peraturan:sdp:154pj.432006
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 8 Agustus 2006 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 154/PJ.43/2006 TENTANG KOMPENSASI PPh PASAL 21 DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Kalimantan Barat Nomor: xxx tanggal 27 April 2006 perihal seperti pada pokok surat dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut : 1. Dalam surat tersebut dikemukakan bahwa bendaharawan KPU Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar) telah memotong PPh Pasal 21 terhadap anggota KPU berdasarkan Pasal 17 ayat (1) Keputusan KPU Nomor 89 Tahun 2003 yang mengatur bahwa PPh Pasal 21 (15% dari bruto) dipungut terhadap uang kehormatan, uang lembur dan penghasilan lain dari personil Badan Penyelenggara Pemilu. Bendaharawan KPU telah melakukan pemotongan dari bulan Juni s.d. Desember 2003 dan Januari s.d. Desember 2004. Namun dalam penjelasan Pasal 21 Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000 diatur bahwa Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil (PNS), dan anggota TNI/POLRI dikenakan tarif 15%, sedangkan anggota KPU Provinsi Kalbar bukan berstatus Pejabat Negara, PNS, maupun anggota TNI/POLRI dengan penghasilan di bawah Rp. 25.000.000,00, sehingga dikenakan pemotongan PPh Pasal 21 sebesar 5%. Dengan demikian, dalam melakukan pemotongan atas PPh Pasal 21 anggota KPU terdapat kelebihan dalam pemotongan. Sehubungan dengan hal-hal tersebut diatas, Saudara memohon supaya dapat melakukan kompensasi atas kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 tersebut. 2. Berdasarkan Pasal 21 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000, diatur bahwa pemotongan, penyetoran, dan pelaporan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, wajib dilakukan oleh bendaharawan pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain, sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan. 3. Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-545/PJ./2000 tanggal 29 Desember 2000 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 15/PJ./2006 diatur antara lain bahwa : a. Pasal 21 ayat (4), apabila dalam satu bulan takwim terjadi kelebihan penyetoran PPh Pasal 21, maka kelebihan tersebut dapat diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 yang terutang pada bulan berikutnya dalam tahun takwim yang bersangkutan; b. Pasal 22 - Ayat (1), dalam waktu 2 (dua) bulan setelah tahun takwim berakhir, Pemotong Pajak berkewajiban menghitung kembali jumlah PPh Pasal 21 yang terutang oleh pegawai tetap dan penerima pensiun bulanan menurut tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000; - Ayat (4), apabila jumlah pajak terutang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) lebih rendah daripada jumlah pajak yang telah dipotong, kelebihannya diperhitungkan dengan pajak yang terutang atas gaji untuk bulan pada waktu dilakukan penghitungan kembali; c. Pasal 23 ayat (9), dalam hal jumlah PPh Pasal 21 yang terutang dalam satu tahun takwim lebih kecil daripada PPh Pasal 21 yang telah disetor, kelebihan tersebut diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 yang terutang untuk bulan pada waktu dilakukannya penghitungan tahunan, dan jika masih ada sisa kelebihan, maka diperhitungkan untuk bulan-bulan lainnya dalam tahun berikutnya. 4. Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-40/PJ.43/1999 tanggal 23 September 1999 tentang Kelebihan Pemotongan dan Penyetoran PPh Pasal 21, diatur bahwa apabila setelah tahun takwim berakhir, setelah dilakukan penghitungan kembali ternyata jumlah PPh Pasal 21 untuk karyawan-karyawan tertentu terdapat kelebihan pemotongan yang akhirnya mengakibatkan SPT Tahunan PPh Pasal 21 menunjukkan lebih bayar, maka penanganannya supaya dilakukan sebagai berikut : a. Antara pemberi kerja dengan karyawan tertentu Kelebihan tersebut diperhitungkan dengan pajak yang terutang atas gaji bulan pada waktu dilakukan penghitungan kembali, dan apabila masih terdapat kelebihan selanjutnya dapat diperhitungkan dengan pajak yang terutang untuk gaji bulan-bulan berikutnya (Lampiran I-A SPT Tahunan PPh Pasal 21 angka 24 Formulir 1721-A.1). Dengan demikian pemberi kerja telah memperhitungkan kelebihan tersebut dengan pembayaran PPh Pasal 21 untuk bulan atau bulan-bulan berikutnya setelah penghitungan kembali. Apabila karyawan tersebut berhenti bekerja pada waktu bulan dilakukan penghitungan kembali PPh Pasal 21 secara tahunan, maka kelebihan tersebut oleh pemberi kerja dikembalikan kepada karyawan yang bersangkutan bersamaan dengan saat pemberian bukti pemotongan PPh Pasal 21; b. Antara pemberi kerja dengan Kantor Pelayanan Pajak Atas kelebihan pembayaran PPh Pasal 21 yang dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Pasal 21 harus dilakukan tindakan penelitian atau pemeriksaan oleh KPP dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak diterimanya SPT Tahunan PPh Pasal 21 untuk memastikan jumlah PPh Pasal 21 yang seharusnya terutang. Oleh karena atas kelebihan pembayaran PPh Pasal 21 tersebut telah diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 yang terutang untuk bulan dilakukannya penghitungan kembali atau bulan-bulan berikutnya, maka jumlah ini diperlakukan sebagai pengurang dari seluruh PPh Pasal 21 yang telah disetor yang dikreditkan dengan jumlah PPh Pasal 21 yang terutang untuk tahun yang bersangkutan; Contoh : PPh Pasal 21 tahun 1999 yang terutang menurut hasil penelitian atau pemeriksaan ..................................... Rp. a,- Kredit pajak: PPh Pasal 21 yang telah dipotong dan disetor selama tahun 1999 ..................................... Rp. b,- Kelebihan PPh Pasal 21 menurut SPT tahun 1999 yang telah diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 bulan .................................... Rp. c,- ..................................... Rp. d,- Sisa (lebih/kurang/nihil) Rp. (a-d) Apabila dari hasil penelitian atau pemeriksaan tersebut (a-d) menunjukkan hasil akhir : (1) Sisa lebih, berarti Pemberi Kerja telah membayar PPh Pasal 21 lebih dari semestinya sehingga diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB); (2) Kurang, berarti Pemberi Kerja membayar PPh Pasal 21 kurang dari semestinya sehingga diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB); (3) Nihil, berarti Pemberi Kerja telah membayar PPh Pasal 21 sesuai dengan yang semestinya sehingga diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKIN); c. Dalam hal kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 berkaitan dengan karyawan yang mempunyai NPWP, maka kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 untuk karyawan tersebut tidak dapat dikembalikan kepada karyawan tersebut melalui Pemberi Kerja karena PPh Pasal 21 akan dikreditkan dengan Pajak Penghasilan yang terutang dalam SPT Tahunan Orang Pribadi karyawan yang bersangkutan. Dengan kata lain pengembalian kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 bagi karyawan yang memiliki NPWP bukan dilakukan oleh pemberi kerja tetapi menggunakan mekanisme SPT Tahunan Orang Pribadi karyawan yang bersangkutan. 5. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, dengan ini ditegaskan bahwa : a. Atas kelebihan setoran PPh Pasal 21 bagi anggota KPU Provinsi Kalbar yang berstatus bukan Pejabat Negara, PNS, dan anggota TNI/POLRI sebagaimana tersebut pada angka 1 agar ditindaklanjuti dengan mekanisme kompensasi, bukan restitusi, melalui Kantor Pelayanan Pajak setempat; b. Dalam melakukan penelitian atau pemeriksaan atas kelebihan pembayaran PPh Pasal 21 yang dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Pasal 21 Bendaharawan KPU Provinsi Kalbar agar memperhatikan ketentuan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-40/PJ.43/1999 tentang Kelebihan Pemotongan dan Penyetoran PPh Pasal 21, terutama butir 4 di atas, khususnya penangananantara Pemberi Kerja dengan Kantor Pelayanan Pajak. Demikian agar Saudara maklum. A.n. Direktur Jenderal, Direktur ttd. Sumihar Petrus Tambunan NIP 060055232 Tembusan: 1. Direktur Jenderal Pajak.
peraturan/sdp/154pj.432006.txt · Last modified: 2023/02/05 20:30 by 127.0.0.1