User Tools

Site Tools


peraturan:sdp:1585pj.31984
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                   14 September 1984

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                         NOMOR S - 1585/PJ.3/1984

                            TENTANG

            PPn ATAU PPN ATAS PERSEWAAN ATAU PENJUALAN RUANGAN KANTOR

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan pertanyaan Saudara dalam surat tanggal 19 Agustus 1984, mengenai hal tersebut diatas, 
dengan ini disampaikan penjelasan sebagai berikut :

1.  Dari sifat pekerjaan yang Saudara lakukan, dapat dibedakan dalam dua bidang yaitu :
    1.1.    Sebagai pengusaha yang menjual bangunan (harta tetap), yang menurut ketentuan UU PPn. 
        1951, tidak terhutang Pajak Penjualan.
    1.2.    Sebagai pengusaha jasa yang dibedakan lagi menjadi :
        1.2.1   Sebagai pemborong bangunan yang menurut Pasal 1 ke 5, angka 9 UU PPn. 1951, 
            terhutang Pajak Penjualan;
        1.2.2   Sebagai pengusaha yang menyewakan ruangan yang menurut Pasal 1 ke 5 angka 15 
            UU PPn. 1951 terhutang Pajak Penjualan.

2.  Jika penjualan bangunan dilakukan dalam kedudukan Saudara sebagai produsen bangunan (real 
    estate/developer) seperti tersebut pada butir 1.1. diatas, maka PPn. tidak terhutang karena pengertian 
    barang dalam UU PPn. 1951 hanya meliputi barang bergerak berwujud. Dalam UU PPN 1984 penjualan 
    bangunan akan terhutang Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10% karena pengertian Barang Kena 
    Pajak meliputi semua barang bergerak dan barang tidak bergerak, berwujud sebagai hasil proses 
    pabrikasi.

3.  Memperhatikan cara perikatan jual beli yang Saudara lakukan, yakni, uang muka dan angsuran 
    dilakukan sebelum ada bangunan yang selesai untuk diserahkan, maka cara yang demikian itu dapat 
    diartikan sebagai pekerjaan pemborongan (melakukan pekerjaan atas pesanan) sesuai butir 1.2.1. 
    diatas yang terhutang PPn. 1951 (Jasa) sebesar 2,5%. 

    Jika pekerjaan itu pada saat berlakunya UU PPN 1984 masih terus dikerjakan dan kemudian 
    diserahkan kepada pemilik, maka bagian pekerjaan yang terjadi dan diserahkan dalam periode UU 
    baru, akan terhutang Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10% meliputi nilai angsuran yang terjadi dalam 
    periode UU baru tersebut, karena sejak itupun Saudara harus membayar PPN 1984 sebesar 10% 
    untuk pembelian bahan-bahan yang dipakai dalam pekerjaan bangunan. 

    PPN yang Saudara bayar dapat dikurangkan terhadap PPN yang Saudara pungut. Uang muka yang 
    telah dibayar, terhutang PPn. (lama) atau PPN (baru) sebanding dengan bagian pekerjaan (work 
    completion) yang diselesaikan dalam periode UU lama atau periode UU baru.

4.  Pada saat Saudara selesai membangun gedung kemudian disewakan seperti tersebut pada butir   
    1.2.2. diatas, maka perbuatan demikian dapat diartikan sebagai pemakaian sendiri Barang Kena Pajak 
    yang termasuk pengertian penyerahan yang terhutang PPN 1984 apabila UU ini dinyatakan mulai 
    berlaku.

5.  Dari uraian kami diatas dapat disarikan rumusan yang mudah yaitu adanya kegiatan fisik dan atau 
    penyerahan fisik dari Barang Kena Pajak. 

    Bila Kegiatan/penyerahan terjadi dalam periode UU lama (PPn. 1951), maka ia akan terhutang atau 
    tidak terhutang menurut UU lama tergantung pada keadaan sebagaimana tercantum pada butir 1.1. 
    atau 1.2. diatas. 

    Jika kegiatan terjadi dalam periode UU baru (PPN 1984) ia akan tetap terhutang PPN 1984 dengan tarif 
    sebesar 10%.

Demikian penjelasan kami, kiranya dapat menjadi pedoman Saudara.




A.n. DIREKTUR JENDERAL PAJAK
DIREKTUR PAJAK TIDAK LANGSUNG,

ttd.

DJAFAR MAHFUD
peraturan/sdp/1585pj.31984.txt · Last modified: 2023/02/05 06:16 by 127.0.0.1