User Tools

Site Tools


peraturan:sdp:253pj.5322000
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                               18 Pebruari 2000
 
                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                        NOMOR S - 253/PJ.532/2000

                             TENTANG

             PERLAKUAN TERHADAP PAJAK MASUKAN YANG BELUM DILAPORKAN/DIBAYAR 
                OLEH SUPPLIER DAN/ATAU SUB-CONTRACTOR

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXXXX tanggal 13 Desember 2000 hal tersebut pada pokok surat, 
dengan ini diberikan penjelasan sebagai berikut :

1.  Dalam surat tersebut diketahui antara lain : 
    1.1.    SC merupakan Badan Usaha Tetap yang bergerak di bidang kontruksi dan untuk proyek-proyek
        tertentu juga membentuk Join Operation dengan PT. DC yang umumnya disebut SD JO (JO).
    1.2.    SC maupun JO mempunyai masalah yang berkaitan dengan Pajak Masukan yang telah 
        dikreditkan/dilaporkan dalam SPT Masa PPN, yang beberapa dari Pajak Masukan tersebut 
        belum dibayar dan/atau dilaporkan oleh Supplier atau Sub Contractor dalam SPT Masa PPN 
        periode yang bersangkutan, yang karena kondisi ekonomi saat ini beberapa Supplier atau 
        Sub Contractor tidak dapat lagi dihubungi karena telah tutup.
    1.3.    Berdasarkan kasus di atas Saudara berpendapat bahwa dengan berbekal bukti Faktur Pajak 
        yang sah (tidak fiktif) dan bukti-bukti pembayaran lainnya, maka demi hukum sesuai dengan 
        azas keadilan, pihak pembeli atau penerima BKP/JKP dimungkinkan untuk mengkreditkan dan/
        atau meminta restitusi atas Pajak Masukan yang telah dibayar tersebut.
    1.4.    Saudara mengajukan permohonan penegasan mengenai hal-hal sebagai berikut :
            a.  Apakah pihak pembeli atau penerima BKP/JKP masing bertanggung jawab secara 
            renteng atas kewajiban PKP Penjual, walaupun berdasarkan bukti dan fakta yang ada
            mendukung bahwa PPN tersebut telah dibayarkan kepada PKP Penjual.
        b.  Jika tidak, bagaimana pihak pembeli atau penerima BKP/JKP memperoleh restitusi 
            Pajak Masukan yang telah dibayar tetapi belum dilaporkan/dipertanggungjawabkan 
            oleh pihak PKP Penjual sebagai Pajak Keluaran.
        c.  Jika masih ada tanggung jawab renteng atas pembayaran PPN tersebut apakah sanksi 
            administrasi sebesar 100% tetap diperlukan dalam hal SPM pembeli atau Penerima 
            BKP/JKP masih tetap dalam posisi PPN Lebih Bayar setelah memperhitungkan jumlah 
            kewajiban PPN secara tanggung renteng.
        d.  Apakah sanksi sebesar 100% tetap dikenakan jika setelah memperhitungkan koreksi
            Faktur Pajak cacat pihak pembeli atau penerima BKP/JKP masih dalam posisi PPN Lebih 
            Bayar.

2.  Berdasarkan Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan 
    sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 TAHUN 1994, diatur bahwa :
    a.  Pasal 33, pembeli dan penerima jasa sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang PPN dan 
        PPnBM bertanggung jawab secara renteng atas pembayaran pajak, sepanjang tidak dapat 
        menunjukkan bukti pembayaran pajak.
    b.  Pasal 13 ayat (3) huruf c, jumlah pajak dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar 
        sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, c, dan d ditambah dengan sanksi administrasi 
        berupa kenaikan sebesar 100% dari PPN Barang dan jasa dan PPnBM yang tidak atau kurang 
        dibayar.

3.  Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa 
    dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11
    Tahun 1994, dinyatakan antara lain :
    a.  Pasal 1 huruf t, Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena 
        Pajak karena penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak atau oleh 
        Direktorat Jenderal Bea dan Cukai karena impor Barang Kena Pajak.
    b.  Pasal 1 huruf v, Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut oleh Pengusaha 
        Kena Pajak karena penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak.
    c.  Pasal 3A ayat (2), Pengusaha yang melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud dalam 
        Pasal 4 huruf a,  huruf c, atau huruf f, wajib mempunyai NPPKP, memungut, menyetor, dan 
        melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang.
    d.  Pasal 9 ayat (2), Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dapat dikreditkan dengan Pajak 
        Keluaran untuk Masa Pajak yang sama.

4.  Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-30/PJ.5/1989 tanggal 29 Juni 1989 tentang 
    tanggung jawab renteng Pasal 33 KUP jo. Butir 3 surat Nomor : S-097/PJ.63/1989 tanggal 22 April 
    1989, ditegaskan bahwa pembeli tidak dapat diminta mempertanggung jawabkan pembayaran PPNnya 
    ke Kas Negara sepanjang yang bersangkutan dapat menunjukkan Faktur Pajak yang asli dan sah dari 
    penjual.

5.  Dalam butir 8.1.4.2 dan butir 8.1.5 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-35/PJ.5/1989 
    tanggal 6 Juli 1989 tentang pengamanan pemberian restitusi PPN/PPnBM ditegaskan bahwa : 
    a.  Terhadap Faktur Pajak yang belum sepenuhnya mendapat konfirmasi dan Faktur Pajak yang 
        tidak atau belum dipertanggungjawabkan tindakan selanjutnya diserahkan kepada inisiatif dan
        pertimbangan Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang bersangkutan, dengan ketentuan bahwa 
        Pengusaha Kena Pajak tersebut dapat diperiksa secara sumir khusus untuk memperoleh 
        kebenaran Faktur Pajak yang belum mendapat konfirmasi tersebut misalnya didukung dengan
        dokumen lain seperti invoice, DO, dan sebagainya.
    b.  Dalam hal dari hasil pemeriksaan sumir tersebut pada angka 8.1.4.2 atau pembuktian lainnya
        atau pemeriksaan sumir dari Kantor Pelayanan Pajak yang diminta untuk memberikan 
        konfirmasi atau hasil pemeriksaan lengkap dari Kantor Unit Pemeriksaan Pajak didapatkan 
        kepastian bahwa Faktur Pajak tersebut tidak fiktif, maka segera diterbitkan SKKPP tambahan 
        untuk mengembalikan Pajak Masukan tersebut.

6.  Berdasarkan ketentuan tersebut pada butir 2 sampai dengan butir 5 di atas, serta memperhatikan isi 
    surat Saudara pada butir 1 di atas, dengan ini diberikan penegasan sebagai berikut : 
    a.  Atas Pajak Masukan yang tercantum dalam Faktur Pajak dan ternyata belum dilaporkan dalam 
        SPT Masa PPN oleh PKP yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak 
        (mendapat konfirmasi negatif), pembeli tidak dapat diminta pertanggung jawaban pembayaran 
        PPN ke Kas Negara dan Pajak Masukan tersebut dapat diperhitungkan sepanjang Saudara 
        dapat membuktikan bahwa pajak yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut benar-benar 
        telah Saudara bayar kepada penjual. Pembuktian tersebut antara lain adalah Faktur Pajak asli 
        dan sah (tidak fiktif) dari penjual dan dokumen lain seperti kuitansi pembayaran, invoice, arus 
        kas/barang, dan Delivery Order (DO).
    b.  Dalam menentukan boleh tidaknya Faktur Pajak Masukan dikreditkan harus juga 
        memperhatikan ketentuan Pasal 13 ayat (5) dan Pasal 9 ayat (8) Undang-undang Pajak 
        Pertambahan Nilai Nomor 8 TAHUN 1983 sebagaimana telah diubah oleh Undang-undang Nomor 
        11 TAHUN 1994.
    c.  Apabila dari hasil pemeriksaan setelah memperhitungkan koreksi Faktur Pajak karena tidak 
        lengkap (cacat) atau tidak memenuhi syarat yang ditentukan Undang-undang ternyata SPT 
        Masa PPN pihak pembeli masih dalam posisi Lebih Bayar maka sanksi administrasi berupa 
        kenaikan sebesar 100% tidak dikenakan.

Demikian untuk dimaklumi.



a.n. Direktur Jenderal
Direktur,

ttd.

A. Sjarifuddin Alsah
NIP 060044664
peraturan/sdp/253pj.5322000.txt · Last modified: 2023/02/05 06:13 by 127.0.0.1