peraturan:sdp:247pj.3131999
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 29 Juli 1999 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 247/PJ.313/1999 TENTANG PPh PASAL 21 ATAS KARYAWAN YANG PINDAH DALAM TAHUN BERJALAN DAN PPh ATAS PENGHASILAN KARYAWAN YANG BERASAL DARI PESANGON DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara tanggal 17 Juni 1999 dijelaskan hal-hal sebagai berikut : 1. Dalam surat Saudara menjelaskan bahwa : a. PT XYZ salah satu proyek XX di Indonesia dibawah bentuk usaha tetap ABC Inc dan PT PQR. b. Pada akhir bulan September 1999, PT XYZ akan masuk kedalam salah satu divisi PT PQR yang diikuti dengan perpindahan pegawai PT XYZ. c. Mengingat perpindahan pegawai tersebut berlangsung pada tahun berjalan yaitu Januari s/d September 1999 bekerja di PT XYZ dan Oktober s/d Desember 1999 di PT PQR, dengan demikian karyawan yang pindah tersebut mendapat pengurangan PTKP dua kali yaitu di PT XYZ dan PT PQR. d. Untuk menghindari kewajiban mendaftarkan NPWP karena seolah-olah terdapat dua pemberi kerja, maka perpindahan tersebut PT XYZ memutuskan hubungan kerja dan berkewajiban membayar pesangon kepada karyawannya. e. Sehubungan dengan hal tersebut di atas ditanyakan apakah dapat diperkenankan melakukan hal-hal sebagai berikut : 1) Formulir 1721-A1 untuk masing-masing karyawan akan dibuat dua yaitu sembilan bulan (Januari s/d September 1999) dibuat oleh PT XYZ dan tiga bulan (Oktober s/d Desember 1999) dibuat PT PQR. 2) Untuk menghindarkan pengenaan dua kali PTKP, maka atas penghasilan sembilan bulan yang berasal dari PT XYZ akan digabungkan ke dalam penghasilan yang diperoleh dari PT PQR dalam formulir 1721-A1 tahun 1999. 3) Pemindahan pegawai dari PT XYZ ke PT PQR dianggap sebagai pemutusan hubungan kerja, maka PT XYZ berkewajiban menghitung PPh Pasal 21 masa Januari s/d September 1999 untuk diberikan ke PT PQR, sedangkan jumlah pesangon terhadap pegawai yang pindah tersebut tidak dibayarkan secara tunai, namun dibuat jurnal sebagai berikut : Debit Biaya Pesangon xxx Kredit PPh Pasal 21 Final x Kredit Akrual xx Adapun jurnal tersebut dibuat dengan pertimbangan bahwa karyawan tersebut masih akan bekerja pada sesama perusahaan XX dan masa kerja sebelumnya akan dibawa ke perusahaan baru. Jumlah pesangon tersebut akan dikonfirmasikan dalam perjanjian kerja pada PT PQR, sedangkan bagi karyawan yang tidak dipindahkan akan dibayar secara tunai. 2. Pasal 14 ayat (1) Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-281/PJ./1998 tanggal 28 Desember 1998 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi antara lain mengatur bahwa atas uang pesangon, uang tebusan pensiun, tunjangan hari tua atau tabungan hari tua yang dibayarkan sekaligus dipotong PPh Pasal 21 dengan ketentuan sebagai berikut : a. untuk penghasilan bruto sampai dengan Rp. 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dengan tarif 10% (sepuluh persen) dari penghasilan bruto dan bersifat final; b. untuk penghasilan bruto di atas Rp. 25.000.000,00 (dua puluh lima juta) dengan tarif 15% (lima belas persen) dari penghasilan bruto dan bersifat final; c. untuk pesangon, penghasilan bruto sampai dengan Rp. 17.280.000,00 (tujuh belas juta dua ratus delapan puluh ribu rupiah) tidak dipotong PPh Pasal 21. 3. Berdasarkan Pasal 21 ayat (2) Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-281/PJ./1998 tanggal 28 Desember 1998 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi antara lain diatur jumlah penghasilan yang menjadi dasar penghitungan PPh Pasal 21 didasarkan pada kewajiban pajak subjektif yang melekat pada pegawai tetap yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (5) Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1994 dan penghitungannya sebagai berikut : a. dalam hal pegawai tetap adalah Wajib Pajak dalam negeri dan mulai atau berhenti bekerja dalam tahun berjalan, penghitungan PPh Pasal 21 didasarkan pada jumlah penghasilan yang sebenarnya diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak yang bersangkutan dan tidak disetahunkan; b. dalam hal pegawai tetap adalah Wajib Pajak dalam negeri yang merupakan pendatang dari luar negeri, yang mulai bekerja di Indonesia dalam tahun berjalan, penghitungan PPh Pasal 21 didasarkan pada jumlah penghasilan yang sebenarnya diperoleh dalam bagian tahun takwin yang bersangkutan yang disetahunkan; c. dalam hal pegawai tetap berhenti bekerja sebelum tahun takwin berakhir karena meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya, maka pada akhir bulan berhentinya pegawai tersebut, penghitungan PPh Pasal 21 didasarkan pada jumlah penghasilan yang sebenarnya diterima atau diperoleh dalam bagian tahun takwin yang bersangkutan yang disetahunkan. 4. Berdasarkan uraian di atas dengan ini ditegaskan bahwa : a. Pengisian formulir 1721-A1 untuk karyawan yang berhenti bekerja pada PT XYZ kemudian pindah bekerja pada PT PQR masing-masing dibuat oleh pemberi kerja yang lama dan pemberi kerja yang baru. b. Penghasilan yang diisikan dalam formulir 1721-A1 oleh pemberi kerja yang baru adalah gabungan penghasilan yang diterima dari pemberi kerja yang lama dan pemberi kerja baru, yaitu yang berasal dari pemberi kerja baru diisikan dalam formulir 1721-A1 kolom 1 s/d 14, sedangkan penghasilan dari pemberi kerja lama dalam kolom 15. Dengan demikian penghitungan PTKP adalah 1 (satu) kali. c. Pesangon bagi pegawai yang dipindah dari PT XYZ ke PT PQR (walaupun tidak dibayar secara tunai) karena berhenti bekerja pada PT XYZ terutang PPh 21 dengan tarif final yang harus dipotong oleh PT XYZ. d. Apabila pesangon tersebut dititipkan kepada pemberi kerja baru (PT PQR) dan diberi imbalan, maka atas imbalan tersebut terutang PPh Pasal 23, Imbalan yang diberikan merupakan biaya. e. Pesangon yang dibayarkan pada saat karyawan berhenti bekerja dan menjadi beban PT PQR harus dipotong PPh Pasal 21, sedangkan pembayaran pesangon dari PT XYZ yang dititipkan pada PT PQR tidak terutang PPh 21 lagi, karena sudah dipotong pada saat karyawan yang bersangkutan berhenti bekerja pada PT XYZ. f. Pembayaran yang dilakukan oleh PT PQR yang berasal dari pesangon yang dititipkan, tidak dapat dibebankan sebagai biaya oleh PT PQR. g. Pada hakekatnya karyawan-karyawan yang berhenti bekerja pada tahun berjalan dari PT XYZ dan kemudian bekerja pada PT PQR hanya memperoleh penghasilan dari satu pemberi kerja sehingga tidak wajib mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak. Demikian agar dimaklumi. A.n. DIREKTUR JENDERAL DIREKTUR PERATURAN PERPAJAKAN ttd IGN MAYUN WINANGUN
peraturan/sdp/247pj.3131999.txt · Last modified: 2023/02/05 06:18 by 127.0.0.1