User Tools

Site Tools


peraturan:sdp:252pj.431995
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                        5 Juli 1995

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                         NOMOR S - 252/PJ.43/1995

                            TENTANG

               PEMOTONGAN PPh PASAL 21 ATAS PEMBAYARAN THT -TASPEN

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara Nomor : XXX tanggal 21 Juni 1995 mengenai perihal seperti tersebut 
diatas, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut :

1.  Sesuai dengan Bab I butir 5 Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1981, Tabungan Hari Tua (THT) 
    yang diselenggarakan PT. XYZ berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1981, pada 
    hakekatnya adalah suatu program asuransi dwiguna yang dikaitkan dengan usia pensiun ditambah 
    dengan asuransi kematian.

2.  Sesuai Pasal 9 ayat (1) huruf d Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 sebagaimana telah diubah 
    terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1994 tentang Pajak Penghasilan, premi asuransi 
    kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, asuransi bea siswa yang dibayar 
    oleh Wajib Pajak orang pribadi tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto.

    Sesuai Pasal 4 ayat (3) huruf c Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 sebagaimana telah diubah 
    terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1994 tentang Pajak Penghasilan, atas pembayaran 
    dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi 
    kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan asuransi bea siswa bukan merupakan Obyek Pajak.

3.  Berdasarkan uraian tersebut diatas maka perlakuan perpajakan terhadap iuran THT-XYZ oleh Pejabat 
    Negara dan atau Pegawai Negeri Sipil (PNS) diberlakukan sama dengan pembayaran premi asuransi 
    dwiguna, sedangkan pembayaran THT-XYZ oleh PT. XYZ kepada para pensiunan atau yang berhak 
    menerima THT-XYZ, diberlakukan sama dengan pembayaran santunan asuransi dwiguna oleh 
    perusahaan asuransi kepada orang pribadi, sebagaimana dimaksud pada butir 2.

    Dengan demikian atas pembayaran iuran THT-XYZ tidak boleh dikurangkan dari penghasilan (gaji) 
    dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak, yang pajaknya ditanggung Pemerintah. Di lain pihak 
    pada waktu THT-XYZ dibayarkan oleh PT. XYZ kepada para pensiunan atau yang berhak 
    menerimanya, atas THT-XYZ tersebut tidak dipotong PPh Pasal 21.

4.  Ketentuan sebagaimana dimaksud pada butir 3 diatas mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 1995, 
    sehingga :
    4.1.    Apabila kepada penerima THT-XYZ telah terlanjur dipotong PPh Pasal 21 sebesar 15%, 
        PT. XYZ wajib mengembalikannya kepada yang berhak,
    4.2.    PPh Pasal 21 atas pembayaran THT-XYZ yang telah dipotong dan disetor ke Bank Persepsi 
        oleh PT. XYZ akan dikembalikan.

    Dalam pelaksanaannya pengembalian tersebut agar diperhitungkan dengan kewajiban pembayaran 
    PPh Pasal 21 PT. XYZ mulai bulan Agustus 1995 dan seterusnya sehingga menjadi nihil.

Demikian untuk menjadikan maklum.




DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

ttd

FUAD BAWAZIER
peraturan/sdp/252pj.431995.txt · Last modified: 2023/02/05 18:16 by 127.0.0.1