peraturan:sdp:226pj.422006
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 9 Agustus 2006 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 226/PJ.42/2006 TENTANG PEMBEBASAN PAJAK DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor: xxx tanggal 5 Juni 2006 perihal Bantuan Untuk Industri Permebelan Dan Kerajinan di Yogyakarta Dan Solo Yang Mengalami Bencana Gempa, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut : 1. Dalam surat tersebut Saudara mengemukakan bahwa : a. Sehubungan dengan terjadinya gempa di Yogyakarta dan Jawa Tengah, sebagian besar anggota ASMINDO, perusahaan mebel dan kerajinan di Yogyakarta dan Solo, menghentikan produksinya karena fasilitas produksi yang hancur; b. Kerusakan yang terjadi mencapai 80% dari sekitar 300 anggota perusahaan ASMINDO di Yogyakarta dan Solo; c. Pabrik-pabrik yang tidak terpengaruh oleh bencana juga tidak beroperasi karena sebagian besar karyawan mereka berasal dari daerah yang terkena bencana sehingga disibukkan dengan mengurusi rumah-rumah mereka yang hancur dan sanak famili yang meninggal; d. Atas kasus tersebut di atas, Saudara mengajukan permohonan pembebasan pajak bagi anggota ASMINDO yang terkena musibah. 2. Pajak Penghasilan a. Berdasarkan Pasal 10 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 138 TAHUN 2000 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak Dan Pelunasan Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan, diatur bahwa Wajib Pajak yang dalam tahun pajak berjalan dapat menunjukkan tidak akan terutang Pajak Penghasilan karena mengalami kerugian fiskal atau berhak melakukan kompensasi kerugian fiskal, atau Pajak Penghasilan yang telah dibayar lebih besar dari Pajak Penghasilan yang akan terutang, dapat mengajukan permohonan pembebasan dari pemotongan dan atau pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak lain kepada Direktur Jenderal Pajak. b. Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-192/PJ./2002 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Keterangan Bebas (SKB) Pemotongan/Pemungutan Pajak Penghasilan, antara lain diatur : Pasal 1 ayat (1) huruf a: Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pembebasan dari pemotongan dan atau pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak lain kepada Direktur Jenderal Pajak karena Wajib Pajak yang dalam tahun pajak berjalan dapat menunjukkan tidak akan terutang Pajak Penghasilan karena mengalami kerugian fiskal. Pasal 2 ayat (1) huruf c: Direktur Jenderal Pajak dapat memberikan Surat Keterangan Bebas (SKB) dari pemotongan/ pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak lain kepada Wajib Pajak yang dalam tahun pajak berjalan dapat menunjukkan tidak akan terutang Pajak Penghasilan karena mengalami kerugian fiskal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf a, dalam hal untuk perusahaan yang sudah berjalan, karena suatu peristiwa yang berada di luar kemampuan (force majeur) sehingga akan mengakibatkan menderita kerugian dan tidak akan terutang Pajak Penghasilan. c. Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-537/PJ./2000 tentang Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak Dalam Tahun Pajak Berjalan Dalam Hal-Hal Tertentu, antara lain diatur : Pasal 7 ayat (1) : Apabila sesudah 3 (tiga) bulan atau lebih berjalannya suatu tahun pajak, Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa Pajak Penghasilan yang akan terutang untuk tahun pajak tersebut kurang dari 75% (tujuh puluh lima persen) dari Pajak Penghasilan yang terutang yang menjadi dasar penghitungan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengurangan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar. 3. PBB Dan BPHTB a. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 362/KMK.04/1999 tentang Pemberian Pengurangan Pajak Bumi Dan Bangunan, diatur antara lain : Pasal 2 angka 2 : Pengurangan atas pajak terutang dapat diberikan kepada Wajib Pajak orang pribadi atau Badan dalam hal Objek Pajak yang terkena bencana alam atau sebab-sebab lain yang luar biasa. Bencana alam adalah gempa bumi, banjir, tanah longsor, gunung meletus dan sebagainya. Sedangkan sebab-sebab lain yang luar biasa adalah kebakaran, kekeringan, wabah penyakit, dan hama tanaman. Pasal 4 ayat (2) : Pengurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 angka 2 dapat diberikan sampai dengan 100% (seratus persen) dari besarnya pajak terutang. b. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 561/KMK.03/2004 tentang Pemberian Pengurangan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan, diatur antara lain : Pasal 1 huruf b angka 6 : Atas permohonan Wajib Pajak, dapat diberikan pengurangan BPHTB dalam hal kondisi Wajib Pajak yang ada hubungannya dengan sebab-sebab tertentu yaitu Wajib Pajak yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan yang tidak berfungsi lagi seperti semula disebabkan bencana alam atau sebab-sebab lainnya seperti kebakaran, banjir, tanah longsor, gempa bumi, gunung meletus, dan huru-hara yang terjadi dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak penandatanganan akta. Pasal 2 huruf d : Besar pengurangan BPHTB ditetapkan sebesar 50% (lima puluh persen) dari pajak yang terutang untuk Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a angka 6. 4. Berdasarkan hal-hal dan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, dengan ini diberikan penegasan sebagai berikut : a. Pajak Penghasilan 1) Bagi Wajib Pajak yang menjadi korban atau terkena dampak musibah gempa bumi Yogyakarta dan Jawa Tengah sehingga kegiatan ekonomisnya menurun bahkan hilang, maka dapat mengajukan permohonan untuk diberikan keringanan/pengurangan pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 25. 2) Sepanjang Wajib Pajak dapat membuktikan tidak akan terutang pajak akibat kerugian fiskal karena peristiwa di luar kemampuan (force majeur), maka Wajib Pajak yang bersangkutan dapat mengajukan permohonan pembebasan dari pemotongan dan atau pemungutan Pajak Penghasilan kepada Direktur Jenderal Pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. b. PBB dan BPHTB 1) Bagi Wajib Pajak yang terkena bencana alam gempa bumi Yogyakarta dan Jawa Tengah dapat mengajukan permohonan pengurangan PBB secara tertulis dalam Bahasa Indonesia kepada Kepala Kantor Pelayanan PBB yang menerbitkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) dengan mencantumkan besarnya persentase pengurangan yang dimohonkan. Permohonan pengurangan harus dilampiri SPPT dan Surat Keterangan dari Pemerintah Daerah setempat/instansi terkait. 2) Bagi Wajib Pajak yang terkena bencana alam gempa bumi Yogyakarta dan Jawa Tengah dapat mengajukan permohonan pengurangan BPHTB secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan PBB yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah dan/atau bangunan yang terkena bencana. Permohonan pengurangan harus dilampiri dengan : - Fotokopi lembar 1 SSB; - Fotokopi SPPT PBB untuk tahun terutangnya BPHTB; - Sertifikat Hak atas Tanah.Dokumen lain; - Surat Keterangan dari Pemerintah Daerah/Instansi terkait. Demikian penegasan kami harap maklum. Direktur Jenderal ttd. Darmin Nasution NIP 130605098 Tembusan : 1. Direktur PBB dan BPHTB; 2. Direktur Peraturan Perpajakan.
peraturan/sdp/226pj.422006.txt · Last modified: 2023/02/05 06:24 by 127.0.0.1