User Tools

Site Tools


peraturan:sdp:2579pj.5321996
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                 2 Oktober 1996

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                       NOMOR S - 2579/PJ.532/1996

                            TENTANG

        DASAR PENGENAAN PAJAK UNTUK PENYERAHAN JASA BIRO PERJALANAN/PARIWISATA

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara  tanggal 27 Agustus 1996 perihal tersebut di atas, dengan ini disampaikan 
penjelasan sebagai berikut :

1.  Dalam surat Saudara dijelaskan kegiatan usaha PT XYZ meliputi :
    a.  menjual tiket pesawat untuk penerbangan dalam negeri;
    b.  menjual tiket pesawat untuk penerbangan luar negeri;
    c.  menjual paket wisata dalam dan luar negeri;
    d.  menjual jasa pemesanan hotel dalam dan luar negeri;
    e.  menjual jasa pengurusan visa dan paspor.

2.  Berdasarkan Pasal 2 huruf g Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 642/KMK.04/1994 tanggal 
    29 Desember 1994, Dasar Pengenaan Pajak (DPP) untuk penyerahan jasa biro perjalanan/pariwisata 
    adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih.

3.  Berdasarkan Pasal 3 ayat (1) huruf g Keputusan Menteri Keuangan tersebut di atas, Pajak 
    Pertambahan Nilai (PPN) yang terutang atas penyerahan jasa biro perjalanan/pariwisata adalah 
    sebesar 10% X 10% X jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih, sehingga tarif efektif 
    adalah 1% X jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih.

4.  Berdasarkan butir 4.1.1. Surat Edaran Nomor SE-18/PJ.3/1989 tanggal 26 April 1989, Dasar 
    Pengenaan Pajak atas penjualan Paket Wisata baik dalam atau luar negeri dan penjualan produk pihak 
    lain seperti jasa angkutan udara/laut dan darat ditetapkan sebesar 10% dari nilai peredaran atau 
    omzet (nilai invoice) tidak termasuk omzet dari penjualan tiket angkutan udara dalam negeri.

5.  Berdasarkan Pasal 3 ayat (3) Keputusan Menteri Keuangan tersebut di atas, dalam hal besarnya pajak 
    yang  terutang dihitung dengan menggunakan Nilai Lain sebagaimana dimaksud pada butir 2 di atas, 
    maka Pajak Masukan yang berkenaan dengan pajak yang terutang tersebut tidak dapat dikreditkan, 
    karena dalam Nilai Lain telah diperhitungkan Pajak Masukan dari Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak 
    yang bersangkutan.

6.  Berdasarkan ketentuan tersebut pada butir 2 sampai 4 serta memperhatikan permasalahan dalam 
    surat Saudara pada butir 1, dengan ini diberikan penegasan bahwa atas semua penyerahan jasa 
    sebagaimana tersebut pada butir 4 tersebut di atas, besarnya pajak yang terutang adalah sebesar 
    10% X 10% X jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih, sehingga tarif efektif adalah 
    1% X jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih, dikurangi tagihan atas tiket penerbangan 
    dalam negeri, karena PPN sudah dipungut langsung oleh perusahaan penerbangan, kecuali jika 
    perusahaan Saudara nyata-nyata memungut PPN dari pengguna jasa sebesar 1% dari seluruh tagihan 
    termasuk tagihan atas tiket penerbangan dalam negeri. Dalam hal yang disebut terakhir ini, 
    perusahaan Saudara harus menyetorkan seluruh PPN yang dipungut dari pengguna jasa untuk kas 
    negara.

Demikian agar Saudara maklum.




A.N. DIREKTUR JENDERAL PAJAK
DIREKTUR PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
DAN PAJAK TIDAK LANGSUNG LAINNYA

ttd

SAROYO ATMOSUDARMO
peraturan/sdp/2579pj.5321996.txt · Last modified: 2023/02/05 06:31 by 127.0.0.1