peraturan:sdp:205pj.542001
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 27 Pebruari 2001 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 205/PJ.54/2001 TENTANG PERMOHONAN PENEGASAN ATAS RESTITUSI PPN DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXXXX tanggal 2 Agustus 2000 hal sebagaimana tersebut pada pokok surat, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut : 1. Dalam surat Saudara diinformasikan bahwa Saudara diberi kuasa oleh PT IM, untuk mohon penegasan restitusi PPN. PT IM sampai saat ini masih dalam tahap penyiapan infrastruktur untuk sarana telekomunikasi selular. Atas aktivitas tersebut perusahaan telah melakukan pembelian BKP dan pemanfaatan JKP yang terutang PPN. Dari kondisi tersebut Saudara mohon penegasan apakah atas kelebihan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dapat dimintakan restitusi sementara Perusahaan masih dalam tahap pra-operasi. 2. Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana beberapa kali telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 TAHUN 2000 antara lain mengatur : a. Pasal 9 ayat (2) bahwa Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk Masa Pajak yang sama. b. Pasal 9 ayat (2a) bahwa dalam hal belum ada Pajak Keluaran dalam suatu Masa Pajak, maka Pajak Masukan tetap dapat dikreditkan. c. Pasal 9 ayat (4) bahwa apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar dari pada Pajak Keluaran, maka selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dapat dimintakan kembali atau dikompensasikan pada Masa Pajak berikutnya. d. Penjelasan Pasal 9 ayat (8) huruf b diuraikan bahwa yang dimaksud dengan pengeluaran yang langsung berhubungan dengan kegiatan usaha adalah pengeluaran untuk kegiatan-kegiatan produksi, distribusi, pemasaran dan manajemen. 3. Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 50 TAHUN 1994 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 59 TAHUN 1999 diatur bahwa termasuk dalam pengertian Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang sejak semula bermaksud melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak. 4. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-48/PJ.3/1988 tanggal 31 Desember 1988 jo Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-1042/PJ.51/1991 tanggal 2 Agustus 1991 bahwa Perum Telekomunikasi dan PT (Persero) I serta pengusaha lainnya yang melakukan penyerahan jasa telekomunikasi tidak boleh melaporkan Pajak Masukan pada SPT Masa PPN selama pengusaha di bidang jasa telekomunikasi tersebut masih memasukkan PPN Pajak Masukan dalam penghitungan tarif pulsa sebagai unsur biaya, maka pengusaha di bidang Jasa Telekomunikasi belum diperbolehkan mengkreditkan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Undang-undang PPN 1984. 5. Berdasarkan ketentuan pada butir 2 dan memperhatikan isi surat Saudara pada butir 1, dengan ini ditegaskan hal-hal sebagai berikut : a. Apabila PT IM dapat membuktikan bahwa tarif pulsa atas penyerahan jasa telekomunikasi yang akan diterapkan tidak termasuk unsur Pajak Masukan maka PT IM dapat memperhitungkan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran pada SPT Masa PPN. b. Apabila SPT Masa PPN PT IM menunjukkan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar dari pada Pajak Keluaran, maka PT IM dapat memintakan kembali kelebihan Pajak Masukan tersebut atau mengkompensasikannya ke Masa Pajak berikutnya. Demikian untuk dimaklumi. Direktur ttd. I Made Gde Erata NIP. 060044249
peraturan/sdp/205pj.542001.txt · Last modified: 2023/02/05 06:23 by 127.0.0.1