User Tools

Site Tools


peraturan:sdp:212pj.3111996
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                            08 Nopember 1996

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                        NOMOR S - 212/PJ.311/1996

                            TENTANG

          PEMOTONGAN PPh PASAL 21 ATAS PEMBAYARAN JHT YANG DIBAYARKAN SEKALIGUS

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara tanggal 7 Oktober 1996 perihal tersebut pada pokok surat di atas, dengan 
ini diberikan penjelasan sebagai berikut :

1.  Dalam surat Saudara dikemukakan bahwa :

    -   PT XYZ (Persero) menerbitkan Surat Keputusan Nomor : KEP/30/0196 tanggal 19 Januari 1996 
        tentang pemotongan Pajak Penghasilan (PPh Pasal 21) atas pembayaran Jaminan Hari Tua 
        (JHT) yang dibayarkan sekaligus.

    -   Saudara berpendapat bahwa dana yang disetorkan/dikumpulkan untuk pembayaran JHT 
        setiap bulannya kepada pihak pengelola yaitu PT Jamsostek adalah merupakan bagian dari 
        gaji bulanan karyawan yang sebelumnya telah dikenakan pemotongan PPh Pasal 21, sehingga 
        menurut Saudara hal ini terjadi dua kali pengenaan pajak (Double tax).

    -   Sehubungan dengan uraian tersebut, Saudara mohon penjelasan tentang pengenaan PPh 
        Pasal 21 atas pembayaran JHT yang dibayarkan sekaligus.

2.  Berdasarkan ketentuan Pasal 5 ayat (1) huruf d Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : 
    KEP-02/PJ./1995 tanggal 9 Januari 1995 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan, Penyetoran, dan 
    Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan Pasal 26 Sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan 
    orang pribadi yang disempurnakan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : 
    KEP-30/PJ./1995 tanggal 31 Maret 1995, diatur bahwa penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah 
    uang tebusan pensiun, Tabungan Hari Tua, atau Tunjangan Hari Tua (THT), uang pesangon, dan 
    pembayaran lain yang sejenis.

3.  Berdasarkan ketentuan Pasal 7 huruf c Keputusan Dirjen Pajak sebagaimana tersebut pada butir 2, 
    dijelaskan bahwa tidak termasuk dalam pengertian penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah 
    iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri 
    Keuangan dan penyelenggara Taspen serta iuran Tabungan Hari Tua atau Tunjangan Hari Tua (THT) 
    kepada badan penyelenggara Taspen dan Jamsostek yang dibayar oleh pemberi kerja.

4.  Sesuai dengan ketentuan Pasal 8 huruf b Keputusan Dirjen Pajak sebagaimana tersebut pada butir 2, 
    dijelaskan bahwa untuk menentukan besarnya penghasilan neto pegawai tetap, maka penghasilan 
    bruto dikurangi dengan iuran yang terikat pada penghasilan bruto dikurangi dengan iuran yang terikat 
    pada gaji kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan dan 
    penyelenggara Taspen serta iuran Tabungan Hari Tua atau Tunjangan Hari Tua (THT) kepada badan 
    penyelenggara Taspen dan Jamsostek yang dibayar oleh pegawai.

5.  Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, dengan ini diberikan penjelasan bahwa iuran THT yang 
    Saudara kumpulkan dan setorkan ke PT Jamsostek yang dilakukan setiap bulannya tidak dipotong 
    PPh Pasal 21. Sebaliknya atas pembayaran Tunjangan Hari Tua (THT) yang dibayarkan sekaligus 
    kepada karyawan harus dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21. Dengan demikian pemotongan PPh 
    Pasal 21 atas pembayaran THT tidak dilakukan dua kali pengenaan.

6.  Sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 600/KMK.04/1995 tanggal 14 Desember 1995, 
    besarnya tarif pemotongan atas pembayaran Tunjangan Hari Tua (THT) yang dibayarkan sekaligus 
    sebagaimana dimaksud dalam angka 5 di atas adalah sebagai berikut :

    a.  10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto apabila penghasilan bruto tidak lebih dari 
        Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah);

    b.  15% (lima belas persen) dari jumlah bruto apabila penghasilan bruto lebih dari 
        Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah);

    c.  Dalam hal penghasilan bruto jumlahnya Rp 5.184.000,00 (lima juta seratus delapan puluh 
        empat ribu rupiah) atau kurang, dikecualikan dari pemotongan pajak.

Demikian untuk dimaklumi.




A.n. DIREKTUR JENDERAL PAJAK
Pjs. DIREKTUR PERATURAN PERPAJAKAN,

ttd

Drs. MOCH. SOEBAKIR
peraturan/sdp/212pj.3111996.txt · Last modified: 2023/02/05 18:13 by 127.0.0.1