User Tools

Site Tools


peraturan:sdp:19pj.3132000
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                 13 Januari 2000

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                         NOMOR S - 19/PJ.313/2000

                             TENTANG

PERLAKUAN PERPAJAKAN ATAS HUTANG YANG TIDAK DAPAT DILUNASI PADA SAAT LIKUIDASI PERUSAHAAN

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudari tanggal 8 Oktober 1999 perihal sebagaimana tersebut di atas, dengan ini 
dijelaskan hal-hal sebagai berikut :
1.  Dalam surat tersebut dijelaskan bahwa sehubungan dengan likuidasi PT. XYZ, NPWP : 
    X.XXX.XXX.X-XX (perusahaan PMA yang melakukan kontrak karya dengan Pemerintah RI), dinyatakan 
    perlakuan perpajakan terhadap hal-hal sebagai berikut :
    a.  Apakah hutang yang tidak dapat dilunasi pada saat proses likuidasi/pembubaran diperlakukan 
        sama dengan pembebasan hutang, walaupun tidak ada perjanjian dengan pihak kreditur 
        bahwa hutang tersebut dibebaskan ?
    b.  Apakah fiskus dapat menagih hutang pajak kepada perusahaan yang telah dilikuidasi 
        sedangkan pada saat penagihan dilakukan, perusahaan tidak lagi berstatus sebagai Wajib 
        Pajak ?

2.  Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan 
    sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 9 TAHUN 1994 antara lain mengatur 
    sebagai berikut :
    -   Pasal 20 :
        Jumlah pajak yang terutang berdasarkan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang 
        Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, 
        Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan banding yang menyebabkan pajak yang harus 
        dibayar bertambah, ditagih seketika dan sekaligus dalam hal pembubaran badan atau niat 
        untuk membubarkannya.

    -   Pasal 22 ayat (1) :
        Hak untuk melakukan penagihan pajak, termasuk bunga, denda, kenaikan dan biaya 
        penagihan, daluarsa setelah lampau waktu sepuluh tahun terhitung sejak saat terhutangnya 
        pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak yang 
        bersangkutan.

    -   Pasal 32 ayat (1) huruf b :
        Dalam menjalankan hak dan memenuhi kewajiban menurut ketentuan peraturan perundang-
        undangan perpajakan, Wajib Pajak diwakili dalam hal badan dalam pembubaran atau pailit 
        oleh orang atau badan yang dibebani untuk melakukan pemberesan; 

    -   Pasal 32 ayat (2) :
        Wakil sebagaimana dimaksud bertanggung jawab secara pribadi dan/atau secara renteng atas 
        pembayaran pajak yang terutang, kecuali apabila dapat membuktikan dan meyakinkan 
        Direktur Jenderal Pajak, bahwa mereka dalam kedudukannya benar-benar tidak mungkin 
        untuk dibebani tanggung jawab atas pajak yang terutang tersebut.

3.  Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir 
    dengan Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1994 antara lain mengatur sebagai berikut :
    -   Pasal 4 ayat (1) huruf k :
        Termasuk sebagai objek pajak penghasilan adalah keuntungan karena pembebasan utang.
    -   Pasal 6 ayat (1) huruf a :
        Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, 
        ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi antara lain dengan piutang yang 
        nyata-nyata tidak dapat ditagih.

4.  Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas antara lain mengatur :
    -   Pasal 114 huruf a   :   Perseroan bubar karena Keputusan RUPS.
    -   Pasal 115 ayat (3)  :   Perseroan bubar pada saat yang ditetapkan dalam keputusan 
                        RUPS.
    -   Pasal 115 ayat (4)  :   Pembubaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diikuti 
                        dengan likuidasi oleh likuidator.
    -   Pasal 119 ayat (1)  :   Dalam hal perseroan bubar, maka perseroan tidak dapat 
                        melakukan perbuatan hukum kecuali diperlukan untuk 
                        membereskan kekayaannya dalam proses likuidasi.
    -   Pasal 119 ayat (2)  :   Tindakan pemberesan sebagaimana dimaksud dalam ayat 
                        (1) meliputi :
                        a.  pencatatan dan pengumpulan kekayaan perseroan;
                        b.  penentuan tata cara pembagian kekayan;
                        c.  pembayaran kepada kreditor;
                        d.  pembayaran sisa kekayaan hasil likuidasi kepada 
                            pemegang saham; dan
                        e.  tindakan-tindakan lain yang perlu dilakukan dalam 
                            pemberesan kekayaan.
    -   Pasal 120 ayat (1)  :   Likuidator dari perseroan yang telah bubar wajib 
                        memberitahukan kepada semua kreditornya dengan surat 
                        tercatat mengenai bubarnya perseroan.
    -   Pasal 120 ayat (2)  :   Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) 
                        memuat :
                        a.  nama dan alamat likuidator;
                        b.  tata cara pengajuan tagihan; dan
                        c.  jangka mengajukan tagihan yang tidak boleh lebih 
                            dari 120 (seratus dua puluh) hari terhitung sejak 
                            surat pemberitahuan diterima.

5.  Berdasarkan uraian di atas dengan ini ditegaskan bahwa :
    a.  Dalam hal pembubaran perseroan telah memenuhi syarat yang diatur dalam Pasal 114 
        sampai dengan 124 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, maka 
        atas hutang yang belum terlunasi pada saat proses likuidasi tetap dianggap sebagai 
        penghasilan dari perseroan yang harus dikenakan pajak berdasarkan Pasal 4 ayat (1) huruf k 
        Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah 
        terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1994.

    b.  Sesuai ketentuan Pasal 119 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan 
        Terbatas jo. Pasal 32 ayat (1) huruf b dan ayat (2) Undang-undang Nomor     6 TAHUN 1983 
        tentang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir 
        dengan Undang-undang Nomor 9 TAHUN 1994, dalam rangka proses likuidasi perseroan 
        melakukan pemberesan yang antara lain adalah melakukan pembayaran kepada kreditor. 
        Dengan demikian salah satu kewajiban bagi likuidator dalam melakukan tindakan pemberesan 
        adalah melunasi utang pajaknya dan bertanggung jawab secara pribadi dan/atau secara 
        renteng atas pembayaran utang tersebut. Perlu dijelaskan bahwa Direktorat Jenderal Pajak 
        dapat melakukan tindakan penagihan pajak secara seketika dan sekaligus sebagaimana 
        disebutkan dalam butir 2 di atas.

    c.  Sesuai ketentuan yang diatur dalam Pasal 22 ayat (1) Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 
        tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir 
        dengan Undang-undang Nomor 9 TAHUN 1994 maka hak untuk menagih pajak masih dapat 
        dilakukan terhadap perusahaan yang telah dilikuidasi sepanjang kewajiban perpajakan belum 
        dilunasi dan belum lewat 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak terhutangnya pajak atau 
        berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak yang bersangkutan.

Demikian untuk dimaklumi.




A.n. DIREKTUR JENDERAL PAJAK
DIREKTUR

ttd

IGN MAYUN WINANGUN
peraturan/sdp/19pj.3132000.txt · Last modified: 2023/02/05 06:24 by 127.0.0.1