peraturan:sdp:230pj.322006
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 24 Maret 2006 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 230/PJ.32/2006 TENTANG PPN ATAS PEMASUKAN BKP DARI DPIL KE PDKB BERUPA MESIN DAN/ ATAU PERALATAN PABRIK YANG DIPERGUNAKAN SECARA LANGSUNG DALAM PROSES PRODUKSI DI PDKB DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXXXX tanggal 2 Pebruari 2006 perihal tersebut di atas, dengan ini kami sampaikan hal-hal sebagai berikut : 1. Dalam surat tersebut secara garis besar Saudara mengemukakan hal-hal sebagai berikut : a. Adanya surat PT.KU kepada PT.SA Nomor XXXXX tanggal 11 Januari 2006 perihal penagihan PPN terutang yang belum dipungut atas penyerahan BKP di Kawasan Berikat. b. PT.KU (NPWP : 00.000.000.0-000.000) yang terdaftar di KPP Kebayoran Baru Dua merupakan perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan kompresor udara. c. Pada bulan Agustus dan Oktober 2005 PT.KU melakukan penyerahan BKP berupa kompresor udara kepada PT.SA (terdaftar di KPP Madya Jakarta Pusat), dimana PT.KU mengajukan penagihan atas PPN yang belum dipungut atas transaksi tersebut. d. PT.KU berpendapat bahwa atas penyerahan BKP berupa kompresor udara ke Kawasan Berikat terutang PPN, sesuai dengan surat Kepala Kantor KPP Cikarang Dua Nomor S-215/WPJ.22/KP.0309/2005 tanggal 29 Juli 2005 dan surat Direktur PPN & PTLL Nomor S-1066/PJ.52/2005 tanggal 15 Desember 2005. e. Namun, PT.SA keberatan dan menolak untuk membayar PPN terutang yang ditagih tersebut. PT. SA berpendapat bahwa atas penyerahan BKP berupa kompresor udara ke Kawasan Berikat tidak dipungut PPN, sebagaimana diatur di dalam Pasal 2 ayat (4) Keputusan Dirjen Bea & Cukai Nomor Kep-63/BC/1997 tentang Tata Cara Pendirian dan Tata Laksana Pemasukan dan Pengeluaran Barang Ke dan Dari Kawasan Berikat, yang menyatakan bahwa atas pemasukan BKP dari DPIL ke PDKB untuk diolah lebih lanjut atau mesin dan/atau peralatan pabrik yang dipergunakan secara langsung dalam proses produksi di PDKB, tidak dipungut PPN dan PPnBM. f. Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, maka : - Saudara mohon penegasan apakah atas pemasukan BKP dari DPIL ke PDKB berupa mesin dan/atau peralatan pabrik yang dipergunakan secara langsung dalam proses produksi di PDKB tersebut terutang PPN dan wajib dipungut oleh PKP yang melakukan penyerahan sesuai ketentuan Pasal 14 KMK Nomor 291/KMK.05/1997 tentang Kawasan Berikat sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan PMK Nomor 587/PMK.04/2004 atau tidak dipungut PPNsesuai ketentuan Pasal 2 ayat (4) Keputusan Dirjen Bea & Cukai Nomor Kep-63/BC/1997 tentang Tata Cara Pendirian dan Tata Laksana Pemasukan dan Pengeluaran Barang Ke dan Dari Kawasan Berikat. - Adapun Saudara berpendapat, bahwa atas pemasukan BKP dari DPIL ke PDKB berupa mesin dan/atau peralatan pabrik yang dipergunakan secara langsung dalam proses produksi di PDKB tidak dipungut PPN & PPnBM berdasarkan Kep-63/BC/1997 yang merupakan peraturan pelaksanaan KMK Nomor 291/KMK.05/1997 tentang Kawasan Berikat sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan PMK Nomor 587/PMK.04/2004, sepanjang tidak ada keputusan baru yang mencabut/ merevisi materi Keputusan Dirjen Bea & Cukai Nomor Kep-63/BC/1997 tersebut. - Saudara mengusulkan untuk dilakukan sosialisasi Kep-63/BC/1997 tersebut serta dilaksanakan evaluasi dan sinkronisasi lebih lanjut terhadap KMK Nomor 291/KMK.05/1997 tentang Kawasan Berikat sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan PMK Nomor 587/PMK.04/2004. 2. Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang - undang Nomor 18 TAHUN 2000 antara lain mengatur bahwa : a. Pasal 4 huruf a dan c, Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha, dan impor Barang Kena Pajak. b. Pasal 4A ayat (1), Jenis barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 dan jenis jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 5 yang tidak dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang ini ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. c. Pasal 4A ayat (2) : Penetapan jenis barang yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan atas kelompok-kelompok barang sebagai berikut : a. barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya. b. barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak. c. makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya. d. uang, emas batangan, dan surat-surat berharga. d. Pasal 9 ayat (2), Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk Masa Pajak yang sama. e. Pasal 9 ayat (8), diatur beberapa kriteria pengeluaran untuk Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan menurut cara sebagaimana diatur dalam ayat (2). f. Pasal 9 ayat (9), Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan Pajak, Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan. g. Pasal 16B ayat (1) : Dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan bahwa pajak terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya, baik untuk sementara waktu atau selamanya, atau dibebaskan dari pengenaan pajak, untuk : a. kegiatan di kawasan tertentu atau tempat tertentu di dalam Daerah Pabean. b. penyerahan Barang Kena Pajak tertentu atau penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu. c. impor Barang Kena Pajak tertentu. d. pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam daerah Pabean. e. pemanfaatan Jasa Kena Pajak tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. 3. Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 144 TAHUN 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa Yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, diatur kelompok barang yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, dimana kompresor udara tidak termasuk di dalam kelompok barang yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. 4. Peraturan Pemerintah Nomor 12 TAHUN 2001 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis Yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 46 TAHUN 2003, antara lain diatur bahwa: - Pasal 1 angka 1 huruf a, Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat Strategis adalah barang modal berupa mesin dan peralatan pabrik, baik dalam keadaan terpasang maupun terlepas, tidak termasuk suku cadang; - Pasal 2 ayat (2) huruf a, Atas penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat Strategis berupa barang modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf a yang diperlukan secara langsung dalam proses menghasilkan Barang Kena Pajak, oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan Barang Kena Pajak tersebut dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai; - Pasal 3, Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak sehubungan dengan penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat Strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan. 5. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 155/KMK.03/2001 tentang Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai Yang Dibebaskan Atas Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis, antara lain diatur bahwa : - Pasal 2 ayat (1), Mesin dan peralatan pabrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf a adalah yang digunakan secara langsung dalam proses menghasilkan Barang Kena Pajak, oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan Barang Kena Pajak tersebut. - Pasal 2 ayat (2), Peralatan pabrik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah peralatan yang tidak terpisahkan dan merupakan satu kesatuan untuk mengoperasikan pabrik. - Pasal 5 ayat (1), Untuk memperoleh fasilitas pembebasan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, khusus bagi Pengusaha Kena Pajak yang mengimpor dan atau menerima penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf a, diwajibkan mempunyai Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Pajak. 6. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 291/KMK.05/1997 tentang Kawasan Berikat sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan PMK Nomor 101/PMK.04/2005, antara lain mengatur bahwa: - Pasal 1 angka la, kegiatan industri pengolahan adalah kegiatan yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya. - Pasal 14, terhadap impor barang, pemasukan Barang Kena Pajak (BKP), pengiriman hasil produksi, pengeluaran barang, penyerahan kembali BKP, peminjaman mesin, pemasukan Barang Kena Cukai (BKC) ke dan/atau dari Kawasan Berikat diberikan fasilitas sebagai berikut : a. atas impor barang modal atau peralatan dan peralatan perkantoran yang semata - mata dipakai oleh PKB termasuk PKB merangkap sebagai PDKB diberikan penangguhan BM, tidak dipungut PPN, PPnBM dan PPh Pasal 22 Impor; b. atas impor barang modal dan peralatan pabrik yang berhubungan langsung dengan kegiatan produksi PDKB yang semata-mata dipakai di PDKB diberikan penangguhan BM, tidak dipungut PPN, PPnBM dan PPh Pasal 22 Impor; c. atas pemasukan BKP dari DPIL ke PDKB untuk diolah lebih lanjut, tidak dipungut PPN dan PPnBM. 7. Berdasarkan ketentuan-ketentuan di atas serta memperhatikan isi surat Saudara, dengan ini kami tegaskan kembali bahwa : a. Mengingat bahwa penyerahan BKP dari PT.KOMPRESINDO UTAMAJAYA kepada pelanggan yang berada di Kawasan Berikat berupa kompresor udara tidak ditujukan untuk diolah lebih lanjut, sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 291/KMK.05/1997 tentang Kawasan Berikat sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan PMK Nomor 101/PMK.04/2005, maka atas penyerahan tersebut terutang PPN. b. PPN yang dipungut atas penyerahan di atas merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan bagi pembeli di Kawasan Berikat tersebut, sepanjang memenuhi ketentuan Pasal 9 ayat (8) UU PPN. c. Namun demikian, atas penyerahan kompresor udara tersebut dapat diberikan fasilitas pembebasan PPN, sepanjang memenuhi kriteria sebagai Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 12 TAHUN 2001 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis Yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 46 TAHUN 2003. d. Pengusaha Kena Pajak yang mengimpor dan atau menerima penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis tersebut, diwajibkan mempunyai Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Pajak cq. Kepala Kantor Pelayanan Pajak dimana PKP terdaftar. Demikian untuk dimaklumi. Direktur, ttd. Herry Sumardjito NIP 060061993
peraturan/sdp/230pj.322006.txt · Last modified: 2023/02/05 20:44 by 127.0.0.1