peraturan:sdp:219pj.3111996
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 15 Nopember 1996 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 219/PJ.311/1996 TENTANG PENGENAAN PAJAK BAGI KOPERASI PEGAWAI NEGERI SIPIL DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara tanggal 8 Juli 1996 perihal tersebut pada pokok surat di atas, dengan ini diberikan penjelasan sebagai berikut : I. Dasar pemikiran penetapan koperasi sebagai Subyek Pajak. 1. Berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1994 antara lain disebutkan bahwa yang menjadi Subjek Pajak adalah badan terdiri dari perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, firma, kongsi, koperasi, yayasan atau organisasi yang sejenis, lembaga, dana pensiun, dan bentuk badan usaha lainnya. 2. Sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1994 antara lain diatur bahwa yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun. 3. Dalam penjelasan ketentuan Pasal 4 ayat (1) tersebut di atas, antara lain disebutkan bahwa tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak merupakan ukuran terbaik mengenai kemampuan Wajib Pajak tersebut untuk ikut bersama-sama memikul biaya yang diperlukan pemerintah untuk kegiatan rutin dan pembangunan. Dengan demikian koperasi mempunyai kedudukan yang sama seperti BUMN, BUMD maupun Badan Usaha Milik swasta lainnya dalam ketentuan peraturan perpajakan. Sebagai Wajib Pajak PPh Badan, koperasi ikut bersama-sama memikul biaya yang diperlukan Pemerintah guna membiayai kegiatan-kegiatannya baik yang rutin maupun untuk pembangunan. Hal ini sejalan dengan arah dan tujuan perubahan Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan, yaitu menuju kemandirian pembangunan bangsa dalam pembiayaan negara dan pembiayaan pembangunan yang sumber utamanya berasal dari penerimaan pajak. II. Peranan Direktorat Jenderal Pajak dalam menunjang keberhasilan program pengembangan koperasi dalam kaitannya dengan Undang-undang dan ketentuan perpajakan. Walaupun koperasi mempunyai kewajiban perpajakan yang sama dengan wajib pajak badan lainnya, namun dalam ketentuan perpajakan terhadap koperasi masih diberikan beberapa pengecualian yang bersifat pembinaan, diantaranya adalah beberapa penghasilan koperasi yang tidak termasuk sebagai objek Pajak Penghasilan, sebagaimana diatur dalam : a. Pasal 4 ayat (3) huruf a Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1994. "Bantuan atau sumbangan yang diterima oleh Koperasi sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan." b. Pasal 4 ayat (3) huruf a Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1994 jo. Pasal 2 ayat (1) Kep.Menkeu Nomor : 604/KMK.04/1994 tanggal 21 Desember 1994 dan angka 4 SE-05/PJ.4/1994. "Harta hibahan yang diterima oleh koperasi sepanjang antara pemberi hibah dengan koperasi tersebut tidak ada hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan dengan syarat bahwa nilai aktiva (nilai kekayaan koperasi sebelum dikurangi dengan hutang) tidak termasuk tanah dan bangunan pada saat akan menerima hibah, tidak lebih dari Rp 600.000.000,-". c. Pasal 4 ayat (3) huruf f Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1994. "Penghasilan Koperasi berupa dividen atas bagian laba dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia." d. Sisa hasil Usaha yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya tidak dipotong pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1994. e. Pasal 1 Kep.MenKeu Nomor : 605/KMK.04/1994 tanggal 21 Desember 1994. "Bunga simpanan yang tidak melebihi Rp 144.000,- setiap bulannya sebagaimana ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya tidak dipotong PPh Pasal 23. III. Pemecahan masalah apabila terjadi perbedaan penghitungan pajak antara koperasi dengan aparat perpajakan. Ketentuan perpajakan memberikan keseimbangan antara hak dan kewajiban kepada Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Dalam hal koperasi menerima Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang jumlah pajak terhutangnya tidak sesuai dengan penghitungan menurut koperasi maka berdasarkan ketentuan Pasal 25 Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 TAHUN 1994 koperasi diberikan hak untuk mengajukan keberatan kepada Direktorat Jenderal Pajak. Apabila koperasi tidak sependapat dengan hasil keputusan keberatan, maka koperasi dalam jangka waktu tiga (3) bulan sejak keputusan keberatan diterima dapat mengajukan permohonan banding ke Majelis Pertimbangan Pajak. Hal ini diatur dalam Pasal 27 Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 TAHUN 1994. Demikian untuk dimaklumi. DIREKTUR JENDERAL PAJAK, ttd FUAD BAWAZIER
peraturan/sdp/219pj.3111996.txt · Last modified: 2023/02/05 06:13 by 127.0.0.1