peraturan:sdp:217pj.3122004
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 20 Februari 2004 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 217/PJ.312/2004 TENTANG PENEGASAN TENTANG PENGAKUAN KERUGIAN INVESTASI DI BANK YANG MELAKUKAN PENGGABUNGAN USAHA DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 5 Nopember 2003 perihal Permohonan Penegasan tentang Pengakuan Kerugian Investasi di Bank yang Melakukan Penggabungan Usaha, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut: 1. Dalam surat tersebut Saudara mengemukakan permasalahan bahwa: a. Sejak tahun 1994 sampai dengan tahun 2002 PT ABC memiliki penyertaan saham pada PT Bank XYZ; b. Pada tahun 1998 terjadi krisis ekonomi yang berdampak pada industri perbankan dimana banyak bank-bank yang mengalami kerugian sehingga pemerintah melakukan restrukturisasi terhadap bank-bank yang mengalami kerugian tersebut. Salah satu proses restrukturisasi yang dilakukan pemerintah adalah dengan melakukan penggabungan usaha (merger) beberapa bank untuk kemudian menghasilkan suatu bank yang lebih solid dan sehat; c. Pada tahun 2002, PT Bank XYZ melakukan penggabungan usaha dengan beberapa bank (PT Bank AAA, PT Bank BBB, PT Bank CCC dan PT Bank DDD) dengan PT Bank AAA sebagai surviving entity yang kemudian berganti nama menjadi PT Bank EEE; d. Pada saat penggabungan usaha, PT ABC selaku eks pemegang saham PT Bank XYZ memperoleh saham baru (pengganti) dari PT Bank EEE dengan nilai pasar yang jauh di bawah nilai investasi semula yang dilakukan pada PT Bank XYZ. Atas hal tersebut, PT ABC mencatat kerugian investasi; e. Saudara berpendapat bahwa kerugian yang dialami PT. ABC tersebut, merupakan kerugian yang dapat dibebankan secara fiskal pada tahun pajak terjadinya transaksi pengalihan saham pada tahun pajak 2002; f. Saudara mohon penegasan apakah pendapat tersebut telah sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku. 2. Berdasarkan Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000 antara lain diatur bahwa: a. Pasal 4 ayat (1) huruf d : Yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk antara lain keuntungan karena penjualan atau pengalihan harta. b. Pasal 6 ayat (1) huruf d : Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan; c. Pasal 10 ayat (3) : Nilai perolehan atau pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar, kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan. 3. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 422/KMK.04/1998 tentang Penggunaan Nilai Buku Atas Pengalihan Harta Dalam Rangka Penggabungan, Peleburan, Atau Pemekaran Usaha sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 211/KMK.03/2003, antara lain diatur: a. Pasal 2 : Wajib Pajak dapat menggunakan nilai buku dalam rangka penggabungan atau peleburan usaha; b. Pasal 5 ayat (1) : Wajib Pajak yang menerima pengalihan harta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3 mencatat nilai perolehan harta tersebut sesuai dengan nilai sisa buku yang tercantum dalam pembukuan pihak atau pihak-pihak yang mengalihkan. 4. Dalam angka 16 huruf a Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-21/PJ.42/1999 tentang Penggunaan Nilai Buku Atas Pengalihan Harta Dalam Rangka Penggabungan, Peleburan, Atau Pemekaran Usaha, ditegaskan bahwa apabila pemegang saham dari badan usaha lama yang melakukan pengalihan harta menerima sejumlah saham baru dari badan usaha yang menerima pengalihan harta sebagai pengganti saham lama, maka atas penerimaan saham baru tersebut tidak terutang Pajak Penghasilan dan nilai perolehan saham baru dicatat sebesar nilai saham lama. 5. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, dengan ini diberikan penegasan sebagai berikut: a. Pada prinsipnya Undang-undang Pajak Penghasilan menganut konsep pengakuan penghasilan dan biaya, serta pengakuan keuntungan dan kerugian, berdasarkan realisasi; b. Dalam hal pengalihan harta dalam rangka penggabungan usaha (merger) telah mendapat persetujuan Menteri Keuangan untuk menggunakan nilai buku, maka jumlah nilai perolehan saham baru harus dicatat sebesar jumlah nilai perolehan saham lama. Dalam hal ini tidak terdapat keuntungan atau kerugian pengalihan/penukaran saham lama (tax neutral). Namun sebaliknya dalam hal pengalihan harta tidak menggunakan nilai buku, maka jumlah nilai perolehan saham baru harus dicatat sebesar jumlah nilai pasar saham lama pada saat pengalihan. Dalam hal ini dapat terjadi keuntungan atau kerugian pengalihan/penukaran saham lama; c. Namun apabila dalam kenyataannya saham lama dialihkan/ditukar dengan saham baru yang jumlah nilai perolehannya lebih rendah dari jumlah nilai perolehan saham lama, maka dalam hal ini selisihnya merupakan kerugian yang secara fiskal dapat diakui sebagai kerugian investasi, sepanjang penetapan nilai baru tersebut bersifat pasti yang dikuatkan secara hukum dengan akte notaris. Demikian penegasan kami harap maklum. A.n. DIREKTUR JENDERAL DIREKTUR ttd SURJOTAMTOMO SOEDIRDJO
peraturan/sdp/217pj.3122004.txt · Last modified: 2023/02/05 20:53 by 127.0.0.1