peraturan:sdp:2437pj.511996
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 13 September 1996 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 2437/PJ.51/1996 TENTANG PENJELASAN MASALAH BKP DAN PPN CABANG DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara tanggal 11 Juni 1996 perihal tersebut pada pokok surat, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut : 1. Berdasarkan Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 50 TAHUN 1994, barang hasil pertambangan, penggalian, dan pengeboran, yang diambil langsung dari sumbernya antar lain meliputi barang hasil pertambangan, penggalian, pengeboran lainnya yang diambil langsung dari sumbernya adalah jenis barang yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). 2. Pasal 12 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 TAHUN 1994 menegaskan bahwa Pengusaha Kena Pajak terutang Pajak di tempat tinggal atau tempat kedudukan dan tempat kegiatan usaha dilakukan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. 3. Pada Pasal 1 huruf d angka 1 Undang-undang yang sama ditegaskan bahwa yang termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak antara lain adalah penyerahan Barang kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang. 4. Pada butir 3 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-20/PJ.54/1995 tanggal 28 April 1995 telah ditegaskan bahwa agar mekanisme PPN dapat berjalan sebagaimana mestinya maka untuk penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya atau antar cabang harganya dianggap sama dengan harga jual tidak termasuk laba. 5. Sesuai dengan Pasal 32 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 50 TAHUN 1994, Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) dikreditkan dengan Pajak Keluaran di tempat Pengusaha Kena Pajak (PKP) dikukuhkan. Dalam Penjelasan pasal tersebut disebutkan bahwa Faktur Pajak yang menjadi dasar pengkreditan harus memenuhi ketentuan yang berlaku, yaitu antara lain alamat PKP yang tercantum dalam Faktur Pajak harus sama dengan alamat PKP yang tercantum dalam Surat Keputusan Pengukuhan sebagai PKP. 6. Pada Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah yang sama ditegaskan bahwa Direktur Jenderal Pajak dapat menentukan tempat lain sebagai tempat pengkreditan Pajak Masukan atas perolehan BKP dan/ atau JKP, baik atas permohonan tertulis dari PKP maupun secara jabatan. 7. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dengan ini diberikan penegasan sebagai berikut : 7.1. Batu granit yang digali dari gunung, kemudian dipotong-potong dengan ukuran tertentu dan dipoles menjadi barang jadi yang siap pakai tidak lagi dapat dikategorikan sebagai barang hasil penggalian yang diambil langsung dari sumbernya. Oleh karena itu batu granit dimaksud adalah barang kena pajak dan atas penyerahannya terutang PPN. 7.2. Pengiriman batu granit dari pabrik di P. Belitung ke kantor pusat Jakarta termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak dan oleh karena itu atas penyerahannya terutang PPN dan harus dibuatkan Faktur Pajak. Faktur Pajak dimaksud dilaporkan sebagai Pajak Keluaran di cabang/pabrik P. Belitung dan sebagai Pajak Masukan di kantor pusat Jakarta. 7.3. Dasar Pengenaan Pajak atas penyerahan/pengiriman Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada butir 7.2 di atas adalah harga jual tidak termasuk laba. 7.4. Pengkreditan PPN Impor yang dokumen-dokumennya menggunakan alamat dan NPWP kantor pusat di kantor cabang/pabrik di P. Belitung harus terlebih dahulu dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak. Demikian untuk dimaklumi. A.n. DIREKTUR JENDERAL PAJAK DIREKTUR PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK TIDAK LANGSUNG LAINNYA ttd SAROYO ATMOSUDARMO
peraturan/sdp/2437pj.511996.txt · Last modified: 2023/02/05 20:06 by 127.0.0.1