peraturan:sdp:243pj.3312000
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 30 Mei 2000 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 243/PJ.331/2000 TENTANG PAJAK YANG MENJADI TANGGUNGAN PEMBELI ATAS PEMBELIAN HAK ATAS TANAH DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor : XXX tanggal 24 April 2000 perihal tersebut pada pokok surat, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut : 1. Dalam surat tersebut antara lain dikemukakan : a. PT XYZ adalah client Saudara yang berkedudukan di Batam membeli tanah dari PT ABC seluas 17.722 m2 (1,77 hektar) yang berlokasi di Kecamatan Lemahabang Kabupaten Bekasi. b. Atas pembelian tanah tersebut Saudara menanyakan, selain dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) apakah masih ada pajak yang harus ditanggung oleh client Saudara tersebut. 2. Dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 12 TAHUN 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 12 TAHUN 1994 (UU PBB) diatur bahwa yang menjadi Objek Pajak adalah bumi dan atau bangunan, dan yang menjadi Subjek Pajak adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau memperoleh manfaat atas bumi, dan atau memiliki, menguasai, dan atau memperoleh manfaat atas bangunan. Sesuai dengan Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 8 UU PBB besarnya Pajak Bumi dan Bangunan adalah 0,5 % dari Nilai Jual Kena Pajak dan dikenakan setiap tahun. 3. Selanjutnya dalam Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2) UU PBB diatur bahwa dalam rangka pendataan, setiap Wajib Pajak wajib mendaftarkan Objek Pajaknya dengan mengisi Surat Pemberitahuan Objek Pajak. Surat Pemberitahuan Objek Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diisi dengan jelas, benar, dan lengkap serta ditandatangani dan disampaikan kepada Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi letak Objek Pajak selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal diterimanya Surat Pemberitahuan Objek Pajak oleh Subjek Pajak. 4. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 48 TAHUN 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan atau Bangunan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 79 TAHUN 1999, atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan yang diterima atau diperoleh oleh orang pribadi atau badan, terutang Pajak Penghasilan sebesar 5% (lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan, kecuali bagi Wajib Pajak badan termasuk koperasi yang usaha pokoknya melakukan transaksi pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan, pengenaan Pajak Penghasilannya berdasarkan ketentuan umum Pasal 16 ayat (1) dan Pasal 17 Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994. 5. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dengan ini ditegaskan bahwa : a. BPHTB dikenakan kepada pihak yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan (pembeli/yang menerima pengalihan hak), sedangkan Pajak Penghasilan dikenakan kepada pihak yang menerima penghasilan atas penyerahan hak atas tanah dan atau bangunan (penjual/yang mengalihkan hak). b. Setelah tanah tersebut menjadi hak atau dibawah penguasaan client Saudara maka Wajib mendaftarkan tanahnya sebagai Objek Pajak Bumi dan Bangunan dengan mengisi Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) dengan jelas, benar, dan lengkap serta ditandatangani dan diserahkan ke Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan dimana Objek Pajak tersebut terletak. Besarnya Pajak Bumi dan Bangunan adalah sebesar 0,5% dari Nilai Jual Kena Pajak. c. Sehubungan dengan client Saudara adalah sebagai pembeli/penerima hak atas tanah tersebut, maka dalam transaksi atas tanah tersebut client Saudara tidak dikenakan Pajak Penghasilan. Demikian untuk diketahui. A.n. DIREKTUR JENDERAL DIREKTUR, ttd IGN MAYUN WINANGUN
peraturan/sdp/243pj.3312000.txt · Last modified: 2023/02/05 18:11 by 127.0.0.1