peraturan:sdp:24pj.532004
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 20 Januari 2004 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 24/PJ.53/2004 TENTANG PENGGUNAAN METODE QQ PADA FAKTUR PAJAK STANDAR DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor ......................... tanggal 17 September 2003 hal Permohonan Penegasan Untuk Menggunakan Metode QQ Pada Faktur Pajak Masukan Standar, dengan ini diberitahukan hal-hal sebagai berikut : 1. Dalam surat tersebut antara lain dikemukakan bahwa :  a. Sesuai Akta Pendiriannya, PTPN XI mengelola sejumlah unit usaha yang terdiri dari pabrik gula, pabrik spiritus dan alkohol, dan pabrik karung yang tersebar di Jawa Timur.  b. Semula tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang PTPN XI disentralisasi di kantor direksi, namun dengan dikukuhkannya unit-unit usaha sebagai Pengusaha Kena Pajak maka kewajiban Pajak Pertambahan Nilai dilaksanakan oleh masing-masing unit usaha.  c. Dengan pertimbangan kondisi sebagai berikut : c.1. Kantor direksi - adalah PC yang secara langsung menandatangani semua kontrak pembelian, barang dari rekanan dan penjualan hasil produksi kepada pedagang perantara; - tidak melakukan kegiatan menerima Barang Kena Pajak dari rekanan; - tidak melakukan penyerahan hasil produksi kepada pedagang perantara (tidak mempunyai Pajak Keluaran); c.2. Unit usaha - adalah PKP yang secara fisik melakukan penyerahan Barang Kena Pajak kepada pedagang perantara; - menerima Barang Kena Pajak dari rekanan; - tidak melaksanakan penandatanganan kontrak pembelian barang maupun penjualan hasil produksi; Saudara mohon penegasan penggunaan metode qq pada Faktur Pajak Standar yang diperoleh PTPN XI dari rekanan karena adanya pembelian Barang Kena Pajak, sehingga identitas pembeli Barang Kena Pajak/penerima Jasa Kena Pajak pada Faktur Pajak Standar tersebut menjadi : Nama : PTPN XI qq PTPN XI PG S Alamat : ................................ N P W P : ................................ 2. Undang-Undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 18 TAHUN 2000, antara lain mengatur :  a. Pasal 1 angka 18 menyatakan bahwa Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.  b. Pasal 1 angka 27 menyatakan bahwa Pemungut Pajak Pertambahan Nilai adalah bendaharawan Pemerintah, badan atau Instansi Pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Penyerahan Jasa Kena Pajak kepada bendaharawan Pemerintah, badan, atau instansi Pemerintah tersebut.  c. Pasal 1A ayat (1) huruf f menyatakan bahwa yang termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah penyerahan Barang Kena Pajak dari Pusat ke Cabang atau sebaliknya dan penyerahan Barang Kena Pajak antar Cabang. Penjelasan Pasal tersebut antara menyatakan bahwa apabila suatu perusahaan mempunyai lebih dari satu tempat pajak terutang, yaitu tempat melakukan penyerahan Barang Kena Pajak kepada pihak lain, baik sebagai pusat maupun sebagai cabang perusahaan, maka Undang-undang ini menganggap bahwa pemindahan Barang Kena Pajak antar tempat-tempat tersebut merupakan penyerahan Barang Kena Pajak. Yang dimaksud dengan cabang dalam ketentuan ini termasuk antara lain lokasi usaha, perwakilan, unit pemasaran dan sejenisnya.  d. Pasal 3A ayat (1) menyatakan bahwa Pengusaha yang melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud datam Pasal 4 huruf a, huruf c, atau huruf f, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, dan wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang.  e. Pasal 4 huruf a menyatakan bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak di dalan Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha.  f. Pasal 4 huruf c menyatakan bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan o!eh Pengusaha.  g. Pasal 12 ayat (1) menyatakan bahwa Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, huruf c dan huruf f terutang pajak di tempat tinggal atau tempat kedudukan dan tempat kegiatan usaha dilakukan atau tempat lain yang ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.  h. Pasal 13 ayat (1) menyatakan bahwa Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a atau huruf f dan setiap penyerahan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c.  i. Pasal 13 ayat (5) menyatakan bahwa dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat :   i. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;   ii. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;   iii. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;   iv. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;   v. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang dipungut;   vi. Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan   vii. Nama, jabatan dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak. 3. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 567/KMK.04/2000 tentang Nilai Lain Sebagai Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 251/KMK.03/2002, antara lain mengatur :  a. Pasal 1 menyatakan bahwa Nilai Lain adalah suatu jumlah yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak.  b. Pasal 2 huruf k menetapkan bahwa Nilai Lain untuk penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak dari Pusat ke Cabang atau sebaliknya dan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak antar Cabang adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor. 4. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-09/PJ.531/2000 tanggal 28 Maret 2000 tentang Penggunaan Metode QQ Pada Faktur Pajak Standar, antara lain menegaskan :  a. Butir 1 menyatakan bahwa pada umumnya permohonan penggunaan metode qq pada Faktur Pajak Standar dilatarbelakangi oleh keadaan sebagaimana dapat diilustrasikan sebagal berikut :   a.1. Sub Kontraktor adalah PKP yang secara fisik melakukan penyerahan BKP/JKP kepada Pemilik Proyek sebagai Pemungut PPN dan PPn BM, yang karena suatu kondisi/ kebijakan tertentu Sub Kontraktor tidak dapat menandatangani kontrak penyerahan BKP/JKP secara langsung dengan Pemilik Proyek.   a.2. Kontraktor Utama adalah PKP yang secara langsung menandatangani kontrak dengan Pemilik Proyek sebagai Pemungut PPN dan PPn BM, yang karena tidak memiliki suatu sarana yang memadai untuk melaksanakan isi kontrak, maka untuk melaksanakan isi kontrak tersebut, Kontraktor Utama mengikat kontrak/perjanjian kepada Sub Kontraktor untuk melaksanakannya. Sehingga dalam hal ini Kontraktor Utama tidak melaksanakan kegiatan secara fisik isi kontrak namun hanya bertindak sebagai perantara/agen. Dengan demikian penyerahan/kegiatan secara fisik yang dilakukannya adalah penyerahan jasa keagenan.   a.3. Pemilik Proyek adalah Badan Pemungut yang secara fisik melakukan perolehan BKP atau melakukan pemanfaatan JKP dari Sub Kontraktor yang karena suatu kondisi/ kebijakan tertentu tidak dapat menandatangani kontrak perolehan BKP/pemanfaatan JKP secara langsung dengan Sub Kontraktor.  b. Butir 5.3 antara lain menyatakan bahwa penggunaan metode qq pada Faktur Pajak Standar kolom "Pembeli BKP/Penerima JKP" untuk suatu kondisi sebagaimana diilustrasikan pada butir 1 di atas, adalah sebagai berikut :   b.1. Faktur Pajak Keluaran diterbitkan oleh Sub Kontraktor, pada kolom "Pembeli BKP/ Penerima JKP" agar dicantumkan "Nama Kontraktor Utama qq Nama Pemilik Proyek";   b.2. PPN dipungut dan disetor oleh Pemilik Proyek selaku Badan Pemungut untuk dan atas nama Sub Kontraktor, dimana pada SSP dicantumkan "Nama Kontraktor Utama qq Nama Sub Kontraktor";   b.3. Kontraktor Utama selaku agen tidak berhak mengkreditkan atau meminta restitusi atas PPN yang dipungut oleh Pemilik Proyek selaku Pemungut PPN untuk dan atas nama Sub Kontraktor. Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh Kontrator Utama selaku agen hanya yang berhubungan langsung dengan jasa keagenan;   b.4. Kontraktor Utama selaku agen wajib memungut PPN dan membuat Faktur Pajak atas penyerahan jasa keagenan sebesar 10% dari komisi yang diterima, dan menyetorkan serta melaporkannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku (mekanisme biasa). 5. Berdasarkan ketentuan pada butir 2 dan butir 3, penegasan pada butir 4, serta memperhatikan isi surat Saudara pada butir 1 di atas, dengan ini ditegaskan bahwa :  a. Unit usaha PTPN XI, kantor direksi PTPN XI, dan pemasok BKP berturut-turut tidak dapat dipersamakan dengan Pemilik Proyek, Kontraktor Utama, dan Sub Kontraktor, sehingga dalam kasus ini tidak dapat diterapkan metode qq pada Faktur Pajak Standar.  b. Atas penyerahan BKP langsung dari rekanan ke unit usaha PTPN XI, dimana kontrak jual- belinya dilakukan antara rekanan dengan kantor direksi PTPN XI, tetap wajib diterbitkan Faktur Pajak untuk setiap tahap penyerahan BKP. Faktur Pajak oleh PKP rekanan/pemasok BKP diterbitkan kepada kantor direksi PTPN XI dan besarnya PPN yang terutang dihitung dengan menggunakan Dasar Pengenaan Pajak sebesar Harga Jual. Selanjutnya, kantor direksi PTPN XI menerbitkan Faktur Pajak kepada unit usaha PTPN XI dan besarnya PPN yang terutang dihitung dengan menggunakan Dasar Pengenaan Pajak sebesar Harga Jual setelah dikurangi laba kotor. Demikian disampaikan untuk dimaklumi. a.n. Direktur Jenderal PJ. Direktur PPN dan PTLL, ttd Robert Pakpahan NIP 060060167
peraturan/sdp/24pj.532004.txt · Last modified: 2023/02/05 18:07 by 127.0.0.1