User Tools

Site Tools


peraturan:sdp:2133pj.512000
                  DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                              9 Nopember 2000

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                        NOMOR S - 2133/PJ.51/2000

                             TENTANG

                 PERLAKUAN PPN DITANGGUNG PEMERINTAH ATAS 
                  PERUBAHAN STATUS TAKSI MENJADI KENDARAAN PRIBADI

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK
 
Sehubungan dengan surat Saudara nomor xxxxx tanggal 6 September 2000 hal sebagaimana tersebut pada 
pokok surat, dengan ini diberitahukan hal-hal sebagai berikut : 

1.  Dalam surat tersebut dikemukakan bahwa :  
    a.  PT. TDN mengajukan permintaan kembali (restitusi) kelebihan setoran PPN atas Jasa Luar 
        Negeri sehubungan dengan kontrak antara PT. TDN dengan Hughes Aircraft System 
        International, Los Angeles No. K.TEL.16/HK.910/NET.00/96 tanggal 5 Desember 1996 untuk 
        pengadaan MCS Enhancement Project yang terdiri dari pengadaan barang dan jasa perakitan 
        yang dilakukan di dalam negeri maupun di luar negeri. 
    b.      Atas impor equipment dari Hughes, Los Angeles, dan atas jasa perakitan, baik yang dilakukan 
        di dalam negeri maupun di luar negeri berdasarkan kontrak tersebut, PT. TDN telah 
        memungut dan menyetorkan PPN yang terutang ke KPP Bandung Cibeunying, masing-masing 
        atas impor equipment PPN disetor sebesar Rp. 5.476.597.875,00 dan atas jasa perakitan baik 
        yang dilakukan di dalam negeri maupun di luar negeri sebesar Rp 4.120.978.672,77 (atas 
        pemanfaatan BKP tidak berwujud atau JKP yang pembayarannya dilakukan sebelum 
        pemanfaatan, PT. TDN telah memungut dan menyetorkan PPN terutang pada saat pembayaran 
        penggantian dilakukan). 
    c.  Berdasarkan hasil pemeriksaan khusus (Laporan Hasil Audit) oleh Direktorat Jenderal Bea dan 
        Cukai (DJBC) atas proyek MCS Enhancement tersebut, DJBC menagih PPN Jasa Luar Negeri 
        melalui 2 (dua) SPK PBM dengan nilai tagihan PPN masing-masing sebesar Rp. 
        2.910.815.078.00 dan Rp. 977.091.112,00 serta telah dibayar pada tanggal 15 dan 21 April 
        1999. 
    d.  Dalam surat nomor S-329/WPJ.07/KP. 1407/2000 tanggal 19 Juni 2000, dengan mengacu pada 
        Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-48/PJ.3/1988 tanggal 31 Desember 1988, 
        dinyatakan bahwa atas PT. TDN masih berlaku ketentuan tidak boleh melaporkan Pajak 
        Masukan pada SPT Masa PPN dan tidak membuat Daftar Pajak Masukan. Oleh karena itu 
        seluruh pembayaran PPN atas pembelian ataupun impor BKP, pemanfaatan JKP dari dalam 
        maupun dari luar negeri diminta agar dibebankan sebagai biaya atau dikapitalisasi dalam 
        Laporan Keuangan.
    e.  Terhadap surat pada huruf d di atas, PT. TDN menyatakan tidak setuju apabila dibebankan 
        sebagai biaya atau dikapitalisasi, dengan alasan bahwa PT. Telah melakukan 2 (dua) kali 
        pembayaran PPN atas objek yang sama.
    f.  Berkenaan dengan perbedaan pendapat tersebut, Saudara mohon petunjuk pemecahan.

2.  Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang PPN Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang 
    Mewah (PPn BM) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 TAHUN 1994, antara lain 
    mengatur bahwa :
    a.  Pasal 4 huruf b menyatakan bahwa PPN dikenakan atas impor Barang Kena Pajak (BKP).
    b.  Pasal 4 huruf c menyatakan bahwa PPN juga dikenakan atas penyerahan Jasa Kena Pajak 
        (JKP) yang dilakukan di dalam Daerah Pabean oleh Pengusaha.
    c.  Pasal 4 huruf c menyatakan bahwa PPN juga dikenakan atas pemanfaatan JKP dan luar Daerah 
        Pabean di dalam Daerah Pabean.
    d.  Pasal 11 ayat (1) menyatakan bahwa terutangnya pajak terjadi pada saat penyerahan BKP/
        JKP atau pada saat impor BKP atau pada saat lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
    e.  Pasal 11 ayat (2) menyatakan bahwa dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan 
        BKP/JKP, saat terutangnya pajak adalah pada saat pembayaran.
    f.  Pasal 11 ayat (3) menyatakan bahwa atas pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah 
        Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf d, dan pemanfaatan JKP dari luar Daerah 
        Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf e, pajak terutang pada saat BKP/JKP 
        tersebut mulai dimanfaatkan di dalam Daerah Pabean.
    g.      Pasal 11 ayat (5) menyatakan bahwa dalam hal pembayaran dilakukan sebelum dimulainya 
        pemanfaatan BKP tidak berwujud atau JKP sebagaimana dimaksud pada ayat (3), saat 
        terutangnya pajak adalah pada saat pembayaran.

3.  Peraturan Pemerintah Nomor 50 TAHUN 1994 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan 
    Pemerintah Nomor 59 TAHUN 1999, antara lain mengatur bahwa :
    a.  Pasal 28 ayat (3) menyatakan bahwa dalam hal terjadi kesalahan pemungutan pajak dan 
        pajak yang salah dipungut tersebut telah dilaporkan, maka Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang 
        memungut pajak tersebut tidak dapat meminta kembali pajak yang salah dipungut.
    b.  Pasal 28 ayat (4) menyatakan bahwa pajak yang salah dipungut sebagaimana dimaksud dalam 
        ayat (3) dapat diminta kembali oleh pihak yang terpungut, sepanjang belum dikreditkan atau 
        belum dibebankan sebagai biaya.

4.  Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-48/PJ.3/1988 tanggal 31 Desember 1988 hal 
    Pengenaan PPN atas Penyerahan Jasa Telekomunikasi, butir 6 menyatakan bahwa PT. T dan PT. I 
    serta perusahaan lainnya yang melakukan penyerahan jasa telekomunikasi sepanjang belum 
    melakukan penyesuaian tarif sehubungan dengan pengenaan PPN atas jasa telekomunikasi tidak boleh 
    melaporkan Pajak Masukan pada Surat Pemberitahuan Masa (SPT Masa) PPN. Dengan demikian juga 
    tidak membuat Daftar Pajak Masukan.

5.  Berdasarkan ketentuan di atas pada butir 2 sampai dengan butir 4, serta memperhatikan isi surat 
    Saudara pada butir 1 di atas, maka sepanjang dapat dibuktikan bahwa PPN yang ditagih oleh 
    Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan kemudian dibayar oleh PT. TDN adalah atas objek PPN yang 
    telah dibayar sebelumnya, yakni pada saat impor BKP atau pemanfaatan jasa perakitan dari luar 
    Daerah Pabean dan di dalam Daerah Pabean, atau pada saat pembayaran di muka, maka atas PPN 
    yang telah dibayar 2 (dua) kali tersebut dapat diminta kembali oleh PT. TDN sebagai pihak yang 
    terpungut, hanya sebesar jumlah yang salah dipungut.

Demikian untuk dimaklumi. 




A.n. Direktur Jenderal 
Direktur PPN dan PTLL 

ttd.

Moch. Soebakir
NIP. 060020875


Tembusan :
1.  Direktur Jenderal Pajak
2.  Direktur Peraturan Perpajakan
3.  Kepala Kantor Wilayah VII DJP Jawa Barat
4.  Direktur PT. TDN
peraturan/sdp/2133pj.512000.txt · Last modified: 2023/02/05 18:11 by 127.0.0.1