User Tools

Site Tools


peraturan:sdp:212pj.321999
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                     23 Juni 1999

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                         NOMOR S - 212/PJ.32/1999

                            TENTANG

                  PAJAK-PAJAK YANG TERUTANG ATAS PEMBELIAN BARANG

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara melalui faximile dan pembicaraan melalui telepon tanggal 8 Maret 1999 
perihal seperti tersebut pada pokok surat, sepanjang mengenai pajak-pajak wewenang Direktorat Jenderal 
Pajak dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut : 

I.  Dalam surat Saudara di jelaskan bahwa, Saudara mohon penjelasan Pajak-pajak yang terutang untuk 
    pembelian barang-barang di bawah ini :
    1.  Vehicle
    2   Alcohol and Wine
    3   Property (Residence and Office)
    4   Telephone and Utilities Bill
    5   TV Licence
    6   Stamp Duty

    dimana untuk Kedutaan Besar Asing atas barang-barang tersebut dibebaskan.

    Sesuai penjelasan melalui telepon, Saudara mohon penjelasan pajak-pajak apa saja yang terutang 
    apabila barang-barang tersebut diatas dibeli oleh bukan perwakilan negara asing berserta para 
    pejabatnya yang bertugas di Indonesia.

II  Pajak-pajak yang terutang wewenang Direktorat Jenderal Pajak atas perolehan/penyerahan Barang 
    Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak tersebut adalah sebagai berikut :

    1.  Vehicle
        a.  Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
            Pajak Pertambahan Nilai atas Kendaraan Bermotor adalah sebagai berikut :
            1). Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 Tentang Pajak 
                Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah 
                sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 TAHUN 1994 :
                -   Pasal 4 huruf a : Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas 
                    penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang 
                    dilakukan oleh Pengusaha.
                -   Pasal 7 ayat (1) : Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10% 
                    (sepuluh persen).
            2). Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut, Pajak Pertambahan Nilai yang 
                terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak berupa Kendaraan Bermotor 
                dikenakan tarif sebesar 10% (sepuluh persen) dari harga jual.

        b.  Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
            Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Kendaraan Bermotor adalah sebagai 
            berikut :
            1). Sesuai Pasal 1 dan Pasal 2 Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 
                272/KMK.04/1995 tanggal 28 Juni 1995 tentang Macam dan Jenis Kendaraan 
                Bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah 
                sebagai berikut :
                a). Pasal 1 ayat (1) : Atas impor semua jenis kendaraan bermotor 
                    beroda dua dengan motor penggerak yang isi silindernya 250cc atau 
                    kurang, dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif 
                    20% (dua puluh persen).

                b). Pasal 1 ayat (2) : Atas impor dan atas penyerahan di dalam Daerah 
                    pabean kendaraan bermotor beroda dua yang dibuat di dalam negeri 
                    dengan motor penggerak yang isi silindernya lebih dari 250cc 
                    dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif 35% 
                    (tiga puluh lima persen).

                c). Pasal 2 ayat (1) : Atas penyerahan di dalam Daerah Pabean 
                    kendaraan bermotor beroda empat jenis sedan dan station wagon 
                    dengan motor penggerak yang isi silindernya 1600cc atau kurang 
                    dan jip, yang dibuat di dalam negeri dengan kandungan lokal lebih 
                    dari 60% (enam puluh persen) dikenakan Pajak Penjualan atas 
                    Barang Mewah dengan tarif 20% (dua puluh persen).

                d). Pasal 2 ayat (2) : Atas penyerahan di dalam Daerah Pabean 
                    kendaraan bermotor jenis sedan, station wagon, dan jip, selain yang 
                    termasuk dalam ayat (c), mobil balap dan caravan, yang dibuat di 
                    dalam negeri, dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan 
                    tarif 35% (tiga puluh lima persen).

                e). Pasal 2 ayat (3) : Atas impor dan atas penyerahan di dalam Daerah 
                    Pabean kendaraan bermotor beroda empat yang dibuat di dalam 
                    negeri jenis kombi, minibus, van, dan pickup, yang menggunakan 
                    bahan bakar bensin, dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah 
                    dengan tarif 20% (dua puluh persen).

                f). Pasal 2 ayat (4) : Atas impor dan atas penyerahan di dalam Daerah 
                    Pabean kendaraan bermotor beroda empat yang dibuat didalam 
                    negeri jenis kombi, minibus, van, dan pick up, yang menggunakan 
                    bahan bakar solar, dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah 
                    dengan tarif 25% (dua puluh lima persen).

                g). Pasal 2 ayat (5) : Atas impor kendaraan bermotor jenis bus 
                    dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif 35% 
                    (tiga puluh lima persen).

                h). Pasal 2 ayat (6) : Atas impor kendaraan bermotor jenis station 
                    wagon, jip, mobil balap, dan caravan dikenakan Pajak Penjualan atas 
                    Barang Mewah dengan tarif 35% (tiga puluh lima persen).

                i). Pasal 2 ayat (7) : Atas penyerahan di dalam Daerah Pabean 
                    kendaraan bermotor jenis sedan asal impor dalam keadaan 
                    terpasang oleh Agen Tunggal Pemegang Merk (ATPM), dikenakan 
                    Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif 35% (tiga puluh 
                    lima persen).

                j). Pasal 2 ayat (8) : Atas impor kendaraan jenis sedan oleh bukan 
                    Agen Tunggal Pemegang Merk, dikenakan Pajak Penjualan atas 
                    Barang Mewah dengan tarif 35% (tiga puluh lima persen).

2.  Alcohol and Wine

    a.  Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
        Pajak Pertambahan Nilai atas alkohol dan anggur adalah sebagai berikut :
        1). Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai 
            Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah 
            dengan Undang-undang Nomor 11 TAHUN 1994 :
            -   Pasal 4 huruf a : Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Barang 
                Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha.
            -   Pasal 7 ayat (1) : Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10% (sepuluh 
                persen).

        2). Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut, Pajak Pertambahan Nilai yang terutang 
            atas penyerahan Barang Kena Pajak berupa Alkohol dan Anggur dikenakan tarif 
            sebesar 10% (sepuluh persen) dari harga jual.

    b.  Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
        Sesuai Lampiran III huruf a Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 644/KMK.04/1994 tanggal 
        29 Desember 1994, daftar barang mewah selain Kendaraan Bermotor yang atas penyerahan 
        dan impornya dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 35% 
        (tiga puluh lima persen), kelompok minuman yang mengandung alkohol adalah :
        1). Bir terbuat dari malti.
        2). Anggur dari buah anggur segar, termasuk anggur yang diperkuat, air buah anggur, 
            selain air buah yang dimaksud dalam Lampiran I Nomor urut b.1 Keputusan Menteri 
            Keuangan Nomor : 274/KMK.04/1995 tanggal 28 Juni 1995 yaitu air jeruk, air 
            grapefruit, air buah jeruk lainnya, air nenas, air tomat, air buah anggur, air apel, 
            air buah lainnya, air sayuran, campuran air buah atau campuran air sayuran.
        3). Vermout dan anggur lainnya dari buah anggur segar yang dibubuhi dengan zat nabati 
            atau aroma.
        4). Barang minuman ragian lainnya (misalnya anggur buah apel, anggur buah pier, 
            anggur madu dan anggur beras).
        5). Etil alkohol yang tidak didenaturasi dengan kadar alkohol berdasarkan isi kurang dari 
            80%; minuman keras, sopi manis dan minuman keras lainnya; olahan campuran 
            beralkohol dari suatu jenis yang digunakan untuk pembuatan minuman.

3.  Property (Residence and Office)

    a.  Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
        Pajak Pertambahan Nilai atas Properti adalah sebagai berikut :
        1). Tanah dan Bangunan
            Sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-55/PJ.3/1985 tanggal 
            20 Agustus 1985 dinyatakan bahwa Dasar Pengenaan Pajak atas penyerahan 
            bangunan yang dilakukan oleh real estat/industrial estat didasarkan pada harga jual 
            bagunan dikurangi dengan faktor pengurang sebesar 20% X harga jual tanah. Dengan 
            demikian Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas penyerahan tanah dan 
            bangunan adalah 10% X (harga jual tanah dan bangunan dikurangi faktor pengurang 
            20% X harga jual tanah).

        2). Tanah Matang (Tanah Siap Bangun)
            Sesuai dengan Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor : S-1376/PJ.3/1986 tanggal 
            16 Mei 1986, Dasar Pengenaan Pajak atas penjualan tanah matang (tanah siap 
            bangun) adalah harga jual tanah dikurangi 20% dikalikan harga tanah tersebut atau 
            sebesar 80% X harga jual tanah. Dengan demikian Pajak Pertambahan Nilai yang 
            terutang atas penjualan tanah matang (tanah siap bangun) adalah 10% X 80% X 
            harga jual tanah.

    b.  Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
        Sesuai Lampiran I huruf f Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 274/KMK.04/1995 tanggal 
        28 Juni 1995, daftar Barang Kena Pajak yang tergolong mewah selain Kendaraan Bermotor 
        yang atas penyerahan dan impornya dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan 
        tarif sebesar 10% (sepuluh persen), kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, 
        apartemen, kondominium, town house dan sejenisnya adalah :
        1). Rumah, yang luas seluruhnya 400m2 atau lebih, atau rumah yang menggunakan 
            listrik dengan daya labih dari 6600 watt.
        2). Apartemen, kondominium, town house, dan sejenisnya.

        Catatan :
        PPn BM atas kelompok hunian mewah dihitung dengan cara :
        -   10% X harga jual rumah, atau
        -   10% X 50% X harga jual rumah dan tanah.

    c.  Pajak Penghasilan (PPh)
        Pajak Penghasilan atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan atau Bangunan atas 
        Properti berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 48 TAHUN 1994 Tentang Pembayaran Pajak 
        Penghasilan atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan atau Bangunan 
        sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 TAHUN 1996 adalah 
        sebagai berikut :

        -   Pasal 1 :
            Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari 
            pengalihan hak atas tanah dan bangunan wajib dibayar Pajak Penghasilan.

        -   Pasal 4 ayat (1) :
            -   Besarnya Pajak Penghasilan yang wajib dibayar sendiri oleh orang pribadi 
                dan badan atau yang dipotong atau dipungut oleh Bendaharawan atau 
                pejabat yang berwenang sehubungan dengan pengalihan hak atas tanah dan 
                atau bangunan adalah 5% (lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan 
                tersebut.
            -   Bagi Wajib Pajak badan yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak 
                atas tanah dan atau bangunan, besarnya Pajak Penghasilan yang wajib 
                dibayar sendiri adalah 2% (dua persen) untuk pengalihan rumah sederhana, 
                rumah sangat sederhana, dan rumah susun sederhana, dan sebesar 5% 
                (lima persen) untuk pengalihan lainnya.

        -   Pasal 8 ayat (1) :
            Bagi Wajib Pajak orang pribadi, yayasan atau organisasi yang sejenis, dan Wajib 
            Pajak badan yang usaha pokoknya melakukan transaksi pengalihan hak atas tanah 
            dan atau bangunan apabila melakukan pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan 
            dalam kegiatan usaha pokoknya, pembayaran Pajak Penghasilan sebagaimana 
            dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) bersifat final.

            Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 48 TAHUN 1994 tentang pembayaran Pajak 
            Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan Bangunan 
            sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 TAHUN 1996 lebih 
            lanjut ditegaskan dalam Surat Edaran No : SE-04/PJ.33/1996 tanggal 26 Agustus 1996 
            tentang pembayaran PPh atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan atau 
            bangunan.

    d.  Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (Undang-undang Nomor 21 TAHUN 1997 tentang 
        Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan)
        d.1.    Berdasarkan Pasal 3 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 21 TAHUN 1997 tentang 
            Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (UU BPTHB) bahwa objek pajak yang 
            tidak dikenakan BPHTB adalah objek pajak yang diperoleh perwakilan diplomatik, 
            konsulat berdasarkan azas perlakuan timbal balik.

        d.2.    Apabila tidak ada perlakuan azas timbal balik, maka objek pajak sebagaimana 
            dimaksud Pasal 3 ayat (1) huruf a UU BPHTB terutang BPHTB dengan mengacu pada 
            ketentuan Undang-undang BPHTB, adalah sebagai berikut :
            -   Pasal 2 ayat (1) :  Yang menjadi objek pajak adalah perolehan hak 
                            atas tanah dan atau bangunan.
            -   Pasal 4 ayat (1) :  Yang menjadi Subyek Pajak adalah orang pribadi 
                            atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan 
                            atau bangunan.
            -   Pasal 5         :   Tarif pajak ditetapkan sebesar 5% (limapersen)
            -   Pasal 6 ayat (1)    :   Dasar Pengenaan Pajak adalah Nilai Perolehan 
                            Objek Pajak (NPOP)
            -   Pasal 7 ayat (1) :  Nilai Perolehan Obyek Pajak Tidak Kena Pajak
                            (NPOPTKP) ditetapkan sebesar Rp 30.000.000,00 
                            (tiga puluh juta rupiah).
            -   Pasal 8 ayat (1) :  Nilai Perolehan Obyek Pajak Kena Pajak (NPOPKP) 
                            adalah Nilai Perolehan Obyek Pajak (NPOP) 
                            dikurangi dengan Nilai Perolehan Obyek Pajak Tidak 
                            Kena Pajak (NPOPTKP)
            -   Pasal 8 ayat (2) :  Besarnya pajak yang terutang dihitung dengan cara 
                            mengalihkan tarif pajak dengan Nilai Perolehan 
                            Obyek Pajak Kena Pajak (NPOPKP).

            Contoh :
            Wajib Pajak A membeli tanah dan bangunan dengan :

            Nilai Perolehan Obyek Pajak             Rp 600.000.000,00
            Nilai Perolehan Obyek Pajak Tidak Kena Pajak        Rp   30.000.000,00 (-)
                                        _______________
            Nilai Perolehan Obyek Pajak Kena Pajak          Rp 570.000.000,00
            Pajak yang terutang : 5% X Rp 570.000.000,00 = Rp 28.500.000,00

    e.  Pajak Bumi Dan Bangunan (Undang-undang Nomor 12 TAHUN 1985 tentang Pajak Bumi dan 
        Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 12 TAHUN 1994)
        e.1.    Berdasarkan Pasal 3 ayat (1) huruf d Undang-undang Nomor 12 TAHUN 1985 tentang 
            Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 
            12 TAHUN 1994 (UU PBB) bahwa objek pajak yang tidak dikenakan Pajak Bumi dan 
            Bangunan adalah objek pajak digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat 
            berdasarkan azas timbal balik.

        e.2.    Apabila tidak ada azas perlakuan timbal balik maka objek pajak sebagaimana 
            dimaksud Pasal 3 ayat (1) huruf d UU PBB terutang PBB dengan mengacu pada 
            ketentuan UU PBB adalah sebagai berikut :
            -   Pasal 2 ayat (1) :  Yang menjadi objek pajak adalah bumi dan atau 
                            bangunan.
            -   Pasal 3 ayat (3) :  Besarnya Nilai Jual Obyek Pajak Tidak Kena Pajak 
                            (NJOPTKP) ditetapkan sebesar Rp 8.000.000,00 
                            (delapan juta rupiah) untuk setiap Wajib Pajak.
            -   Pasal 4 ayat (1) :  Yang menjadi Subyek Pajak adalah orang atau 
                            badan yang secara nyata mempunyai suatu hak 
                            atas bumi, dan atau memperoleh manfaat atas 
                            bumi, dan atau memperoleh manfaat atas 
                            bangunan.
            -   Pasal 5         :   Tarif pajak yang dikenakan atas obyek pajak adalah 
                            sebesar 0,5% (lima persepuluh persen)
            -   Pasal 6 ayat (1) :  Dasar Pengenaan Pajak adalah Nilai Jual Obyek 
                            Pajak (NJOP).
            -   Pasal 6 ayat (3)    :   Dasar Penghitungan Pajak adalah Nilai Jual Kena 
                            Pajak yang ditetapkan serendah-rendahnya 20% 
                            (dua puluh persen) dan setinggi-tingginya 100%  
                            (seratus persen).
            -   Pasal 6 ayat (4) :  Besarnya persentase Nilai Jual Kena Pajak 
                            sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) ditetapkan 
                            dengan Peraturan Pemerintah dengan 
                            memperhatikan kondisi ekonomi nasional.
            -   Pasal 1 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 74 TAHUN 1998 : Besarnya Nilai 
                Jual Kena Pajak sebagai dasar penghitungan pajak yang terutang 
                sebagaimana dimaksud Pasal 6 ayat (3) UU PBB adalah sebesar 20% (dua 
                puluh persen) untuk objek pajak lainnya.
            -   Pasal 7         :   Besarnya pajak yang terutang dihitung dengan cara 
                            mengalihkan tarif pajak dengan Nilai Jual Kena 
                            Pajak.

            Contoh :
            Nilai Jual Obyek Pajak Bumi         Rp 500.000.000,00
            Nilai Jual Obyek Pajak Bangunan         Rp 300.000.000,00 (+)
                                    ________________
            Nilai Jual Obyek Pajak sebagai DPP      Rp 800.000.000,00
            Nilai Jual Obyek Pajak Tidak Kena Pajak     Rp   8.000.000,00 (-)
                                    ________________
            Nilai Jual Obyek Pajak Kena Pajak       Rp 792.000.000,00
    
            Besarnya Nilai Jual Kena Pajak sebagai dasar perhitungan pajak yang terutang : 
            20% X Rp 792.000.000,00 = Rp 158.400.000,00
            Besar pajak yang terutang : 0,5% X Rp 158.400.000,00 = Rp 792.000,00

4.  Telephone and Utilities Bill

    Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
    Sesuai penjelasan Saudara melalui telepon yang dimaksud Telephone and Utilities Bill adalah tagihan 
    jasa telepon, maka Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas jasa telepon tersebut adalah sebagai 
    berikut :

    a). Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang 
        dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-
        undang Nomor 11 TAHUN 1994 :
        -   Pasal 4 huruf c : Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Jasa Kena 
            Pajak yang dilakukan di dalam Daerah Pabean oleh Pengusaha.
        -   Pasal 7 ayat (1) : Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10% (sepuluh persen).

    b). Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut, Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas 
        penyerahan Jasa Kena Pajak berupa jasa telepon dikenakan tarif sebesar 10% (sepuluh 
        persen) dari biaya abonemen dan beban pemakaian.

5.  TV Licence
    Sesuai penjelasan Saudara melalui telepon yang dimaksud TV Licence adalah Iuran Televisi, Iuran 
    Televisi bagi pemilik Televisi dikelola oleh Yayasan TVRI (Departemen Penerangan) tidak termasuk 
    wewenang Direktorat Jenderal Pajak.

6.  Stamp Duty
    Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 TAHUN 1995 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai 
    sebagaimana diatur dalam :
    -   Pasal 1 :
        Dokumen yang dikenakan Bea Meterai berdasarkan Undang-undang Nomor 13 TAHUN 1985 
        adalah dokumen yang berbentuk :
        a.  Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan 
            sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan bersifat 
            perdata;
        b.  Akta-akta notaris termasuk salinannya;
        c.  Akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) termasuk rangkap-
            rangkapnya;
        d.  Surat yang memuat jumlah uang lebih dari Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) :
            1). Yang menyebutkan penerimaan uang;
            2). Yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening 
                di Bank;
            3). Yang  berisi pemberitahuan saldo rekening di Bank;
            4). Yang berisi pengakuan bahwa hutang uang seluruhnya atau sebagiannya 
                telah dilunasi atau diperhitungkan;
        e.  Surat berharga seperti wesel, promes, dan aksep yang harga nominalnya lebih dari 
            Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah);
        f.  Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun sepanjang harga nominalnya lebih dari 
            Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah);
        g.  Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian dimuka pengadilan :
            1). Surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan;
            2). Surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea Meterai berdasarkan 
                tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain, 
                selain dari maksud semula.

    -   Pasal 2 ayat (1) :
        Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a, b, c, d, e, f, dan g dikenakan Bea 
        Meterai dengan tarif Rp 2.000,00 (dua ribu rupiah);

    -   Pasal 2 ayat (2) :
        Terhadap dokumen sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 huruf d, e, dan f yang mempunyai 
        harga nominal lebih dari Rp 250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) tetapi tidak lebih 
        dari Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), dikenakan Bea Meterai dengan tarif Rp 1.000,00 
        (seribu rupiah) dan apabila harga nominalnya tidak lebih dari Rp 250.000,00 (dua ratus lima 
        puluh ribu rupiah) tidak terutang Bea Meterai.

    -   Pasal 3 :
        Tarif Bea Meterai atas cek dan bilyet giro ditetapkan sebesar Rp 1.000,00 (seribu rupiah), 
        tanpa batas pengenaan besarnya harga nominal.

Demikian untuk dimaklumi.




A.n. DIREKTUR JENDERAL PAJAK
DIREKTUR PERATURAN PERPAJAKAN

ttd

IGN MAYUN WINANGUN
peraturan/sdp/212pj.321999.txt · Last modified: 2023/02/05 18:13 by 127.0.0.1