User Tools

Site Tools


peraturan:sdp:205pj.3132005
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                   10 Maret 2005

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                        NOMOR S - 205/PJ.313/2005

                            TENTANG

                    TANGGAPAN ATAS MASALAH PERPAJAKAN 
        DALAM WORKING GROUP ON TRADE, INDUSTRY, AND INVESTMENT (WGTII)

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan Matriks Bahan Pertemuan WGTII tanggal 15-16 Maret 2005, dengan ini disampaikan hal-
hal sebagai berikut :

1.  Masalah yang terkait dengan bidang kerja Direktorat Jenderal Pajak yang tercantum dalam matriks 
    tersebut adalah sebagai berikut :
    a.  Issue Australia menanyakan tentang automotive Taxation.
    b.  Australia menanyakan ketentuan perpajakan bagi perusahaan asuransi yang membuka 
        perwakilannya di Indonesia atau bekerjasama dengan perusahaan Indonesia;
    c.  Australia meminta penjelasan perkembangan rancangan perubahan undang-undang 
        perpajakan;

    Ketentuan perpajakan atas produk Automotif.
    1.  Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 TAHUN 2000 tentang Perubahan kedua atas Undang-
        Undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak 
        Penjualan atas Barang Mewah, antara lain mengatur :
        a.  Pasal 5 ayat (1) : Disamping pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, 
            dikenakan juga Pajak Penjualan atas Barang Mewah terhadap :
            1)  penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong Mewah yang dilakukan oleh 
                pengusaha yang menghasilkan Barang Kena Pajak yang tergolong Mewah 
                tersebut di dalam Daerah Pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.
            2)  Impor Barang Kena Pajak yang tergolong Mewah.
        b.  Pasal 5 ayat (2) : Pajak Penjualan atas Barang Mewah dikenakan hanya satu kali 
            pada waktu penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong Mewah oleh Pengusaha 
            yang menghasilkan atau pada waktu impor.
        c.  Pasal 8 ayat (1) : Tariff Pajak penjualan atas barang Mewah adalah paling rendah 
            10% dan paling tinggi 75%
        d.  Pasal 8 ayat (2) : Atas ekspor Barang Kena Pajak yang tergolong Mewah dikenakan 
            Pajak dengan tariff 0% (nol persen).
        e.  Pasal 8 ayat (3) : Dengan Peraturan Pemerintah ditetapkan kelompok Barang Kena 
            Pajak yang tergolong Mewah yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah 
            dengan tariff sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
        f.  Pasal 8 ayat (4) : Jenis Barang yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah 
            atas Barang Kena Pajak yang tergolong Mewah sebagaimana dimaksud dalam ayat 
            (3) ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.

2.  Berdasarkan ketentuan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 145 TAHUN 2000 Tentang Kelompok 
    Barang Kena Pajak yang tergolong Mewah yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah 
    sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 TAHUN 2004, antara lain 
    diatur tentang Kelompok Barang Kena Pajak yang berupa kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak 
    Penjualan atas Barang Mewah berdasarkan kapasitas isi silinder, jenis (sedan atau bukan sedan) dan 
    peruntukannya.

3.  Keputusan Menteri Keuangan Nomor 355/KMK.03/2003 Tentang Jenis Kendaraan Bermotor yang 
    dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, antara lain mengatur dalam Pasal 5 tentang Jenis 
    Kendaraan Bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dimulai tariff 10% sampai 
    dengan 75% (Daftar terlampir).

4.  Berdasarkan ketentuan tersebut diatas dengan ini kami sampaikan sebagai berikut :
    a.  Atas impor dan penyerahan kendaraan bermotor disamping dikenakan Pajak Pertambahan 
        Nilai juga dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
    b.  Pajak Penjualan atas Barang Mewah tersebut dikenakan hanya satu kali pada waktu 
        penyerahan kendaraan bermotor oleh pabrikan atau pada waktu impor.
    c.  Perincian jenis kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas barang Mewah 
        beserta pengenaan tariff diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan, selanjutnya dasar 
        pengenaan tariff dan pengelompokkan jenis kendaraan bermotor selain melihat dari kapasitas 
        isi silinder, jenis kendaraan apakah termasuk sedan/station wagen atau selain sedan/station 
        wagen juga peruntukkannya.

Ketentuan Perpajakan bagi Perusahaan Asuransi Luar Negeri :

5.  Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana 
    telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 TAHUN 2000, antara lain diatur bahwa :
    a.  Pasal 2 ayat (2) dan penjelasannya, Subjek Pajak terdiri dari Subjek Pajak dalam negeri dan 
        Subjek Pajak Luar negeri. Subjek Pajak luar negeri sekaligus menjadi Wajib Pajak, 
        sehubungan dengan penghasilan yang diterima dari sumber penghasilan di Indonesia atau 
        diperoleh melalui bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia;
    b.  Pasal 2 ayat (5) huruf l, yang dimaksud dengan bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang 
        dipergunakan oleh pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia 
        tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) 
        bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, untuk 
        menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa agen atau 
        pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di 
        Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia;
    c.  Pasal 4 ayat (1) huruf n, yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan 
        kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal di 
        Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk 
        menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk 
        apapun, termasuk premi asuransi;
    d.  Pasal 26 ayat (2), atas penghasilan dari penjualan harta di Indonesia, kecuali yang diatur 
        dalam Pasal 4 ayat (2), yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri selain bentuk 
        usaha tetap di Indonesia, dan premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi 
        luar negeri, dipotong pajak 20% (dua puluh persen) dari perkiraan penghasilan neto.

6.  Berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda Indonesia-Australia antara lain diatur bahwa :
    a.  Article 5 paragraph 1, for the purpose of this agreement, the term "permanent establishment", 
        in relation to an enterprise, means a fixed place of business through which the business of the 
        enterprise is wholly or partly carried on;
    b.  Article 5 paragraph 2, the term "permanent establishment" includes, among others :
        1)  a place of management;
        2)  a branch; and
        3)  an office.
    c.  Article 22 paragraph 1, items of income of a resident of one of the Contracting States which 
        are not expressly mentioned in the foregoing Articles of this Agreement shall be taxable only 
        in that State;
    d.  Article 22 paragraph 2, however, any such income derived by a resident of one of the 
        Contracting States from sources in the other Contracting States may also be taxed in that 
        other State.

7.  Sesuai Keputusan Menteri Keuangan Nomor 624/KMK.04/1994 tentang Pemotongan Pajak Penghasilan 
    Pasal 26 atas Penghasilan Berupa Premi Asuransi dan Premi Reasuransi yang Dibayar Kepada 
    Perusahaan Asuransi di Luar Negeri, antara lain diatur bahwa :
    a.  Pasal 1, atas pembayaran premi asuransi dan premi reasuransi kepada perusahaan asuransi 
        di luar negeri dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 sebesar 20% (dua puluh 
        persen) dari perkiraan penghasilan neto;
    b.  Pasal 2, besarnya perkiraan penghasilan neto sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah 
        sebagai berikut :
        1)  atas premi dibayar tertanggung kepada perusahaan asuransi di luar negeri baik 
            secara langsung maupun melalui pialang, sebesar 50% (lima puluh persen) dari 
            jumlah premi yang dibayar;
        2)  atas premi yang dibayar oleh perusahaan asuransi yang berkedudukan di Indonesia 
            kepada perusahaan asuransi di luar negeri baik secara langsung maupun melalui 
            pialang, sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah premi yang dibayar;
        3)  atas premi yang dibayar oleh perusahaan reasuransi yang berkedudukan di Indonesia 
            kepada perusahaan asuransi di luar negeri baik secara langsung maupun melalui 
            pialang, sebesar 5% (lima persen) dari jumlah premi yang dibayar.

8.  Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, dengan ini kami berikan penegasan bahwa :
    a.  Dalam hal perusahaan asuransi bekerjasama dengan perusahaan Indonesia membentuk 
        perusahaan asuransi baru maka perusahaan tersebut merupakan Wajib Pajak dalam negeri 
        dan mengikuti ketentuan umum yang berlaku bagi perusahaan asuransi;
    b.  Dalam hal perusahaan asuransi di Australia menerima penghasilan berupa premi asuransi atau 
        premi reasuransi dari Indonesia, terutang dan wajib dipotong PPh Pasal 26 sesuai ketentuan 
        pada butir 4 di atas.

Rancangan Perubahan Undang-Undang Perpajakan.

Rancangan perubahan undang-undang perpajakan yang meliputi Perubahan Undang-Undang tentang Ketentuan 
Umum Perpajakan, Perubahan Undang-Undang Pajak Penghasilan, dan Perubahan Undang-Undang 
Pertambahan Nilai dan Penjualan Barang Mewah telah disampaikan kembali kepada Menteri Keuangan pada 
tanggal 28 Pebruari 2005;

Demikian penegasan kami harap maklum.




A.n. DIREKTUR JENDERAL
DIREKTUR,

ttd

HERRY SUMARDJITO
peraturan/sdp/205pj.3132005.txt · Last modified: 2023/02/05 18:18 by 127.0.0.1