User Tools

Site Tools


peraturan:sdp:146pj.532005
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                               22 Februari 2005

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                         NOMOR S - 146/PJ.53/2005

                            TENTANG

            PENGGABUNGAN NPPKP DAN WAJIB PAJAK PATUH PT ABC

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 26 Mei 2004 hal sebagaimana tersebut di atas, dengan 
ini diberitahukan sebagai berikut :

1.  Dalam surat tersebut dikemukakan bahwa :
    a.  PT ABC terdaftar di KPP Medan Belawan terdiri dari:
        1)  Kantor Pusat NPWP XX.XXX.XXX.X-XXX.XXX telah dikukuhkan sebagai PKP sejak 
            5 Nopember 1982, dan ditetapkan sebagai Wajib Pajak (WP) Patuh Tahun 2004 sesuai 
            dengan XXX tanggal 30 Januari 2004 (dalam Daftar WP Patuh sesuai lampiran 
            keputusan tersebut tidak termasuk Kantor Cabang PT ABC).
        2)  Kantor Cabang NPWP XX.XXX.XXX.X-XXX.XXX telah dikukuhkan sebagai PKP sejak 
            tanggal 20 Oktober 2003, yang berada di Kawasan Berikat sesuai dengan KMK Nomor 
            463/KMK.4/2003 tentang Perubahan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 
            523/KMK.04/2002.

    b.  Kepala KPP Medan Belawan telah memberikan restitusi PPN WP Patuh untuk Masa Pajak 
        Januari 2004 kepada PT ABC Kantor Pusat dan Kantor Cabang.

    c.  Sesuai dengan Pasal 12 ayat (1) UU PPN dan SE-02/PJ.9/1998 tentang Penggunaan Identitas 
        Tunggal Wajib Pajak, maka KPP Medan Belawan telah :
        1)  Menghimbau atau meminta PT ABC untuk menggabungkan PKP Pusat dan Cabang 
            menjadi PKP Kantor Pusat sebagai tempat pajak terutang.

        2)  Mencabut NPPK PT ABC Kantor Cabang terhitung sejak tanggal 1 Mei 2004
    d.  PT ABC mohon agar pencabutan NPPKP Kantor Cabang dibatalkan dengan alasan :
        1)  Kantor Cabang berstatus sebagai Penyelenggara Kawasan Berikat (PKB) merangkap 
            Pengusaha di Kawasan Berikat (PDKB) yang atas pengeluaran barang hasil olahan 
            dari PDKB ke DPIL (kantor pusat) yang bahan bakunya berasal dari DPIL harus 
            dilampiri Faktur Pajak sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Bea Cukai 
            Nomor XXX tanggal 29 Juni 2001 tentang Pengeluaran Barang dan Bahan asal DPIL 
            dari PDKB ke DPIL.
        2)  SE-02/PJ.9/1998 tanggal 4 Mei 1998 tidak mengatur tentang perlakuan bagi 
            perusahaan kawasan berikat.
        3)  Adanya kesulitan dalam membedakan penyerahan antara Kantor Pusat dengan 
            kantor Cabang.

    e.  Berkaitan dengan hal-hal tersebut di atas Saudara mohon penegasan mengenai :
        1)  Bagaimana Penggabungan PKP PT ABC Kantor Pusat dan Kantor Cabang karena 
            sesuai dengan SE-02/PJ.9/1998 akan mengakibatkan timbulnya kendala bagi Wajib 
            Pajak, karena adanya kewajiban melampirkan Faktur Pajak atas setiap pengeluaran 
            barang hasil olahan dari PDKB ke DPIL yang bahan bakunya berasal dari DPIL sesuai 
            dengan ketentuan XXX.
        2)  Apabila Kantor Cabang PT ABC tetap memiliki NPPKP sendiri, apakah juga akan 
            mendapat perlakuan sebagai Wajib Pajak Patuh mengingat Kantor Cabang tidak 
            termasuk dalam Daftar KPP Lokasi WP Patuh sesuai dengan lampiran XXX.

2.  Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak 
    Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
    undang Nomor 18 TAHUN 2000, antara lain mengatur :
    a.  Pasal 1A ayat (1) huruf d, bahwa yang termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena 
        Pajak adalah pemakaian sendiri dan atau pemberian cuma-cuma atas Barang Kena Pajak. 
        Dalam penjelasan pasal tersebut dijelaskan bahwa pemakaian sendiri diartikan pemakaian 
        untuk kepentingan pengusaha sendiri, pengurus, atau karyawannya, baik barang produksi 
        sendiri maupun bukan produksi sendiri. Sedangkan pemberian cuma-cuma diartikan sebagai 
        pemberian yang diberikan tanpa pembayaran baik barang produksi sendiri maupun bukan 
        produksi sendiri, antara lain pemberian contoh barang untuk promosi kepada relasi atau 
        pembeli.

    b.  Pasal 12 ayat (1), bahwa Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan BKP, JKP dan 
        ekspor BKP terutang pajak di tempat tinggal atau tempat kedudukan dan tempat kegiatan 
        usaha dilakukan atau tempat lain yang ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak. 
        Dalam penjelasan pasal tersebut dijelaskan bahwa Pengusaha Kena Pajak orang pribadi 
        terutang pajak di tempat tinggal dan atau tempat kegiatan usaha sedangkan bagi Pengusaha 
        Kena Pajak badan terutang pajak di tempat kedudukan dan tempat kegiatan usaha.

    Apabila Pengusaha Kena Pajak mempunyai satu atau lebih tempat kegiatan usaha di luar tempat 
    tinggal atau tempat kedudukannya, maka setiap tempat tersebut merupakan tempat terutangnya 
    pajak, dan Pengusaha Kena Pajak dimaksud wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai 
    Pengusaha Kena Pajak.

    Apabila Pengusaha Kena Pajak mempunyai satu atau lebih tempat pajak terutang yang berada di 
    wilayah kerja satu Kantor Direktorat Jenderal Pajak, maka untuk seluruh tempat-tempat terutang 
    tersebut, Pengusaha Kena Pajak memilih salah satu tempat kegiatan usaha sebagai tempat pajak 
    terutang yang bertanggung jawab untuk seluruh tempat kegiatan usahanya.

3.  Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-87/PJ./2002 tentang Pengenaan Pajak Pertambahan 
    Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Pemakaian Sendiri dan atau Pemberian Cuma-
    Cuma Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak, antara lain mengatur :
    a.  Pasal 1 :
        1)  angka 1, bahwa pemakaian sendiri Barang Kena Pajak adalah pemakaian untuk 
            kepentingan Pengusaha sendiri, Pengurus, atau diberikan kepada anggota 
            keluarganya atau karyawannya, baik barang produksi sendiri maupun bukan 
            produksi sendiri, selain pemakaian Barang Kena Pajak untuk tujuan produktif.
        2)  angka 2, bahwa pemakaian sendiri Jasa Kena Pajak adalah pemanfaatan Jasa Kena 
            Pajak untuk kepentingan Pengusaha sendiri, Pengurus, anggota keluarganya atau 
            karyawannya, selain pemanfaatan Jasa Kena Pajak untuk tujuan produktif.
        3)  angka 5, bahwa pemakaian sendiri Barang Kena Pajak dan atau Pemanfaatan Jasa 
            Kena Pajak untuk tujuan produktif adalah pemakaian Barang Kena Pajak dan atau 
            Jasa Kena Pajak yang nyata-nyata digunakan untuk kegiatan produksi selanjutnya 
            atau untuk kegiatan yang mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha 
            Pengusaha yang bersangkutan.

    b.  Pasal 2, bahwa pemakaian Barang Kena Pajak dan atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak untuk 
        tujuan produktif belum merupakan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak 
        sehingga tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

    c.  Pasal 3 :
        1)  ayat (1), bahwa atas pemakaian sendiri Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak 
            terutang Pajak Pertambahan Nilai dan harus diterbitkan Faktur Pajak.
        2)  ayat (2), bahwa Pajak Pertambahan Nilai yang terutang harus dibayar sendiri oleh 
            Pengusaha Kena Pajak yang bersangkutan.
        3)  ayat (3), bahwa Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dalam Faktur Pajak 
            merupakan Pajak Keluaran.
        4)  ayat (4), bahwa Dalam Faktur Pajak identitas Pengusaha Kena Pajak dan Pembeli 
            Barang Kena Pajak/Penerima Jasa Kena Pajak adalah sama yaitu Pengusaha Kena 
            Pajak yang bersangkutan.
        5)  ayat (5), bahwa Dasar Pengenaan Pajak yang digunakan untuk menghitung besarnya 
            Pajak Pertambahan Nilai yang terutang adalah Harga Jual atau Penggantian setelah 
            dikurangi laba kotor.

4.  Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-04/PJ.51/2002 tentang Pengenaan Pajak Pertambahan 
    Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Pemakaian Sendiri dan atau Pemberian Cuma-
    Cuma Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak, antara lain mengatur :
    a.  Butir 2, bahwa atas pemakaian sendiri Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak untuk 
        tujuan produktif tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai.

    b.  Butir 3, bahwa atas pemakaian sendiri Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak bukan 
        untuk tujuan produktif terutang Pajak Pertambahan Nilai dan harus diterbitkan Faktur Pajak. 
        Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Faktur Pajak merupakan Pajak Keluaran dan 
        sekaligus merupakan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan.

5.  Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-13/PJ.331/2003 tentang Tata Cara Penentuan Wajib 
    Pajak Yang Dapat Diberikan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak, antara lain 
    mengatur :
    a.  Dalam butir II dan III, dijelaskan bahwa Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak 
        domisili terdaftar dan tempat Wajib Pajak lokasi terdaftar harus melakukan kegiatan-kegiatan 
        tertentu untuk memperoleh syarat-syarat/kriteria Wajib Pajak dapat ditetapkan menjadi Wajib 
        Pajak Patuh.

    b.  Dalam butir IV butir 2, dijelaskan Kepala Kantor Wilayah DJP setelah menerima daftar 
        nominatif Wajib Pajak Patuh dari Kantor Pelayanan Pajak, melakukan kegiatan antara lain 
        mengirimkan penetapan Wajib Pajak Patuh kepada :
        1). Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak domisili terdaftar;
        2). Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak lokasi terdaftar; dan
        3). Kepala Kantor Wilayah DJP atasan Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak lokasi 
            terdaftar.

6.  Berdasarkan ketentuan pada butir 2 sampai dengan butir 5, serta memperhatikan isi surat Saudara 
    pada butir 1, dengan ini diberikan penegasan bahwa:
    a.  Mengingat PT ABC mempunyai lebih dari satu tempat pajak terutang (Kantor Pusat dan Kantor 
        Cabang) yang berada di bawah pelayanan Kantor Pelayanan Pajak Medan Belawan, maka 
        untuk seluruh tempat-tempat terutang tersebut PT ABC wajib memilih salah satu tempat 
        kegiatan usaha sebagai tempat pajak terutang yang bertanggung jawab untuk seluruh tempat 
        kegiatan usahanya, dalam hal ini Kantor Pusat PT ABC. Oleh karena itu, Kantor Cabang PT 
        ABC tidak diperkenankan untuk memiliki NPPKP sendiri.

    b.  Dalam hal terdapat penyerahan BKP (termasuk barang olahan) diantara tempat-tempat 
        terutang sebagaimana dimaksud dalam huruf a di atas, maka atas penyerahan tersebut 
        merupakan pemakaian sendiri.

    c.  Atas pemakaian sendiri BKP tersebut oleh PT ABC untuk tujuan produktif belum merupakan 
        penyerahan BKP, sehingga tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas 
        Barang Mewah, dan tidak dibuatkan Faktur Pajak.

    d.  Sedangkan atas pemakaian sendiri BKP tersebut di atas oleh PT ABC bukan untuk tujuan 
        produktif terutang Pajak Pertambahan Nilai, dengan Dasar Pengenaan Pajak sebesar Harga 
        Jual dikurangi laba kotor dan PT ABC wajib menerbitkan Faktur Pajak. Pajak Pertambahan 
        Nilai yang tercantum dalam Faktur Pajak merupakan Pajak Keluaran dan sekaligus merupakan 
        Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan.

    e.  Mengingat bahwa Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor XXX tanggal 30 Januari 2004 
        menetapkan PT ABC yang terdaftar di KPP Medan Belawan sebagai Wajib Pajak Patuh, maka 
        PT ABC berhak untuk memperoleh pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak 
        sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Demikian untuk dimaklumi.




A.n. DIREKTUR JENDERAL
DIREKTUR PPN DAN PTLL,

ttd.

A. SJARIFUDDIN ALSAH
peraturan/sdp/146pj.532005.txt · Last modified: 2023/02/05 06:29 by 127.0.0.1