User Tools

Site Tools


peraturan:sdp:183pj.422003
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                      3 April 2003

                            SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                         NOMOR S - 183/PJ.42/2003

                        TENTANG

                     PERLAKUAN PERPAJAKAN BAGI YAYASAN XYZ

                          DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan surat Saudara Nomor XXX tanggal 20 April 2002 perihal tersebut di atas, dengan ini disampaikan 
hal-hal sebagai berikut:

1.  Dalam surat Saudara antara lain dikemukakan bahwa:
    a.  Yayasan XYZ adalah yayasan yatim piatu yang bertujuan untuk memberdayakan anak yatim 
        piatu;
    b.  Dalam rangka melaksanakan misinya, yayasan bermaksud membeli sebidang tanah untuk 
        keperluan sentral kegiatan yatim piatu dengan segala aktivitasnya;
    c.  Yayasan mendapatkan dana untuk pembelian tanah tersebut dari sumbangan/amaliah umat 
        termasuk pemilik tanah;
    d.  Saudara mohon agar Yayasan XYZ dapat memperoleh pembebasan dari kewajiban 
        pembayaran pajak yang timbul dari jual beli tanah tersebut.

2.  Berdasarkan Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah 
    diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000, antara lain diatur:

    Pasal 2 ayat (1)
    Yang menjadi Subjek Pajak antara lain adalah badan. Dalam penjelasannya, yang dimaksud dengan 
    badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan satu kesatuan baik yang melakukan 
    usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi : perseroan terbatas, perseroan 
    komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dalam bentuk 
    apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi 
    massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan 
    bentuk badan lainnya.

    Pasal 4 ayat (1)
    Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang 
    diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, 
    yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, 
    dengan nama dan dalam bentuk apapun.

    Pasal 4 ayat (3)
    Penghasilan yang tidak termasuk sebagai Objek Pajak antara lain:
    a.  bantuan atau sumbangan;
    b.  harta hibahan yang diterima antara lain oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau 
        badan sosial,

    sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara 
    pihak-pihak yang bersangkutan.

3.  Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 48 TAHUN 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan 
    atas Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan sebagaimana telah diubah 
    terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 79 TAHUN 1999, antara lain diatur bahwa:

    Pasal 1
    Ayat (1)
    Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari pengalihan hak atas 
    tanah dan/atau bangunan wajib dibayar Pajak Penghasilan.

    Ayat (2)
    Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) antara lain 
    adalah penjualan, tukar menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak, penyerahan hak, 
    lelang, hibah, atau cara lain yang disepakati dengan pihak lain selain pemerintah.

    Pasal 4 ayat (1)
    Besarnya Pajak Penghasilan yang harus dibayar oleh orang pribadi atau badan yang menerima atau 
    memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah sebesar 5% 
    (lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.

    Pasal 5 huruf c
    Dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak Penghasilan atas pengalihan hak 
    atas tanah dan/atau bangunan bagi orang pribadi atau badan yang melakukan pengalihan tanah dan/
    atau bangunan sehubungan dengan hibah yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis 
    keturunan lurus satu derajat, dan kepada badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial, 
    sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau 
    penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.

4.  Berdasarkan Undang-undang Nomor 21 TAHUN 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan 
    Bangunan Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-undang Nomor 20 TAHUN 2000 (UU BPHTB), 
    antara lain diatur bahwa:

    Pasal 1
    Ayat (1), yang menjadi obyek pajak adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.

    Ayat (2), perolehan tanah atas tanah dan atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) 
    meliputi pemindahan hak antara lain karena jual beli.

    Pasal 3 ayat (1)
    Objek pajak yang tidak dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah objek pajak 
    yang diperoleh:
    a.  perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik;
    b.  negara untuk penyelenggaraan pemerintah dan atau untuk pelaksanaan pembangunan guna 
        kepentingan umum;
    c.  badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri 
        Keuangan dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain di luar 
        fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasi tersebut;
    d.  orang pribadi atau badan karena konversi hak atau karena perbuatan hukum lain dengan 
        tidak adanya perubahan nama;
    e.  orang pribadi atau badan karena wakaf;
    f.  orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah.

    Pasal 5
    Tarif pajak yang ditetapkan adalah sebesar 5% (lima persen).

    Pasal 6
    Dasar pengenaan pajak adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) yang antara lain dalam hal jual 
    beli adalah harga transaksi, namun demikian apabila NPOP tidak diketahui atau lebih rendah dari Nilai 
    Jual Objek Pajak (NJOP) yang digunakan dalam pengenaan PBB pada tahun terjadinya perolehan, 
    dasar pengenaan pajak yang dipakai adalah NJOP PBB.

5.  Berdasarkan Pasal 1 huruf c dan Pasal 2 huruf b Keputusan Menteri Keuangan Nomor 87/KMK.03/2002 
    tentang Pemberian Pengurangan BPHTB, dalam hal tanah dan atau bangunan digunakan untuk 
    kepentingan sosial atau pendidikan yang semata-mata tidak untuk mencari keuntungan antara lain 
    untuk panti asuhan, panti jompo, rumah yatim piatu, sekolah yang tidak ditujukan untuk mencari 
    keuntungan, rumah sakit swasta milik institusi pelayanan sosial masyarakat (IPSM), atas permohonan 
    Wajib Pajak dapat diberikan pengurangan BPHTB sebesar 50% dari yang seharusnya terutang.

6.  Berdasarkan butir 3 huruf j Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE - 339/PJ./2002 tentang 
    Penjelasan Peraturan Pemberian Pengurangan BPHTB, perolehan hak atas tanah dan atau bangunan 
    oleh Wajib Pajak Badan yang tujuan perolehannya digunakan untuk kepentingan sosial atau 
    pendidikan yang semata-mata tidak mencari keuntungan adalah perolehan hak atas tanah dan atau 
    bangunan oleh Wajib Pajak Badan yang tujuan perolehannya digunakan untuk kepentingan sosial atau 
    Pendidikan yang semata-mata tidak untuk mencari keuntungan, artinya penggunaan tanah dan atau 
    bangunan dimaksud diketahui dan dibuktikan dengan dokumen resmi pada saat terutang BPHTB.

7.  Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, dengan ini diberikan penegasan bahwa:
    a.  Yayasan XYZ merupakan Subjek Pajak, meskipun hanya bergerak di bidang sosial, budaya 
        dan kemanusiaan. Oleh karena itu harus terdaftar sebagai Wajib Pajak di Kantor Pelayanan 
        Pajak setempat;
    b.  Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh yayasan dengan nama atau dalam bentuk 
        apapun terutang Pajak Penghasilan, kecuali apabila yayasan hanya memperoleh penghasilan 
        atau dana semata-mata dari bantuan, sumbangan, atau hibah para sponsor dan donatur 
        sepanjang pemberian bantuan, sumbangan atau hibah tersebut tidak ada hubungannya 
        dengan usaha, pekerjaan, pemilikan atau penguasaan antara pihak yang memberi dengan 
        pihak yang menerima, maka atas penerimaan bantuan, sumbangan atau hibah tersebut tidak 
        terutang Pajak Penghasilan;
    c.  Atas transaksi pembelian tanah, Yayasan XYZ tidak terutang Pajak Penghasilan, namun 
        terutang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan tidak dapat diberikan 
        pembebasan. BPHTB harus sudah dilunasi dengan menggunakan Surat Setoran BPHTB (SSB) 
        pada saat akta jual beli dibuat dan ditandatangani oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris, 
        akan tetapi apabila di dalam Anggaran Dasar yayasan telah sesuai dengan yang ditentukan 
        dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan dan jelas-jelas ditegaskan 
        tujuan yayasan adalah untuk kepentingan sosial tertentu seperti dinyatakan dalam butir 5 dan 
        6 di atas, Yayasan dapat mengajukan permohonan pengurangan BPHTB kepada Kepala Kantor 
        Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang wilayahnya meliputi letak tanah dan bangunan 
        tersebut.

Demikian penegasan kami harap maklum.




A.n. DIREKTUR JENDERAL
DIREKTUR,

ttd

SUMIHAR PETRUS TAMBUNAN
peraturan/sdp/183pj.422003.txt · Last modified: 2023/02/05 06:13 by 127.0.0.1