User Tools

Site Tools


peraturan:sdp:179pj.532005
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                    8 Maret 2005

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                         NOMOR S - 179/PJ.53/2005

                            TENTANG

          PERLAKUAN PAJAK ATAS PROYEK PEMERINTAH YANG DIBIAYAI DENGAN PINJAMAN LUAR NEGERI 

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara Nomor: XXX tanggal 26 Mei 2004 hal Perlakuan Pajak atas Proyek 
Pemerintah yang dibiayai dengan pinjaman luar negeri, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut :

1.  Dalam surat tersebut Saudara mengemukakan bahwa PT. ABC memiliki kontrak dengan PT. PLN 
    (Persero) dengan nomor kontrak xxx untuk Pengadaan jaringan listrik 150 kV di Sulawesi. Proyek 
    didanai dengan pinjaman luar negeri (Export credit 1995/1996) dan anggaran PLN (GOI).  
    -   Total nilai kontrak (termasuk PPN) sesuai amandemen terakhir (A-04) adalah sebesar USD 
        29.315.000,- dan Rp 45.650.000.000,- 
    -   Nilai Phisik kontrak (tidak termasuk PPN) adalah sebesar USD 26.650.000 dan 
        Rp. 50.695.674.685,- yang terdiri dari: Export Credit Portion (Porsi PHLN) sebesar USD 
        22.625.500,- (85% dari porsi mata uang asing) serta Porsi Pendamping (GOI/APLN) sebesar 
        USD 3.997.500,- (15% dari porsi mata uang asing) dan Rp 45.695.674.685,-(100% porsi 
        rupiah).

    Berdasarkan hal tersebut Saudara memohon penegasan tentang perlakuan pajak yang berkaitan 
    dengan proyek tersebut di atas, yaitu :
    a.  Apakah diperlukan surat keterangan bebas pajak dari Dirjen Pajak sebagai bukti PPN dan PPh 
        ditanggung pemerintah ? 
    b.  Atas penyerahan barang impor yang PPN dan PPh impornya telah dilaporkan dalam PIB 
        apakah masih harus dikeluarkan Faktur Pajak Standar ke PLN? 
    c.  Bagaimana perhitungan PPN atas tagihan uang muka yang mencakup porsi lokal dan impor? 
    d.  Bagaimana perhitungan PPN dan PPh 22 atas realisasi impor? 

2.  Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 42 TAHUN 1995 tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak 
    Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dan Pajak Penghasilan Dalam Rangka 
    Pelaksanaan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan Hibah atau Dana Pinjaman Luar Negeri 
    sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 25 TAHUN 2001 
    menyatakan bahwa Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang 
    sejak tanggal 1 April 1995 atas impor serta penyerahan Barang dan Jasa dalam rangka pelaksanaan 
    Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri, tidak dipungut. 

3.  Keputusan Menteri Keuangan Nomor 239/KMK.01/1996 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah 
    Nomor 42 TAHUN 1995 tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak 
    Penjualan Atas Barang Mewah, dan Pajak Penghasilan Dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah 
    yang dibiayai dengan Hibah atau Dana Pinjaman Luar Negeri sebagaimana telah beberapa kali diubah 
    terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 486/KMK.04/2000, antara lain mengatur : 
    a.  Pasal 1 huruf a, bahwa Proyek Pemerintah adalah proyek yang tercantum dalam Daftar Isian 
        Proyek (DIP) atau dokumen yang dipersamakan dengan DIP, termasuk proyek yang dibiayai 
        dengan Perjanjian Penerusan Pinjaman (PPP)/Subsidiary Loan Agreement (SLA). 

    b.  Pasal 1 huruf d, bahwa Dokumen lain yang dipersamakan dengan DIP adalah dokumen 
        rencana anggaran tahunan proyek, yang ditampung dalam Daftar Isian Pembiayaan Proyek 
        (DIPP), Surat Pengesahan Anggaran Biaya Proyek (SPABP), Rencana Pembiayaan Tahunan 
        (RPT), Surat Rincian Pembiayaan Proyek Perkebunan (SRP3), Rencana Anggaran biaya, 
        Daftar Isian Penerusan Pinjaman Luar Negeri (DIPPLN), Surat Keputusan Otorisasi (SKO), dan 
        dokumen lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

    c.  Pasal 1 huruf f, bahwa Kontraktor Utama adalah kontraktor, konsultan dan pemasok 
        ("Supplier)  yang berdasarkan kontrak melaksanakan Proyek Pemerintah yang dibiayai 
        dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri, termasuk tenaga ahli dan tenaga pelatih yang 
        dibiayai dengan hibah luar negeri.

    d.  Pasal 2 ayat (2) Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan yang terutang sejak tanggal 1 April 1995 
        atas impor barang oleh Kontrak melaksanakan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan hibah 
        atau dana pinjaman luar negeri, termasuk tenaga ahli dan tenaga pelatih yang dibiayai dengan 
        hibah luar negeri. 

    e.  Pasal 3 ayat (1) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah 
        (PPn BM) yang terutang sejak 1 April 1995 atas impor Barang Kena Pajak (BKP), pemanfaatan 
        Jasa Kena Pajak (JKP) dari luar Daerah Pabean, pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar 
        Daerah pabean, penyerahan BKP dan/atau JKP oleh Kontraktor Utama sehubungan dengan 
        pelaksanaan Proyek Pemerintah yang seluruh dananya dibiayai dengan hibab atau dana 
        pinjaman luar negeri, tidak dipungut. 

    f.  Pasal 3 ayat (2), bahwa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang 
        Mewah (PPn BM) yang terutang sejak tanggal 1 April 1995 atas impor Barang Kena Pajak 
        (BKP), pemanfaatan Jasa Kena Pajak (JKP) dari luar Daerah Pabean, pemanfaatan BKP tidak 
        berwujud dari luar Daerah Pabean, penyerahan BKP dan/atau JKP oleh Kontraktor Utama 
        sehubungan dengan Pelaksanaan Proyek Pemerintah yang sebagian dananya dibiayai dengan 
        hibah atau dana pinjaman luar negeri, tidak dipungut hanya atas bagia dari Proyek Pemerintah 
        yang dananya dibiayai dengan hibah atau pinjaman luar negeri tersebut.

    g.  Pasal 4 ayat (1), bahwa Pajak Penghasilan (PPh) yang terutang oleh Kontraktor Utama sejak 
        tanggal 1 April 1995 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh sehubungan dengan 
        pelaksanaan Proyek Pemerintah yang dananya dibiayai seluruhnya dengan hibah atau dana 
        pinjaman luar negeri, ditanggung oleh Pemerintah.

    h.  Pasal 4 ayat (2), bahwa Pajak Penghasilan yang terutang oleh Kontraktor Utama sejak tanggal 
        1 April 1995 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh sehubungan dengan pelaksanaan 
        proyek Pemerintah yang sebagian dananya dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar 
        negeri, ditanggung oleh Pemerintah hanya atas bagian penghasilan sehubungan dengan 
        pelaksanaan Proyek Pemerintah yang dananya dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar 
        negeri.

    i.  Pajak Penghasilan yang terutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh baik pegawai 
        lokal maupun asing dari Kontraktor Utama dikenakan pemotongan PPh Pasal 21 dan Pasal 26 
        Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah 
        terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1994. 

    j.  Pasal 7 ayat (1), bahwa Pembebasan Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan sebagaimana 
        dimaksud dalam Pasal 2, tidak dipungut PPN dan PPn BM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 
        3, serta PPh ditanggung oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sehubungan 
        dengan Impor yang dilakukan oleh Kontraktor Utama tidak perlu dibuatkan Surat Setoran Bea 
        Cukai (SSBC) untuk Bea Masuk dan Bea Masuk Tambahan dan Surat Setoran Pajak (SSP) 
        untuk PPN dan PPn BM serta PPh. 

    k.  Pasal 7 ayat (2), bahwa Pemberitahuan Impor Barang (PIB) atas impor barang sebagaimana 
        dimaksud dalam ayat (1) yang telah dibubuhi cap "BEBAS BEA MASUK DAN BEA MASUK 
        TAMBAHAN, TIDAK DIPUNGUT PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS 
        BARANG MEWAH, PAJAK PENGHASILAN DITANGGUNG OLEH PEMERINTAH" diperlakukan 
        sebagai bukti pemungutan pajak-pajak yang terutang. 

    l.  Pasal 7 ayat (3), bahwa atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang 
        tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana 
        dimaksud dalam Pasal 3, Kontraktor, Konsultan, dan Pemasok Utama wajib membuta Faktur 
        Pajak yang dibubuhi cap "PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG 
        MEWAH TIDAK DIPUNGUT :

4.  Berdasarkan ketentuan pada butir 2 dan 3, serta memperhatikan isi surat Saudara pada butir 1, 
    dengan ini ditegaskan bahwa :
    a.  Dalam hal Proyek Pengadaan Jaringan Listrik 150 kV di Sulawesi merupakan proyek 
        Pemerintah yang sebagian dananya dibiayai dengan dana pinjaman luar negeri dan tercantum 
        di dalam DIP atau dokumen yang dipersamakan dengan DIP, maka PPN dan PPn BM yang 
        terutang atas Impor BKP, pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean, pemanfaatan BKP tidak 
        berwujud diluar Daerah Pabean, penyerahan BKP dan/atau JKP oleh Kontraktor Utama 
        sehubungan dengan pelaksanaan Poyek tersebut, tidak dipungut hanya atas bagian dari 
        proyek Pemerintah yang dananya dibiayai dengan pinjaman luar negeri dan tidak diperlukan 
        adanya surat keterangan bebas pajak dari Direktur Jenderal Pajak.

    b.  Atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh Kontraktor Utama kepada 
        Pemilik Proyek sehubungan dengan pelaksanaan    proyek pengadaan jaringan listrik yang 
        dananya berasal dari pinjaman luar negeri maupun yang berasal dari dana pendamping 
        (GOI/APLN), kontraktor utama wajib membuat Faktur Pajak sesuai dengan ketentuan 
        perpajakan yang berlaku.
        1)  Untuk penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang PPN dan 
            PPn BM-nya tidak dipungut, Faktur Pajaknya dibubuhi cap "PAJAK PERTAMBAHAN 
            NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH TIDAK DIPUNGUT".
            2)  Untuk penyerahan Barang Kena Pajak dari Kontraktor Utama di luar negeri (ABB AG 
            Jerman) yang ditujukan langsung kepada Pemilik Proyek dan dananya dibiayai 
            dengan pinjaman luar negeri, maka Pemberitahuan Impor Barang (PIB) dibubuhi cap 
            "BEBAS BEA MASUK DAN BEA MASUK TAMBAHAN, TIDAK DIPUNGUT PAJAK 
            PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH, PAJAK 
            PENGHASILAN DITANGGUNG OLEH PEMERINTAH" dan diperlakukan sama sebagai 
            Faktur Pajak Standar.
            3)  Apabila impor BKP yang tercantum dalam master list proyek adalah tetap atas nama 
            pemilik proyek (PT. PLN (Persero)), maka dalam menghitung besarnya dasar 
            Pengenaan Pajak untuk menentukan PPN yang terutang, nilai impor BKP tersebut 
            dapat dikurangkan dari jumlah nilai kontrak, maksimum sebatas nilai impor yang 
            tercantum dalam nilai kontrak dan tidak perlu dibuatkan faktur pajak.

    c.  Atas pembayaran uang (yang mencakup porsi lokal dan impor) yang dananya berasal dari 
        porsi dana pendamping (GOI/APLN), maka atas seluruh uang muka tersebut terutang PPN. 

    d.  Atas realisasi impor yang dananya berasal dari porsi dana pinjaman luar negeri, maka PPN 
        dan PPn BMnya tidak dipungut. 

Demikian untuk dimaklumi.



a.n Direktur Jenderal,
Direktur PPN dan PTLL,

ttd

A. Sjarifuddin Alsah
NIP 060044664
peraturan/sdp/179pj.532005.txt · Last modified: 2023/02/05 20:31 by 127.0.0.1