User Tools

Site Tools


peraturan:sdp:213pj.3132005
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                   14 Maret 2005

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                        NOMOR S - 213/PJ.313/2005

                            TENTANG

                PENERAPAN PPh PASAL 23 UNDANG-UNDANG PPh

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 29 Nopember 2004 perihal tersebut di atas, dengan ini 
disampaikan hal-hal sebagai berikut :

1.  Dalam surat tersebut pada intinya Saudara mengemukakan bahwa :
    a.  PT XYZ adalah bank umum yang didirikan pada tanggal 6 April 1957, dimana kegiatan/jenis 
        usahanya di atur dalam Pasal 6 dan 7 Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang 
        Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 (Undang-
        Undang Perbankan);
    b.  Dengan dicabutnya ijin usaha PT XYZ maka PT XYZ tidak boleh lagi beroperasi atau 
        melakukan kegiatan usaha sebagai bank umum. Meskipun demikian, keberadaan badan 
        hukum bank tetap ada dan PT XYZ tetap tunduk kepada Undang-Undang Perbankan, dan 
        masih dapat melakukan perbuatan hukum yang diperlukan dalam rangka membereskan 
        kekayaan dalam proses likuidasi yang diwakili oleh Tim Likuidasi PT XYZ;
    c.  Sehubungan dengan masalah tersebut, Saudara memohon penegasan bahwa PT XYZ tidak 
        terutang PPh Pasal 23 atas penghasilan bunga deposito yang diperoleh atau diterimanya.

2.  Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah 
    diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 TAHUN 2000, antara lain diatur bahwa :
    a.  Pasal 2 ayat (3) huruf b, yang dimaksud dengan Subjek Pajak dalam negeri antara lain adalah 
        badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia;
    b.  Pasal 2A ayat (2), kewajiban pajak subjektif badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 
        ayat (3) huruf b dimulai pada saat badan tersebut didirikan atau bertempat kedudukan di 
        Indonesia dan berakhir pada saat dibubarkan atau tidak lagi bertempat kedudukan di 
        Indonesia;
    c.  Pasal 4 ayat (2), atas penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan-tabungan lainnya, 
        penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan dari 
        pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan serta penghasilan tertentu lainnya, 
        pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
    d.  Pasal 23 ayat (1) atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk 
        apapun yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak badan dalam 
        negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri 
        lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak 
        yang wajib membayarkan :
        1)  sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto atas : 
            a)  dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;
            b)  bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f;
            c)  royalti;
            d)  hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan 
                sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf e;
        2)  sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto dan bersifat final atas bunga 
            simpanan yang dibayarkan oleh koperasi;
        3)  sebesar 15% (lima belas persen) dari perkiraan penghasilan neto atas :
            a)  sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
            b)  imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, 
                jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak 
                Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.
    e.  Pasal 23 ayat (4), pemotongan pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dilakukan 
        antara lain atas penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank;
    f.  Pasal 25 ayat (7), penghitungan besarnya angsuran pajak bagi Wajib Pajak baru, bank, Badan 
        Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Wajib Pajak tertentu lainnya termasuk 
        Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan.

3.  Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 1999 tentang Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran, dan 
    Likuidasi Bank, antara lain diatur bahwa :
    a.  Pasal 19 ayat (2), dalam hal neraca akhir likuidasi telah disetujui Bank Indonesia, dan Rapat 
        Umum Pemegang Saham telah menerima pertanggungjawaban Tim Likuidasi maka Rapat 
        Umum Pemegang Saham :
        1)  meminta Tim Likuidasi :
            -   mengumumkan berakhirnya likuidasi dan perseroan dengan menempatkan 
                dalam Berita Negara Republik Indonesia dan dalam surat kabar harian yang 
                mempunyai peredaran luas;
            -   memberitahukan kepada instansi yang berwenang;
            -   memberitahukan kepada Departemen Perindustrian dan Perdagangan agar 
                nama badan hukum bank tersebut dicoret dari daftar perusahaan;
        2)  membubarkan Tim Likuidasi;
    b.  Pasal 21, status badan hukum bank yang dilikuidasi hapus sejak tanggal pengumuman 
        berakhirnya likuidasi dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam 
        Pasal 19 ayat (2) dan Pasal 20 ayat (2).

4.  Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 131 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan atas Bunga 
    Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia, antara lain diatur bahwa :
    a.  Pasal 1 ayat (1), atas penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan serta diskonto 
        Sertifikat Bank Indonesia dipotong Pajak Penghasilan yang bersifat final;
    b.  Pasal 3 ayat (1) huruf b, pemotongan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 tidak 
        dilakukan terhadap bunga dan diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang didirikan di 
        Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia.

5.  Dalam surat Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia 
    Nomor XXX tanggal 28 Pebruari 2005 ditegaskan bahwa PT XYZ setelah dicabut ijin usahanya masih 
    diperlakukan sama dengan bank umum yang tunduk pada peraturan perundang-undangan di bidang 
    perbankan serta peraturan lainnya dengan status Bank Dalam Likuidasi dan bukan merupakan 
    perusahaan biasa (dalam likuidasi).

6.  Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, dengan ini ditegaskan bahwa :
    a.  Meskipun izin usaha PT XYZ telah dicabut dan diharuskan untuk dilikuidasi, selama proses 
        likuidasi tersebut belum selesai, PT XYZ tetap berstatus sebagai badan hukum bank sampai 
        dengan tanggal diumumkan berakhirnya likuidasi;
    b.  Status PT XYZ dalam administrasi Direktorat Jenderal Pajak tetap merupakan Wajib Pajak 
        bank, sehingga tetap tunduk pada peraturan perpajakan yang berlaku bagi Wajib Pajak bank 
        dan tetap harus melaksanakan kewajibannya sampai dengan proses likuidasi tersebut selesai 
        dan NPWP PT XYZ dicabut;
    c.  Dengan demikian, atas penghasilan bunga deposito yang diterima atau diperoleh oleh PT XYZ 
        tidak terutang Pajak Penghasilan dan tidak dipotong Pajak Penghasilan yang bersifat final. 
        Namun demikian, penghasilan tersebut harus dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh badan dan 
        dikenakan pajak berdasarkan Pasal 17 UU PPh pada tahun diterimanya atau diperolehnya 
        penghasilan tersebut.

Demikian penegasan kami harap maklum.




A.n. DIREKTUR JENDERAL
DIREKTUR,

ttd.

HERRY SUMARDJITO
peraturan/sdp/213pj.3132005.txt · Last modified: 2023/02/05 21:05 by 127.0.0.1