peraturan:sdp:1910pj.5321996
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 6 Agustus 1996 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 1910/PJ.532/1996 TENTANG PPN ATAS JASA KEPELABUHANAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara tanggal 20 Juni 1996 perihal Surat Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 326/KMK.04/1996, dengan ini disampaikan penjelasan sebagai berikut : 1. Sesuai ketentuan Pasal angka 6 Keputusan Presiden RI Nomor 4 TAHUN 1996 tanggal 25 Januari 1996 jo. Pasal 5 ayat (2) Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 326/KMK.04/1996 tanggal 7 Mei 1996, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang terutang atas penyerahan jasa kepelabuhanan kepada kapal-kapal yang melakukan pengangkutan orang dan/atau barang baik antar pelabuhan di Indonesia maupun dalam jalur pelayaran internasional, berupa : a. jasa labuh, jasa tambat, jasa pandu, jasa tunda, dan jasa telepon kapal; b. jasa penumpukan barang dan jasa dermaga; c. jasa alat-alat yang terdiri dari kran darat, kran apung, forklift, head trunk, chasis, tongkang, Kapal Motor Penggandeng tipe B (BKMP), towing tractor, timbangan, dan pemadam kebakaran; d. jasa terminal yang terdiri dari stevedoring, cargodoring, receiving, delivery, dan overbrengen; e. jasa terminal peti kemas yang terdiri dari bongkar muat, gerakan kontainer, penumpukan, dan mekanis; f. jasa tanah bangunan yang terdiri dari sewa tanah dan bangunan; g. jasa rupa-rupa yang terdiri dari pas pelabuhan, retribusi kendaraan, dan telepon extension; ditanggung oleh Pemerintah, sepanjang Penggantian atas penyerahan jasa-jasa kepelabuhanan tersebut merupakan kewajiban perusahaan pelayaran. 2. Dalam surat Saudara dijelaskan bahwa PT. XYZ bergerak di bidang usaha bongkar muat barang di pelabuhan, yang antara lain terdiri dari stevedoring, cargodoring, delivery, dan overbrengen. Jasa-jasa sebagaimana dimaksud pada butir 1 huruf b sampai dengan huruf e tersebut di atas, tidak ada yang menjadi beban perusahaan pelayaran, akan tetapi menjadi beban pengirim/penerima barang, namun dibedakan dalam kondisi angkutnya, antara lain : a. Kondisi angkut All In : Semua jasa (pergudangan, bongkar muat, uang tambang muatan) dibayar oleh pengirim barang/penerima barang kepada perusahaan pelayaran. Perusahaan bongkar muat menagih jasa bongkar muat dan pergudangan kepada perusahaan pelayaran. b. Kondisi angkut FIOST : Pengirim/penerima barang membayar kepada perusahaan pelayaran hanya jasa uang tambang muatan, sedangkan jasa pergudangan/jasa bongkar muat dibayar kepada perusahaan bongkar muat. c. Kondisi angkut Liners Term : Pengirim/penerima barang membayar biaya cargodoring/receiving, sewa gudang kepada perusahaan bongkar muat, sedangkan biaya stevedoring dibayar oleh pemilik kapal (pengangkut). 3. Berdasarkan ketentuan tersebut pada butir 1 dan memperhatikan penjelasan pada butir 2, dengan ini dijelaskan bahwa atas penyerahan jasa-jasa kepelabuhanan oleh PT. XYZ kepada perusahaan pelayaran, PPN yang terutang ditanggung oleh Pemerintah, sepanjang memenuhi ketentuan tersebut pada butir 1 di atas, yaitu bahwa Penggantian atas penyerahan jasa-jasa tersebut merupakan kewajiban perusahaan pelayaran. Dalam hal Penggantian tersebut menjadi beban/kewajiban pengirim/penerima barang (PT. XYZ menagih pembayarannya kepada pengirim/penerima barang), maka atas penyerahan jasa-jasa kepelabuhanan tersebut terutang PPN. Demikian agar Saudara maklum. A.N. DIREKTUR JENDERAL PAJAK DIREKTUR PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK TIDAK LANGSUNG LAINNYA ttd SAROYO ATMOSUDARMO
peraturan/sdp/1910pj.5321996.txt · Last modified: 2023/02/05 05:54 by 127.0.0.1