User Tools

Site Tools


peraturan:sdp:153pj.432006
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                 8 Agustus 2006

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                         NOMOR S - 153/PJ.43/2006

                             TENTANG

                          RESTITUSI PPh PASAL 21

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara Nomor: xxx tanggal 20 Juli 2006 perihal seperti pada pokok surat dengan 
ini disampaikan hal-hal sebagai berikut : 

1.  Dalam surat tersebut dikemukakan bahwa dengan diterbitkannya Surat Perintah Pencairan Dana 
    (SP2D) dari KPKN III Jakarta tanggal 13 Juli 2006 nomor xxx tahun anggaran 2006 senilai 
    Rp. 304.852.500,00 untuk kegiatan Pengembangan Usaha Produktif Sistem Padat Karya di kabupaten 
    Klaten dan kabupaten Lombok Tengah ke rekening Bendaharawan Pengeluaran Direktorat Promosi 
    Perluasan Kesempatan Kerja Ditjen Binapendagri Depnakertrans RI, telah terjadi kesalahan 
    pemotongan pajak sebesar Rp. 50.982.000,00.

    Sesuai dengan Peraturan Perpajakan PPh Pasal 21, upah di bawah Rp. 1.000.000,00 tidak dikenakan 
    pemotongan pajak. Namun berdasarkan hasil pengajuan Saudara ke KPKN III untuk membayar upah 
    tukang, pekerja, dan ketua kelompok dipotong PPh Pasal 21, sehingga perlu dilakukan restitusi.

    Sehubungan dengan hal-hal tersebut diatas, Saudara memohon supaya segera merealisasikan 
    pengembalian kelebihan setoran tersebut.

2.  Berdasarkan Pasal 21 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan 
    sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000, diatur bahwa 
    pemotongan, penyetoran, dan pelaporan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, 
    atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang 
    pribadi dalam negeri, wajib dilakukan oleh bendaharawan pemerintah yang membayar gaji, upah,
    honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain, sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan.

3.  Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-545/PJ./2000 tanggal 29 Desember 2000 
    tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 
    dan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi sebagaimana telah 
    diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 15/PJ./2006, diatur antara lain bahwa :
    a.  Pasal 21 ayat (4), apabila dalam satu bulan takwim terjadi kelebihan penyetoran PPh Pasal 21, 
        maka kelebihan tersebut dapat diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 yang terutang pada bulan 
        berikutnya dalam tahun takwim yang bersangkutan;
    b.  Pasal 22
        -   Ayat (1), dalam waktu 2 (dua) bulan setelah tahun takwim berakhir, Pemotong Pajak 
            berkewajiban menghitung kembali jumlah PPh Pasal 21 yang terutang oleh pegawai 
            tetap dan penerima pensiun bulanan menurut tarif sebagaimana dimaksud dalam 
            Pasal 17 Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana 
            telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000;
        -   Ayat (4), apabila jumlah pajak terutang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) lebih 
            rendah daripada jumlah pajak yang telah dipotong, kelebihannya diperhitungkan 
            dengan pajak yang terutang atas gaji untuk bulan pada waktu dilakukan 
            penghitungan kembali;
    c.  Pasal 23 ayat (9), dalam hal jumlah PPh Pasal 21 yang terutang dalam satu tahun takwim 
        lebih kecil daripada PPh Pasal 21 yang telah disetor, kelebihan tersebut diperhitungkan dengan 
        PPh Pasal 21 yang terutang untuk bulan pada waktu dilakukannya penghitungan tahunan, dan 
        jika masih ada sisa kelebihan, maka diperhitungkan untuk bulan-bulan lainnya dalam tahun 
        berikutnya.

4.  Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-40/PJ.43/1999 tanggal 23 September 
    1999 tentang Kelebihan Pemotongan dan Penyetoran PPh Pasal 21, diatur bahwa atas kelebihan 
    pemotongan PPh Pasal 21 bagi karyawan-karyawan tertentu dalam suatu bulan takwim dari suatu 
    tahun pajak, kelebihan pemotongan tersebut diperhitungkan dengan pajak yang terutang atas 
    penghasilan karyawan yang bersangkutan dalam bulan berikutnya dalam tahun tersebut. Pemberi 
    kerja melakukan pembetulan SPT Masa untuk bulan terjadinya kelebihan pemotongan PPh Pasal 21, 
    dan atas kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 yang terutang untuk 
    masa berikutnya dalam SPT Masa. Dalam hal karyawan yang bersangkutan berhenti bekerja pada 
    waktu diketahui kelebihan pemotongan PPh Pasal 21, maka setelah ditempuh proses di atas, kelebihan 
    pemotongan tersebut dikembalikan oleh pemberi kerja kepada karyawan yang bersangkutan 
    bersamaan dengan saat pemberian bukti pemotongan PPh Pasal 21.

5.  Berdasarkan ketentuan-ketentian tersebut di atas, dengan ini ditegaskan bahwa :
    a.  Atas kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 bagi tukang, pekerja, dan ketua kelompok dalam 
        suatu bulan takwim dari suatu tahun pajak sebagaimana tersebut pada angka 1 hanya dapat 
        dilakukan mekanisme kompensasi, bukan restitusi, melalui Kantor Pelayanan Pajak setempat;
    b.  Yang dimaksud dengan mekanisme kompensasi adalah atas kelebihan pemotongan PPh Pasal 
        21 tersebut diperhitungkan dikompensasikan dengan pajak yang terutang atas penghasilan 
        tukang, pekerja, dan ketua kelompok dalam bulan berikutnya dalam tahun pajak tersebut. 
        Mekanisme ini dapat dilakukan dengan cara Bendaharawan Pengeluaran Direktorat Promosi
        Perluasan Kesempatan Kerja melakukan pembetulan SPT Masa untuk bulan terjadinya 
        kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 dan atas kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 tersebut 
        diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 yang terutang untuk masa pajak berikutnya dalam SPT 
        Masa PPh Pasal 21;
    c.  Dalam hal Saudara masih memerlukan penjelasan lebih lanjut, Saudara dapat menghubungi 
        Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan 
        terdekat.

Demikian agar Saudara maklum.



A.n. Direktur Jenderal,
Direktur

ttd.

Sumihar Petrus Tambunan
NIP 060055232

Tembusan:
1.  Direktur Jenderal Pajak.
peraturan/sdp/153pj.432006.txt · Last modified: 2023/02/05 18:08 by 127.0.0.1