peraturan:sdp:218pj.3222004
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 25 Februari 2004 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 218/PJ.322/2004 TENTANG PENGKREDITAN PPN MASUKAN DAN PPh PASAL 22 DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 3 Juli 2003 hal sebagaimana tersebut pada pokok surat, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut: 1. Dalam surat tersebut antara lain dijelaskan hal-hal sebagai berikut: a. Perusahaan saudara menggunakan jasa pengurusan kepabeanan dari PT ABC, sehubungan dengan impor bahan/barang dari luar negeri. Berhubung PT ABC belum memiliki ijin sebagai pengurus jasa kepabeanan, maka disubkontrakkan kepada perusahaan lain yaitu PT XYZ dan PT BCA. b. Perusahaan Saudara membayarkan tagihan dari PT ABC yang terdiri dari kewajiban Bea Masuk, PPh Pasal 22 dan PPN untuk Masa Pajak Tahun 2001 dan 2002 dan diteruskan PT ABC kepada PT XYZ dan PT BCA untuk dilunasi pembayarannya. Ternyata jumlah Bea Masuk, PPh Pasal 22 dan PPN yang disetorkan oleh PT XYZ dan PT BCA melalui Ditjen Bea dan Cukai tidak sebesar jumlah pajak dan bea masuk yang telah dikeluarkan oleh perusahaan Saudara (melalui PT ABC). c. Berdasarkan pemeriksaan dari Ditjen Bea dan Cukai, terdapat indikasi telah terjadi pemalsuan SSP (bukti pembayaran) oleh PT XYZ dan PT BCA seakan-akan mereka telah menyetorkan seluruh PPh, PPN dan Bea Masuk yang seharusnya terutang, padahal jumlah yang disetorkan melalui Ditjen Bea dan Cukai tidak sebesar itu. Untuk itu Ditjen Bea dan Cukai menagih kekurangan pembayaran dengan menerbitkan Surat Pemberitahuan Kekurangan Pembayaran Bea Masuk, Cukai, Denda Administrasi dan Pajak dalam rangka Impor (SPKPBM). d. Saudara dirugikan karena pemalsuan yang dilakukan oleh PT XYZ dan PT BCA dalam hal-hal sebagai berikut: - Sebagian uang yang akan digunakan untuk pembayaran Bea Masuk, PPh Pasal 22 dan PPN telah disalahgunakan untuk kepentingan PT XYZ dan PT BCA. - Saudara tidak dapat mengkreditkan SSP atas PPh Pasal 22 dan PPN yang terlanjur dibayar melalui PT ABC. - Saudara diwajibkan membayar kembali sebagian PPh Pasal 22, PPN dan Bea Masuk yang telah disalahgunakan berikut dendanya pada bulan Juni 2003. e. Selanjutnya Saudara mohon penegasan atas hal-hal sebagai berikut: - apakah pembayaran kembali PPN dan PPh Pasal 22 untuk Masa Pajak 2001 dan 2002 berdasarkan hasil pemeriksaan oleh Ditjen Bea dan Cukai dapat digunakan sebagai kredit pajak dalam SPT Masa PPN (untuk PPN) dan SPT Tahunan PPh Badan (untuk PPh Pasal 22) ? - Dalam SPT manakah Saudara dapat mengkreditkan PPN dan PPh Pasal 22 tersebut, apakah pada Tahun 2003 atau pada Tahun 2001 dan 2002 ? - Bagaimana mekanisme yang diperlukan agar pengkreditan tersebut dapat diwujudkan ? 2. Berdasarkan Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000, antara lain diatur sebagai berikut: a. Pasal 1 angka 13, Surat Setoran Pajak adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas negara melalui Kantor Pos dan atau bank badan usaha milik Negara atau bank badan usaha milik Daerah atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. b. Pasal 1 angka 14, Surat Ketetapan Pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Nihil. c. Pasal 8 ayat (1), Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkan Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sesudah berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan. d. Pasal 8 ayat (2), dalam hal Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, maka kepadanya dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak saat penyampaian Surat Pemberitahuan berakhir sampai dengan tanggal pembayaran karena pembetulan Surat Pemberitahuan itu. 3. Berdasarkan Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000, antara lain diatur sebagai berikut: a. Pasal 20 ayat (1), pajak yang diperkirakan akan terutang dalam suatu tahun pajak, dilunasi oleh Wajib Pajak dalam tahun pajak berjalan melalui pemotongan dan pemungutan pajak oleh pihak lain, serta pembayaran pajak oleh Wajib Pajak sendiri. b. Pasal 20 ayat (3), pelunasan pajak merupakan angsuran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang boleh dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan, kecuali untuk penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final. c. Pasal 28 ayat (1) huruf b, bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, pajak yang terutang dikurangi dengan kredit pajak yang bersangkutan, berupa antara lain pemungutan pajak atas penghasilan dari kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22. 4. Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 TAHUN 2000, antara lain diatur sebagai berikut: a. Pasal 1 angka 24, Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan atau penerimaan Jasa Kena Pajak dan atau pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar daerah Pabean dan atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan atau impor Barang Kena Pajak. b. Pasal 4 huruf b, Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas impor Barang Kena Pajak. c. Pasal 9 ayat (2), Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk Masa Pajak yang sama. d. Pasal 9 ayat (8), Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan bagi pengeluaran-pengeluaran untuk: 1) perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak; 2) perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha; 3) perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor sedan, jeep, station wagon, van, dan kombi kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan; 4) pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak; 5) perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang bukti pungutannya berupa Faktur Pajak Sederhana; 6) perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5); 7) pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6); 8) perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak; 9) perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN, yang diketemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan. e. Pasal 9 ayat (9), Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan. Dalam memori penjelasannya dijelaskan bahwa dalam hal jangka waktu 3 (tiga) bulan telah terlampaui, pengkreditan Pajak Masukan dapat dilakukan melalui pembetulan Surat Pemberitahuan Masa PPN yang bersangkutan, sepanjang Pajak Masukan tersebut belum dibebankan sebagai biaya dan terhadap Pengusaha Kena Pajak belum dilakukan pemeriksaan. 5. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, serta memperhatikan isi surat Saudara pada butir satu, dengan ini ditegaskan sebagai berikut: a. Pajak Penghasilan (PPh) 1) Bukti pemungutan/pemotongan/penyetoran pajak tahun berjalan, termasuk PPh Pasal 22, yang dapat dikreditkan adalah bukti pemungutan/pemotongan/penyetoran yang sah dan telah diterima pembayarannya di kas negara. 2) Pengkreditan dilakukan untuk tahun pajak diterima/diperolehnya penghasilan yang dikenakan pemungutan/pemotongan pajak. Dalam hal PPh Pasal 22 yang telah dibayar dalam tahun 2003 sesuai hasil pemeriksaan Ditjen Bea dan Cukai, dapat diperhitungkan sebagai kredit pajak dalam SPT Tahunan PPh Badan Tahun Pajak 2001 dan atau 2002 (atas pokok pajaknya saja) sepanjang penghasilannya telah dilaporkan dalam SPT Tahunan tahun pajak tersebut, dengan melalui prosedur pembetulan SPT Tahunan PPh Badan selama belum melewati jangka waktu 2 tahun sesudah berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan dan sepanjang belum dilakukan pemeriksaan pajak. Dengan demikian SPT Tahunan PPh Badan untuk Tahun Pajak 2001, dapat dilakukan pembetulan paling lambat dalam tahun 2003, dan untuk Tahun Pajak 2002, dapat dilakukan pembetulan paling lambat dalam Tahun 2004. 3) Dalam hal akibat pembetulan SPT Tahunan Badan terdapat kekurangan bayar, maka atas kekurangan tersebut dikenakan sanksi administrasi sebesar 2% dari kekurangan bayar dihitung sejak saat penyampaian SPT berakhir sampai dengan tanggal pembayaran karena pembetulan SPT tersebut. b. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 1) SPKPBM yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai bukan merupakan Surat Ketetapan Pajak, sehingga atas pembayaran PPN Impor (Pajak Masukan) tidak termasuk sanksi administrasi untuk Masa Pajak Tahun 2001 dan 2002 yang ditagih dengan SPKPBM tersebut dapat dikreditkan, sepanjang pembayaran PPN Impor tersebut tidak termasuk dalam pembayaran (pengeluaran) yang Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) UU PPN. 2) Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan. 3) Dalam hal jangka waktu 3 (tiga) bulan telah terlampaui, pengkreditan Pajak Masukan dapat dilakukan melalui pembetulan SPT Masa PPN yang bersangkutan dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sesudah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan, sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan. Demikian untuk dimaklumi. A.n. DIREKTUR JENDERAL DIREKTUR, ttd SURJOTAMTOMO SOEDIRDJO
peraturan/sdp/218pj.3222004.txt · Last modified: 2023/02/05 06:05 by 127.0.0.1