peraturan:sdp:212pj.321999
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 23 Juni 1999 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 212/PJ.32/1999 TENTANG PAJAK-PAJAK YANG TERUTANG ATAS PEMBELIAN BARANG DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara melalui faximile dan pembicaraan melalui telepon tanggal 8 Maret 1999 perihal seperti tersebut pada pokok surat, sepanjang mengenai pajak-pajak wewenang Direktorat Jenderal Pajak dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut : I. Dalam surat Saudara di jelaskan bahwa, Saudara mohon penjelasan Pajak-pajak yang terutang untuk pembelian barang-barang di bawah ini : 1. Vehicle 2 Alcohol and Wine 3 Property (Residence and Office) 4 Telephone and Utilities Bill 5 TV Licence 6 Stamp Duty dimana untuk Kedutaan Besar Asing atas barang-barang tersebut dibebaskan. Sesuai penjelasan melalui telepon, Saudara mohon penjelasan pajak-pajak apa saja yang terutang apabila barang-barang tersebut diatas dibeli oleh bukan perwakilan negara asing berserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia. II Pajak-pajak yang terutang wewenang Direktorat Jenderal Pajak atas perolehan/penyerahan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak tersebut adalah sebagai berikut : 1. Vehicle a. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pajak Pertambahan Nilai atas Kendaraan Bermotor adalah sebagai berikut : 1). Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 TAHUN 1994 : - Pasal 4 huruf a : Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha. - Pasal 7 ayat (1) : Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10% (sepuluh persen). 2). Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut, Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak berupa Kendaraan Bermotor dikenakan tarif sebesar 10% (sepuluh persen) dari harga jual. b. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Kendaraan Bermotor adalah sebagai berikut : 1). Sesuai Pasal 1 dan Pasal 2 Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 272/KMK.04/1995 tanggal 28 Juni 1995 tentang Macam dan Jenis Kendaraan Bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah sebagai berikut : a). Pasal 1 ayat (1) : Atas impor semua jenis kendaraan bermotor beroda dua dengan motor penggerak yang isi silindernya 250cc atau kurang, dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif 20% (dua puluh persen). b). Pasal 1 ayat (2) : Atas impor dan atas penyerahan di dalam Daerah pabean kendaraan bermotor beroda dua yang dibuat di dalam negeri dengan motor penggerak yang isi silindernya lebih dari 250cc dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif 35% (tiga puluh lima persen). c). Pasal 2 ayat (1) : Atas penyerahan di dalam Daerah Pabean kendaraan bermotor beroda empat jenis sedan dan station wagon dengan motor penggerak yang isi silindernya 1600cc atau kurang dan jip, yang dibuat di dalam negeri dengan kandungan lokal lebih dari 60% (enam puluh persen) dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif 20% (dua puluh persen). d). Pasal 2 ayat (2) : Atas penyerahan di dalam Daerah Pabean kendaraan bermotor jenis sedan, station wagon, dan jip, selain yang termasuk dalam ayat (c), mobil balap dan caravan, yang dibuat di dalam negeri, dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif 35% (tiga puluh lima persen). e). Pasal 2 ayat (3) : Atas impor dan atas penyerahan di dalam Daerah Pabean kendaraan bermotor beroda empat yang dibuat di dalam negeri jenis kombi, minibus, van, dan pickup, yang menggunakan bahan bakar bensin, dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif 20% (dua puluh persen). f). Pasal 2 ayat (4) : Atas impor dan atas penyerahan di dalam Daerah Pabean kendaraan bermotor beroda empat yang dibuat didalam negeri jenis kombi, minibus, van, dan pick up, yang menggunakan bahan bakar solar, dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif 25% (dua puluh lima persen). g). Pasal 2 ayat (5) : Atas impor kendaraan bermotor jenis bus dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif 35% (tiga puluh lima persen). h). Pasal 2 ayat (6) : Atas impor kendaraan bermotor jenis station wagon, jip, mobil balap, dan caravan dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif 35% (tiga puluh lima persen). i). Pasal 2 ayat (7) : Atas penyerahan di dalam Daerah Pabean kendaraan bermotor jenis sedan asal impor dalam keadaan terpasang oleh Agen Tunggal Pemegang Merk (ATPM), dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif 35% (tiga puluh lima persen). j). Pasal 2 ayat (8) : Atas impor kendaraan jenis sedan oleh bukan Agen Tunggal Pemegang Merk, dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif 35% (tiga puluh lima persen). 2. Alcohol and Wine a. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pajak Pertambahan Nilai atas alkohol dan anggur adalah sebagai berikut : 1). Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 TAHUN 1994 : - Pasal 4 huruf a : Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha. - Pasal 7 ayat (1) : Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10% (sepuluh persen). 2). Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut, Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak berupa Alkohol dan Anggur dikenakan tarif sebesar 10% (sepuluh persen) dari harga jual. b. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) Sesuai Lampiran III huruf a Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 644/KMK.04/1994 tanggal 29 Desember 1994, daftar barang mewah selain Kendaraan Bermotor yang atas penyerahan dan impornya dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 35% (tiga puluh lima persen), kelompok minuman yang mengandung alkohol adalah : 1). Bir terbuat dari malti. 2). Anggur dari buah anggur segar, termasuk anggur yang diperkuat, air buah anggur, selain air buah yang dimaksud dalam Lampiran I Nomor urut b.1 Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 274/KMK.04/1995 tanggal 28 Juni 1995 yaitu air jeruk, air grapefruit, air buah jeruk lainnya, air nenas, air tomat, air buah anggur, air apel, air buah lainnya, air sayuran, campuran air buah atau campuran air sayuran. 3). Vermout dan anggur lainnya dari buah anggur segar yang dibubuhi dengan zat nabati atau aroma. 4). Barang minuman ragian lainnya (misalnya anggur buah apel, anggur buah pier, anggur madu dan anggur beras). 5). Etil alkohol yang tidak didenaturasi dengan kadar alkohol berdasarkan isi kurang dari 80%; minuman keras, sopi manis dan minuman keras lainnya; olahan campuran beralkohol dari suatu jenis yang digunakan untuk pembuatan minuman. 3. Property (Residence and Office) a. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pajak Pertambahan Nilai atas Properti adalah sebagai berikut : 1). Tanah dan Bangunan Sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-55/PJ.3/1985 tanggal 20 Agustus 1985 dinyatakan bahwa Dasar Pengenaan Pajak atas penyerahan bangunan yang dilakukan oleh real estat/industrial estat didasarkan pada harga jual bagunan dikurangi dengan faktor pengurang sebesar 20% X harga jual tanah. Dengan demikian Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas penyerahan tanah dan bangunan adalah 10% X (harga jual tanah dan bangunan dikurangi faktor pengurang 20% X harga jual tanah). 2). Tanah Matang (Tanah Siap Bangun) Sesuai dengan Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor : S-1376/PJ.3/1986 tanggal 16 Mei 1986, Dasar Pengenaan Pajak atas penjualan tanah matang (tanah siap bangun) adalah harga jual tanah dikurangi 20% dikalikan harga tanah tersebut atau sebesar 80% X harga jual tanah. Dengan demikian Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas penjualan tanah matang (tanah siap bangun) adalah 10% X 80% X harga jual tanah. b. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) Sesuai Lampiran I huruf f Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 274/KMK.04/1995 tanggal 28 Juni 1995, daftar Barang Kena Pajak yang tergolong mewah selain Kendaraan Bermotor yang atas penyerahan dan impornya dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 10% (sepuluh persen), kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, town house dan sejenisnya adalah : 1). Rumah, yang luas seluruhnya 400m2 atau lebih, atau rumah yang menggunakan listrik dengan daya labih dari 6600 watt. 2). Apartemen, kondominium, town house, dan sejenisnya. Catatan : PPn BM atas kelompok hunian mewah dihitung dengan cara : - 10% X harga jual rumah, atau - 10% X 50% X harga jual rumah dan tanah. c. Pajak Penghasilan (PPh) Pajak Penghasilan atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan atau Bangunan atas Properti berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 48 TAHUN 1994 Tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan atau Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 TAHUN 1996 adalah sebagai berikut : - Pasal 1 : Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari pengalihan hak atas tanah dan bangunan wajib dibayar Pajak Penghasilan. - Pasal 4 ayat (1) : - Besarnya Pajak Penghasilan yang wajib dibayar sendiri oleh orang pribadi dan badan atau yang dipotong atau dipungut oleh Bendaharawan atau pejabat yang berwenang sehubungan dengan pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan adalah 5% (lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan tersebut. - Bagi Wajib Pajak badan yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan, besarnya Pajak Penghasilan yang wajib dibayar sendiri adalah 2% (dua persen) untuk pengalihan rumah sederhana, rumah sangat sederhana, dan rumah susun sederhana, dan sebesar 5% (lima persen) untuk pengalihan lainnya. - Pasal 8 ayat (1) : Bagi Wajib Pajak orang pribadi, yayasan atau organisasi yang sejenis, dan Wajib Pajak badan yang usaha pokoknya melakukan transaksi pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan apabila melakukan pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan dalam kegiatan usaha pokoknya, pembayaran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) bersifat final. Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 48 TAHUN 1994 tentang pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 TAHUN 1996 lebih lanjut ditegaskan dalam Surat Edaran No : SE-04/PJ.33/1996 tanggal 26 Agustus 1996 tentang pembayaran PPh atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan. d. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (Undang-undang Nomor 21 TAHUN 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) d.1. Berdasarkan Pasal 3 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 21 TAHUN 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (UU BPTHB) bahwa objek pajak yang tidak dikenakan BPHTB adalah objek pajak yang diperoleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan azas perlakuan timbal balik. d.2. Apabila tidak ada perlakuan azas timbal balik, maka objek pajak sebagaimana dimaksud Pasal 3 ayat (1) huruf a UU BPHTB terutang BPHTB dengan mengacu pada ketentuan Undang-undang BPHTB, adalah sebagai berikut : - Pasal 2 ayat (1) : Yang menjadi objek pajak adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. - Pasal 4 ayat (1) : Yang menjadi Subyek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan. - Pasal 5 : Tarif pajak ditetapkan sebesar 5% (limapersen) - Pasal 6 ayat (1) : Dasar Pengenaan Pajak adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) - Pasal 7 ayat (1) : Nilai Perolehan Obyek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) ditetapkan sebesar Rp 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah). - Pasal 8 ayat (1) : Nilai Perolehan Obyek Pajak Kena Pajak (NPOPKP) adalah Nilai Perolehan Obyek Pajak (NPOP) dikurangi dengan Nilai Perolehan Obyek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) - Pasal 8 ayat (2) : Besarnya pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalihkan tarif pajak dengan Nilai Perolehan Obyek Pajak Kena Pajak (NPOPKP). Contoh : Wajib Pajak A membeli tanah dan bangunan dengan : Nilai Perolehan Obyek Pajak Rp 600.000.000,00 Nilai Perolehan Obyek Pajak Tidak Kena Pajak Rp 30.000.000,00 (-) _______________ Nilai Perolehan Obyek Pajak Kena Pajak Rp 570.000.000,00 Pajak yang terutang : 5% X Rp 570.000.000,00 = Rp 28.500.000,00 e. Pajak Bumi Dan Bangunan (Undang-undang Nomor 12 TAHUN 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 12 TAHUN 1994) e.1. Berdasarkan Pasal 3 ayat (1) huruf d Undang-undang Nomor 12 TAHUN 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 12 TAHUN 1994 (UU PBB) bahwa objek pajak yang tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan adalah objek pajak digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan azas timbal balik. e.2. Apabila tidak ada azas perlakuan timbal balik maka objek pajak sebagaimana dimaksud Pasal 3 ayat (1) huruf d UU PBB terutang PBB dengan mengacu pada ketentuan UU PBB adalah sebagai berikut : - Pasal 2 ayat (1) : Yang menjadi objek pajak adalah bumi dan atau bangunan. - Pasal 3 ayat (3) : Besarnya Nilai Jual Obyek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) ditetapkan sebesar Rp 8.000.000,00 (delapan juta rupiah) untuk setiap Wajib Pajak. - Pasal 4 ayat (1) : Yang menjadi Subyek Pajak adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau memperoleh manfaat atas bumi, dan atau memperoleh manfaat atas bangunan. - Pasal 5 : Tarif pajak yang dikenakan atas obyek pajak adalah sebesar 0,5% (lima persepuluh persen) - Pasal 6 ayat (1) : Dasar Pengenaan Pajak adalah Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP). - Pasal 6 ayat (3) : Dasar Penghitungan Pajak adalah Nilai Jual Kena Pajak yang ditetapkan serendah-rendahnya 20% (dua puluh persen) dan setinggi-tingginya 100% (seratus persen). - Pasal 6 ayat (4) : Besarnya persentase Nilai Jual Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan kondisi ekonomi nasional. - Pasal 1 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 74 TAHUN 1998 : Besarnya Nilai Jual Kena Pajak sebagai dasar penghitungan pajak yang terutang sebagaimana dimaksud Pasal 6 ayat (3) UU PBB adalah sebesar 20% (dua puluh persen) untuk objek pajak lainnya. - Pasal 7 : Besarnya pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalihkan tarif pajak dengan Nilai Jual Kena Pajak. Contoh : Nilai Jual Obyek Pajak Bumi Rp 500.000.000,00 Nilai Jual Obyek Pajak Bangunan Rp 300.000.000,00 (+) ________________ Nilai Jual Obyek Pajak sebagai DPP Rp 800.000.000,00 Nilai Jual Obyek Pajak Tidak Kena Pajak Rp 8.000.000,00 (-) ________________ Nilai Jual Obyek Pajak Kena Pajak Rp 792.000.000,00 Besarnya Nilai Jual Kena Pajak sebagai dasar perhitungan pajak yang terutang : 20% X Rp 792.000.000,00 = Rp 158.400.000,00 Besar pajak yang terutang : 0,5% X Rp 158.400.000,00 = Rp 792.000,00 4. Telephone and Utilities Bill Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Sesuai penjelasan Saudara melalui telepon yang dimaksud Telephone and Utilities Bill adalah tagihan jasa telepon, maka Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas jasa telepon tersebut adalah sebagai berikut : a). Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang- undang Nomor 11 TAHUN 1994 : - Pasal 4 huruf c : Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Jasa Kena Pajak yang dilakukan di dalam Daerah Pabean oleh Pengusaha. - Pasal 7 ayat (1) : Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10% (sepuluh persen). b). Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut, Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas penyerahan Jasa Kena Pajak berupa jasa telepon dikenakan tarif sebesar 10% (sepuluh persen) dari biaya abonemen dan beban pemakaian. 5. TV Licence Sesuai penjelasan Saudara melalui telepon yang dimaksud TV Licence adalah Iuran Televisi, Iuran Televisi bagi pemilik Televisi dikelola oleh Yayasan TVRI (Departemen Penerangan) tidak termasuk wewenang Direktorat Jenderal Pajak. 6. Stamp Duty Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 TAHUN 1995 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai sebagaimana diatur dalam : - Pasal 1 : Dokumen yang dikenakan Bea Meterai berdasarkan Undang-undang Nomor 13 TAHUN 1985 adalah dokumen yang berbentuk : a. Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan bersifat perdata; b. Akta-akta notaris termasuk salinannya; c. Akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) termasuk rangkap- rangkapnya; d. Surat yang memuat jumlah uang lebih dari Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) : 1). Yang menyebutkan penerimaan uang; 2). Yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening di Bank; 3). Yang berisi pemberitahuan saldo rekening di Bank; 4). Yang berisi pengakuan bahwa hutang uang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan; e. Surat berharga seperti wesel, promes, dan aksep yang harga nominalnya lebih dari Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah); f. Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun sepanjang harga nominalnya lebih dari Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah); g. Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian dimuka pengadilan : 1). Surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan; 2). Surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea Meterai berdasarkan tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain, selain dari maksud semula. - Pasal 2 ayat (1) : Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a, b, c, d, e, f, dan g dikenakan Bea Meterai dengan tarif Rp 2.000,00 (dua ribu rupiah); - Pasal 2 ayat (2) : Terhadap dokumen sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 huruf d, e, dan f yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp 250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) tetapi tidak lebih dari Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), dikenakan Bea Meterai dengan tarif Rp 1.000,00 (seribu rupiah) dan apabila harga nominalnya tidak lebih dari Rp 250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) tidak terutang Bea Meterai. - Pasal 3 : Tarif Bea Meterai atas cek dan bilyet giro ditetapkan sebesar Rp 1.000,00 (seribu rupiah), tanpa batas pengenaan besarnya harga nominal. Demikian untuk dimaklumi. A.n. DIREKTUR JENDERAL PAJAK DIREKTUR PERATURAN PERPAJAKAN ttd IGN MAYUN WINANGUN
peraturan/sdp/212pj.321999.txt · Last modified: 2023/02/05 18:13 by 127.0.0.1