User Tools

Site Tools


peraturan:sdp:159pj.3322006
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                    6 Maret 2006

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                        NOMOR S - 159/PJ.322/2006

                             TENTANG

                 PERMOHONAN PENJELASAN PEMBATALAN SPMKP

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara nomor : XXX tanggal 16 Februari 2006 perihal dimaksud pada pokok di 
atas, dengan ini disampaikan beberapa hal sebagai berikut :

A.  Dalam surat tersebut Saudara mengemukakan hal-hal sebagai berikut :
    1.  Surat Saudara tersebut merupakan tindak lanjut atas surat Kepala Kantor Wilayah DJP 
        Jakarta V nomor XXX tanggal 03 Februari 2006 perihal permohonan penjelasan pembatalan 
        SPMKP.
    2.  Ditemukannya kasus 5 (lima) Wajib Pajak fiktif oleh Polda Metro Jaya, yang 2 (dua) 
        diantaranya terdaftar di KPP Jakarta Pademangan yaitu PT ABC (NPWP : 
        XX.XXX.XXX.X-XXX.XXX) dan PT XYZ (NPWP : XX.XXX.XXX.X-XXX.XXX).
    3.  Atas kasus tersebut Menteri Keuangan pada Konferensi Pers di Gedung XXX Departemen 
        Keuangan pada hari rabu tanggal 19 Januari 2006 menginstruksikan kepada Direktur Jenderal 
        Pajak untuk melakukan pemeriksaan ulang pemberian restitusi yang berasal dari 
        ekspor dengan prioritas tahun 2005.
    4.  Berkaitan dengan instruksi tersebut Pjs. Kepala Seksi PPN & PTLL membuat Nota Dinas kepada 
        Kepala Seksi Penerimaan dan Keberatan Nomor XXX tanggal 26 Januari 2006 perihal 
        pembatalan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) tahun 2005 yang pada intinya agar 
        dilakukan peninjauan kembali secara jabatan terhadap 11 (sebelas) Wajib Pajak eksportir 
        yang telah diselesaikan pemeriksaan dan telah dibuat SPMKP-nya, tetapi belum dikirim ke 
        KPKN.
    5.  Untuk menghindari jatuh tempo penerbitan SPMKP selama 30 (tiga puluh) hari, maka atas 
        SKPLB yang telah terbit ditinjau kembali untuk dilakukan pemeriksaan ulang dengan prosedur 
        tambahan yang dipandang perlu dengan menggunakan Pasal 15 UU KUP.
    6.  Berdasarkan kronologis tersebut, Kepala KPP Jakarta Pademangan memohon petunjuk 
        mengenai proses peninjauan kembali yang dilakukan KPP Jakarta Pademangan.

B.  Dasar Hukum

    I.  Berdasarkan Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang ketentuan Umum dan Tata Cara 
        Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 
        16 TAHUN 2000 antara lain diatur :

        1.  Pasal 15 ayat (1)

            Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar 
            Tambahan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sesudah saat pajak terutang, 
            berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, apabila ditemukan 
            data baru dan atau data yang semula belum terungkap yang mengakibatkan 
            penambahan jumlah pajak yang terutang.

        2.  Memori penjelasan Pasal 15 ayat (1) UU KUP menyebutkan bahwa:

            Untuk menampung kemungkinan terjadinya suatu Surat Ketetapan Pajak Kurang 
            Bayar yang ternyata telah ditetapkan lebih rendah atau telah dilakukan pengembalian 
            pajak yang tidak seharusnya sebagaimana telah ditetapkan dalam Surat Ketetapan 
            Pajak Lebih Bayar, atau pajak yang terutang dalam suatu Surat Ketetapan Pajak Nihil 
            ditetapkan lebih rendah, Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menerbitkan Surat 
            Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun 
            sesudah saat terutangnya pajak, berakhirnya Masa Pajak, Bagian tahun Pajak atau 
            Tahun Pajak.

            Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan merupakan koreksi atas ketetapan 
            pajak sebelumnya. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan baru diterbitkan 
            apabila telah pernah diterbitkan ketetapan pajak. Dengan perkataan lain Surat 
            Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan tidak akan mungkin diterbitkan sebelum 
            didahului dengan penerbitan ketetapan pajak. Penerbitan Surat Ketetapan Pajak 
            Kurang Bayar Tambahan dilakukan dengan syarat adanya data baru (novum) dan 
            atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan pajak yang 
            terutang dalam surat ketetapan pajak sebelumnya. Sejalan dengan itu maka setelah 
            Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar diterbitkan sebagai akibat telah lewat waktu 
            12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B, Surat Ketetapan Pajak 
            Kurang Bayar tambahan diterbitkan hanya dalam hal ditemukan data baru dan atau 
            data yang semula belum terungkap. Dalam hal masih ditemukan lagi data yang 
            semula belum terungkap pada saat diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang 
            Bayar Tambahan, dan atau data baru yang diketahui kemudian oleh Direktur Jenderal 
            Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan masih dapat diterbitkan lagi.

            Yang dimaksud dengan data baru adalah data atau keterangan mengenai segala 
            sesuatu yang diperlukan untuk menghitung besarnya jumlah pajak yang terutang oleh 
            Wajib Pajak belum diberitahukan pada waktu penetapan semula, baik dalam surat 
            pemberitahuan dan lampiran-lampirannya maupun dalam pembukuan perusahaan 
            yang diserahkan pada waktu pemeriksaan. Sedangkan yang dimaksud dengan data 
            yang semula belum terungkap adalah data atau keterangan lain mengenai segala 
            sesuatu yang diperlukan untuk menghitung besarnya jumlah pajak yang terutang, 
            yang:
            a.  tidak diungkapkan oleh Wajib Pajak dalam Surat Pemberitahuan beserta 
                lampirannya (termasuk laporan keuangan); dan atau
            b.  pada waktu pemeriksaan untuk penetapan semula Wajib Pajak tidak 
                mengungkapkan data dan atau memberikan keterangan lain secara benar, 
                lengkap, dan terinci sehingga tidak memungkinkan fiskus dapat menerapkan 
                ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dengan benar dalam 
                menghitung jumlah pajak yang terutang.

                Walaupun Wajib Pajak telah memberitahukan dalam Surat Pemberitahuan 
                atau mengungkapkan pada waktu pemeriksaan, akan tetapi apabila 
                memberitahukannya atau mengungkapkannya dengan cara sedemikian rupa 
                sehingga membuat fiskus tidak mungkin menghitung besarnya jumlah pajak 
                yang terutang secara benar sehingga jumlah pajak yang terutang ditetapkan 
                kurang dari yang seharusnya, maka hal tersebut termasuk dalam pengertian 
                data yang semula belum terungkap, misalnya:

                1.  Dalam surat Pemberitahuan dan atau laporan keuangan tertulis 
                    adanya biaya iklan Rp10.000.000,00 sedangkan sesungguhnya biaya 
                    tersebut terdiri dari Rp5.000.000,00 biaya iklan di media masa dan 
                    Rp5.000.000,00 sisanya adalah sumbangan atau hadiah.

                    Apabila pada saat penetapan semula Wajib Pajak tidak 
                    mengungkapkan perincian tersebut sehingga fiskus tidak melakukan 
                    koreksi atas pengeluaran berupa sumbangan atau hadiah, sehingga 
                    pajak yang terutang tidak dapat dihitung secara benar, maka data 
                    mengenai pengeluaran berupa sumbangan atau hadiah tersebut 
                    adalah tergolong data yang semula belum terungkap.

                2.  Dalam Surat Pemberitahuan dan atau laporan keuangan disebutkan 
                    pengelompokan harta tetap yang disusutkan tanpa disertai dengan 
                    perincian harta pada setiap kelompok yang dimaksud, demikian pula 
                    pada saat pemeriksaan untuk penetapan semula Wajib Pajak tidak 
                    mengungkapkan perincian tersebut, sehingga fiskus tidak dapat 
                    meneliti kebenaran pengelompokan dimaksud.

                    Dalam pengelompokan tersebut sesungguhnya terdapat kesalahan, 
                    misalnya harta yang seharusnya termasuk dalam kelompok harta 
                    berwujud bukan bangunan kelompok 3 namun dikelompokkan ke 
                    dalam kelompok 2.

                    Oleh karena pada saat penetapan semula Wajib Pajak tidak 
                    menggungkapkan perincian yang dimaksud maka tidak dilakukan 
                    koreksi atas kesalahan pengelompokan harta tersebut, dan sebagai 
                    akibatnya pajak yang terutang tidak dapat dihitung secara benar. 
                    Apabila kemudian diketahui adanya kesalahan, maka data 
                    pengelompokan harta tersebut adalah data yang semula belum 
                    terungkap.

                3.  Pengusaha Kena Pajak melakukan pembelian sejumlah barang dari 
                    Pengusaha Kena Pajak lain dan atas pembelian tersebut oleh 
                    Pengusaha Kena Pajak penjual diterbitkan Faktur Pajak. 
                    Barang-barang tersebut sebagian digunakan untuk kegiatan yang 
                    mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usahanya dan 
                    sebagian yang lain tidak mempunyai hubungan langsung. Seluruh 
                    Faktur Pajak tersebut dikreditkan sebagai Pajak Masukan oleh 
                    Pengusaha Kena Pajak Pembeli.

                    Apabila pada saat penetapan semula Pengusaha Kena Pajak tidak 
                    mengungkapkan perincian penggunaan barang tersebut dengan 
                    benar sehingga tidak dilakukan koreksi atas pengkreditan Pajak 
                    Masukan tersebut, dan sebagai akibatnya Pajak Pertambahan Nilai 
                    yang terutang tidak dapat dihitung secara benar, maka apabila 
                    kemudian diketahui adanya data atau keterangan tentang kesalahan 
                    mengkreditkan Pajak Masukan yang tidak mempunyai hubungan 
                    langsung dengan kegiatan usaha dimaksud, data atau keterangan 
                    tersebut merupakan data yang semula belum terungkap.

    II. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 05/PMK.03/2005 tentang Tata Cara 
        Pembayaran Kembali Kelebihan Pembayaran Pajak sebagaimana telah diubah dengan 
        Peraturan Menteri Keuangan Nomor 66/PMK.03/2005, antara lain diatur :

        1.  Pasal 2

            ayat (1) Atas kelebihan pembayaran pajak, kepada Wajib Pajak diberikan 
            pengembalian kelebihan pembayaran pajak tersebut.

            ayat (2) Kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) 
            meliputi :
            a.  Pajak yang lebih dibayar sebagaimana tercantum dalam Surat Ketetapan 
                Pajak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 KUP.
            b.  Pajak yang lebih dibayar sebagaimana tercantum dalam Surat Ketetapan 
                Pajak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B KUP.
            c.  Pajak yang lebih dibayar sebagaimana tercantum dalam Surat Keputusan 
                Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam 
                Pasal 17C KUP.
            d.  Pajak yang lebih dibayar karena diterbitkan Keputusan Keberatan atau 
                Putusan Banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dan Pasal 27 KUP.
            e.  Pajak yang lebih dibayar karena diterbitkan Keputusan Pengurangan atau 
                sanksi dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf a KUP, sebagai akibat 
                diterbitkan Keputusan Keberatan atau Putusan Banding yang menerima 
                sebagian atau seluruh permohonan Wajib Pajak.

        2.  Pasal 3

            Ayat (1) Pembayaran kembali kelebihan pembayaran pajak harus diperhitungkan 
            terlebih dahulu dengan utang pajak, baik di pusat maupun cabang-cabangnya.

            Ayat (2)     Atas dasar persetujuan Wajib Pajak yang berhak atas kelebihan pembayaran 
            pajak, kelebihan tersebut dapat diperhitungkan dengan pajak yang akan terutang atau 
            dengan utang pajak atas nama Wajib Pajak lain.

            Ayat (3)     Perhitungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dilakukan 
            dengan pemindahbukuan atau cara lain yang berlaku sebagai bukti pembayaran 
            pengembalian kelebihan pajak.

        3.  Pasal 4

            Ayat (1)     Kelebihan pembayaran pajak yang masih tersisa, dikembalikan dalam 
            jangka waktu 1 (satu) bulan sejak :
            a.  permohonan pengembalian kelebihan pembayaran sebagaimana dimaksud 
                dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a diterima;
            b.  Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 
                ayat (2) huruf b diterbitkan;
            c.  Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak sebagaimana 
                dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c diterbitkan;
            d.  keputusan Keberatan diterbitkan atau Putusan Banding diterima sebagaimana 
                dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d; atau
            e.  Keputusan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi sebagaimana 
                dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf e diterbitkan.

            Ayat (2) Pengembalian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan 
            menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP) sebagaimana 
            ditetapkan dalam Lampiran l Peraturan Menteri Keuangan ini.

        4.  Pasal 5

            Ayat (1) Kelebihan pembayaran pajak yang masih tersisa sebagaimana dimaksud 
            pada Pasal 4 ayat (1) dikembalikan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atas 
            nama Direktur Jenderal Pajak dengan menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian 
            Kelebihan Pembayaran Pajak (SKPKPP) sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran ll 
            Peraturan Menteri Keuangan ini.

            Ayat (2) Atas dasar SKPKPP, Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas nama Menteri 
            Keuangan menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP) per jenis 
            pajak dan per masa/tahun pajak.

    III.    Sesuai dengan ketentuan Pasal 1 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : 
        SE-01/PJ.32/2003 tanggal 8 Januari 2003 tentang Penanganan Surat-Surat Wajib Pajak, 
        diatur bahwa surat-surat Wajib Pajak yang permasalahannya bersifat operasional yang 
        ketentuannya telah diatur dalam peraturan perundang-undangan perpajakan agar dijawab 
        oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak tersebut terdaftar atau oleh Kepala 
        Kantor Wilayah atasannya. Oleh karena itu surat-surat Wajib Pajak yang permasalahannya 
        bersifat operasional yang ditujukan ke Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak agar segera 
        diteruskan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak tersebut terdaftar atau Kepala 
        Kantor Wilayah atasannya untuk ditindaklanjuti dengan tembusan kepada Wajib Pajak yang 
        bersangkutan.

C.  Berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam huruf B di atas serta memperhatikan surat Saudara huruf A, 
    dengan ini disampaikan beberapa hal sebagai berikut:
    1.  Pemeriksaan ulang dapat dilakukan sepanjang ditemukan bukti baru (novum) dan atau data 
        yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan pajak yang terutang dalam 
        surat ketetapan pajak sebelumnya, sebagaimana dipersyaratkan Pasal 15 ayat (1) UU KUP.
    2.  Mengingat permasalahan ini merupakan hal yang ketentuannya telah diatur dalam peraturan 
        perundang-undangan perpajakan, maka penyelesaiannya menjadi tugas dan tanggung jawab 
        Saudara.

Demikian untuk dimaklumi.




A.n. DIREKTUR JENDERAL
DIREKTUR,

ttd.

HERRY SUMARDJITO
peraturan/sdp/159pj.3322006.txt · Last modified: 2023/02/05 18:06 by 127.0.0.1