peraturan:sdp:1929pj.511996
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 9 Agustus 1996 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 1929/PJ.51/1996 TENTANG PETUNJUK PEMBETULAN FAKTUR PAJAK DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara tanggal 29 Juli 1996 perihal permohonan petunjuk pembetulan SPT PPn BM, dengan ini disampaikan penegasan sebagai berikut : 1. Pemenuhan suatu kewajiban perpajakan pada prinsipnya harus dilakukan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, sehingga dengan demikian : 1.1. Untuk mempertanggungjawabkan PPn BM yang terjadi kemudian, cukup dibuatkan Faktur Pajak yang memuat PPn BM-nya saja, karena peristiwa pertanggungjawaban PPn BM itu benar-benar terjadi kemudian, tidak pada waktu terjadinya peristiwa pertanggungjawaban Pajak Pertambahan Nilainya. 1.2. Tanggal yang harus dicantumkan pada Faktur Pajak yang memuat hanya PPn BM tersebut juga tanggal yang sebenarnya, yaitu tanggal terjadinya pembuatan Faktur Pajak tersebut. Demikian pula tanggal penyerahannya yang harus dicantumkan adalah tanggal terjadinya penyerahan yang PPn BM-nya akan dipertanggungjawabkan kemudian tersebut. Konsekuensi hukumnya adalah terjadinya kelambatan pembayaran PPn BM yang bersangkutan ke Kas Negara. 1.3. Oleh karena PT. XYZ adalah Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan barang mewah, maka dengan telah dibuatnya Faktur Pajak yang memuat penghitungan PPn BM yang terutang tersebut di atas, PT. XYZ wajib menyampaikan SPT Masa PPn BM sebagai lampiran dari SPT Masa PPN ke Kantor Pelayanan Pajak tempat PT. XYZ dikukuhkan. Lampiran SPT Masa PPN tersebut harus disampaikan untuk Masa Pajak terjadinya pembuatan Faktur Pajak untuk PPn BM. 2. Mengenai nomor Faktur Pajak yang harus digunakan, pemecahannya mengacu pada prinsip-prinsip pada SERI PPN 1 - 95 yaitu bahwa karena ketentuan mengenai syarat-syarat pembuatan Faktur Pajak merupakan ketentuan lanjutan yang bersifat substansial atas suatu penyerahan (butir 3.8.6 SERI PPN 1 - 95), maka nomor yang harus dipakai adalah nomor yang disediakan untuk penyerahan tersebut, sehingga dengan demikian nomor yang harus digunakan adalah nomor yang telah digunakan untuk mempertanggungjawabkan PPN-nya. Demikian agar Saudara maklum. A.N. DIREKTUR JENDERAL PAJAK DIREKTUR PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK TIDAK LANGSUNG LAINNYA ttd SAROYO ATMOSUDARMO
peraturan/sdp/1929pj.511996.txt · Last modified: by 127.0.0.1