau dikuasai;
            b.  penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau 
                pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang 
                dilakukan oleh bentuk usaha tetap di Indonesia;
            c.  penghasilan sebagaimana terdapat dalam Pasal 26 yang diterima atau 
                diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara bentuk 
                usaha tetap dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan 
                dimaksud.
        (2) Biaya-biaya yang berkenaan dengan penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat 
            (1) huruf b dan huruf c boleh dikurangkan dari penghasilan bentuk usaha tetap.
        (3) Dalam menentukan besarnya laba suatu bentuk usaha tetap :
            a.  biaya administrasi kantor pusat yang diperbolehkan untuk dibebankan adalah 
                biaya yang berkaitan dengan usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap, yang 
                besarnya ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
            b.  Pembayaran kepada kantor pusat yang tidak diperbolehkan dibebankan 
                sebagai biaya adalah :
                1.  royalti atau imbalan lain sehubungan dengan penggunaan harta, 
                    paten, atau hak-hak lainnya;
                2.  imbalan sehubungan dengan jasa manajemen dan jasa lainnya;
                3.  bunga, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan;
        c.  pembayaran sebagaimana tersebut pada huruf b yang diterima atau diperoleh dari 
            kantor pusat tidak dianggap sebagai objek pajak, kecuali bunga yang berkenaan 
            dengan usaha perbankan.

    d.  Pasal 21 UU PPh :
        Tentang pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau 
        kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh wajib pajak 
        orang pribadi dalam negeri yang wajib dilakukan diantaranya oleh : pemberi kerja dan badan 
        yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa 
        termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas.

    e.  PPh Pasal 23 UU PPh:
        Tentang pemotongan pajak penghasilan sehubungan dengan pembayaran bunga, deviden, 
        royalti, sewa, dan imbalan lainnya yang dibayarkan oleh subjek pajak badan dalam negeri, 
        penyelenggara kegiatan, dan bentuk usaha tetap kepada wajib pajak badan dalam negeri 
        atau bentuk usaha tetap.

    f.  PPh Pasal 26 UU PPh:
        Tentang pemotongan pajak penghasilan sehubungan dengan pembayaran bunga, deviden, 
        royalti, sewa, imbalan, hadiah dan penghargaan, pensiun dan pembayaran berkala lainnya 
        yang dibayarkan oleh subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk 
        usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada wajib pajak luar negeri 
        selain bentuk usaha tetap.

    g.  Undang-Undang No. 8 TAHUN 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang 
        No. 18 TAHUN 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah (UU 
        PPN).

        Mengatur bahwa atas setiap perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang 
        dimanfaatkan di dalam Daerah Pabean Indonesia terhutang PPN.

    h.  Peraturan Pemerintah No. 42 TAHUN 1995 tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, PPN dan 
        PPnBM dan Pajak Penghasilan dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah yang Dibiayai 
        dengan Hibah atau Dana Pinjaman Luar Negeri sebagaimana telah diubah dengan Peraturan 
        Pemerintah No. 25 TAHUN 2001 :

        PPN dan PPnBM yang terutang sejak tanggal 1 April 1995 atas :
        -   Impor Barang Kena Pajak,
        -   Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean;
        -   Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean;
        -   Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh Kontraktor Utama;
            sehubungan dengan pelaksanaan Proyek Pemerintah yang seluruh dan hanya dibiayai 
            dengan Hibah atau Dana Pinjaman Luar Negeri, tidak dipungut.

        PPN dan PPnBM yang terutang sejak tanggal 1 April 1995 atas :
        -   Impor Barang Kena Pajak,
        -   Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean;
        -   Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean;
        -   Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh Kontraktor Utama;

        sehubungan dengan pelaksanaan Proyek Pemerintah yang sebagian dananya dibiayai dengan 
        Hibah atau Dana Pinjaman Luar Negeri, tidak dipungut hanya atas bagian dari Proyek 
        Pemerintah yang dananya dibiayai dengan Hibah atau Pinjaman Luar Negeri tersebut.

3.  Berdasarkan permasalahan dan peraturan perpajakan yang terkait, kami menyampaikan pendapat 
    sebagai berikut :
    a.  Sesuai dengan Pasal 3 UU PPh dan Pasal 2 Keputusan Menteri Keuangan No. 
        574/KMK.04/2000 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan 
        No. 243/KMK.03/2003 bahwa sepanjang Indonesia adalah anggota ITFC dan ITFC tidak 
        menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain 
        pemberian pinjaman kepada Pemerintah yang dananya berasal dari iuran anggota, maka ITFC 
        bukan merupakan Subjek Pajak Penghasilan yang terlebih dahulu ditetapkan dengan 
        Peraturan Menteri Keuangan.
    b.  Dalam hal ITFC menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, maka ITFC 
        merupakan subjek pajak Bentuk Usaha Tetap (BUT) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 
        ayat (5) UU PPh.
    c.  Apabila ITFC merupakan subjek pajak Bentuk Usaha Tetap maka ITFC dapat terhutang pajak 
        penghasilan sepanjang ITFC menerima atau memperoleh penghasilan yang merupakan objek 
        PPh sebagaimana diatur dalam Pasal 5 UU PPh.
    d.  Terdapat kewajiban melakukan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan atas penghasilan 
        yang dibayarkan oleh Bentuk Usaha Tetap ITFC sebagaimana diatur dalam Pasal 21, Pasal 23, 
        dan Pasal 26 UU PPh.
    e.  Bagi pegawai yang bekerja pada Bentuk Usaha Tetap ITFC terhutang pajak penghasilan 
        sebagaimana diatur dalam Pasal 21 dan Pasal 26 UU PPh.
    f.  Sehubungan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh ITFC yang berkedudukan di 
        Jeddah, Arab Saudi yang dibayarkan oleh wajib pajak Indonesia merupakan objek pajak yang 
        terhutang pajak penghasilan yang harus dipotong oleh pihak yang membayarkan penghasilan 
        sesuai dengan Pasal 26 UU PPh.
    g.  Atas setiap perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dimanfaatkan di 
        dalam Daerah Pabean Indonesia terhutang PPN sesuai dengan UU PPN. Dalam hal ITFC 
        memberikan hibah atau pinjaman luar negeri untuk pelaksanaan Proyek Pemerintah, maka 
        pengenaan PPN-nya sebagaimana diatur dalam PP No. 42 TAHUN 1995 sebagaimana telah 
        diubah dengan PP No. 25 TAHUN 2001.
    h.  Kami mengusulkan agar Agreement of the International Islamic Trade Finance Corporation 
        (ITFC) tersebut tidak mengatur masalah perpajakan. Namun demikian, apabila masalah 
        perpajakan perlu untuk dicantumkan dalam agreement tersebut, maka kami usulkan agar 
        draft Article 45 Exemption from Taxation berbunyi sebagai berikut:
        "The exemption and relief from taxes shall be in accordance with the applicable tax laws in 
        force from time to time"

Demikian kami sampaikan dan atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.




A.n. DIREKTUR JENDERAL PAJAK
DIREKTUR PERATURAN PERPAJAKAN

ttd.

HERRY SUMARDJITO
NIP 060061993
peraturan/sdp/25pj.342006.txt · Last modified: 2023/02/05 06:20 by 127.0.0.1