peraturan:sdp:158pj.321996
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 29 Agustus 1996 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 158/PJ.32/1996 TENTANG PERMOHONAN PENYETORAN PPN KELUARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Menanggapi surat Saudara tanggal 17 Juli 1996 perihal tersebut di atas, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut : 1. Dalam surat tersebut dinyatakan : a. PT. XYZ adalah sebuah perusahaan kontraktor yang mengerjakan beberapa proyek dengan sistem kontrak kerja. Dalam melakukan proses penagihan atas pekerjaan yang telah diselesaikan, perusahaan mengajukan tagihan (invoice) disertai penerbitan Faktur Pajak kepada pemilik proyek. Namun realisasi pembayaran dari proyek-proyek tersebut seringkali membutuhkan waktu yang cukup lama sehingga penyetoran Pajak Pertambahan Nilai yang dilakukan sebelum diterimanya pembayaran sangat memberatkan keuangan perusahaan mengingat proyek- proyek yang dikerjakan jumlahnya banyak dan nilainya cukup besar. b. Berdasarkan uraian di atas, Saudara mohon agar penyetoran dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai dapat dilakukan secara "Cash Basis" atau Pajak Pertambahan Nilai baru terutang setelah saat diterima pembayaran dari pihak pemilik proyek, bukan sejak saat penerbitan Faktur Pajak. 2. Sesuai dengan ketentuan Pasal 33 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 50 TAHUN 1994, terutangnya pajak atas penyerahan Jasa Kena Pajak terjadi pada saat mulai tersedianya fasilitas atau kemudahan untuk dipakai secara nyata, baik sebagian atau seluruhnya. Selanjutnya dalam penjelasannya dinyatakan, saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atas jasa pemborong bangunan atau barang tidak bergerak, umumnya terjadi pada saat pekerjaan jasa pemborongan bangunan dan barang tidak bergerak lainnya diselesaikan. Apabila sebelum jasa pemborongan itu selesai dan siap untuk diserahkan telah diterima pembayaran dimuka atau pembayaran atas sebagian penyelesaian pekerjaan jasa pemborongan, maka Pajak Pertambahan Nilai terutang pada saat pembayaran tersebut diterima oleh pemborong. 3. Sesuai dengan ketentuan pada angka romawi II butir 3 huruf a Lampiran Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1288/KMK.04/1988 dan angka romawi II huruf a Lampiran Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1289/KMK.04/1988 yang merupakan petunjuk pelaksanaan Keputusan Presiden Nomor 56 TAHUN 1988, PKP rekanan Pemerintah dan/atau rekanan Badan-badan tertentu membuat Faktur Pajak dan Surat Setoran Pajak pada saat menyampaikan tagihan, baik untuk pembayaran sebagian maupun seluruhnya. 4. Sesuai ketentuan dalam butir 8.2 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-46/PJ.3/1988 tanggal 23 Desember 1988, PKP rekanan mencantumkan Pajak Pertambahan Nilai/Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang dipungut oleh Bendaharawan dan Badan-badan yang ditunjuk dalam Masa Pajak sebagai berikut : a. Untuk Pajak Pertambahan Nilai/Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang dipungut oleh KPKN dilaporkan dalam Masa Pajak sesuai dengan bulan "Cash Register" oleh KPKN pada SSP yang bersangkutan. b. Untuk Pajak Pertambahan Nilai/Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang dipungut oleh Bendaharawan atau Badan-badan tertentu dilaporkan dalam Masa Pajak dilakukannya pembayaran atas tagihan oleh pemungut, dengan asumsi bahwa tanggal 10 bulan berikutnya sudah ada bukti pungutan yaitu SSP yang bersangkutan. Namun dalam kenyataannya, kemungkinan terjadi kelambatan pengiriman SSP (yang Pajak Pertambahan Nilainya telah disetor) kepada PKP rekanan oleh si Pemungut, maka dapat dilaporkan pada Masa Pajak berikutnya setelah bulan dilakukannya pembayaran atas tagihan. 5. Sesuai dengan ketentuan pada Lampiran I Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-12/PJ./1995 tanggal 6 Pebruari 1995, pelaporan pada SPT Masa atas penyerahan kepada Pemungut PPN dicantumkan pada kode B.1.3.1, sedangkan SSP atas penyerahan tersebut dilaporkan sebagai berikut : a. Untuk SSP yang diterima dari pemungut PPN dicantumkan pada kode kolom C.4.1.1 SSP telah diterima (terlampir). b. Untuk SSP yang belum diterima dari Pemungut PPN sampai saat jatuh tempo pemasukan SPT Masa PPN, dicantumkan pada kode kolom C.4.1.2 SSP belum diterima. 6. Berdasarkan ketentuan tersebut di atas maka secara umum saat terutang Pajak Pertambahan Nilai untuk jasa pemborong bangunan atau barang tidak bergerak adalah pada saat : - diterima pembayaran dimuka; - pembayaran atas sebagian penyelesaian pekerjaan pemborongan sesuai dengan tahap kemajuan; - penyerahan seluruh jasa pemborongan tersebut selesai dikerjakan, meskipun pembayaran lunas jasa pemborongan tersebut belum diterima oleh pemborong atau kontraktor yang bersangkutan. Selanjutnya, dalam hal penyerahan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak dilakukan kepada Pemungut PPN, maka : 1. Sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 56 TAHUN 1988, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1288/KMK.04/1988 dan Nomor 1289/KMK.04/1988, Faktur Pajak dan SSP dibuat pada saat menyampaikan tagihan, baik untuk pembayaran sebagian maupun seluruhnya. 2. PPN yang terutang dilaporkan dalam SPT Masa PPN pada saat diterimanya pembayaran atas tagihan dari Pemungut PPN. 3. Pelaporan pada SPT Masa PPN dicantumkan pada kode B.1.3.1 yakni Penyerahan kepada Pemungut PPN, sedangkan SSP atas penyerahan tersebut dilaporkan sebagai berikut : a. untuk SSP yang diterima dan Pemungut PPN dicantumkan pada kode C.4.1.1 SSP telah diterima (terlampir) b. untuk SSP yang belum diterima dari Pemungut PPN sampai saat jatuh tempo pemasukan SPT Masa PPN, dicantumkan pada kode C.4.1.2 SSP belum diterima. Demikian untuk dimaklumi. A.N. DIREKTUR JENDERAL PAJAK DIREKTUR PERATURAN PERPAJAKAN, ttd ABRONI NASUTION
peraturan/sdp/158pj.321996.txt · Last modified: 2023/02/05 20:25 by 127.0.0.1