User Tools

Site Tools


peraturan:sdp:144pj.3322000
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                      7 April 2000

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                        NOMOR S - 144/PJ.332/2000

                            TENTANG

      PERMOHONAN KONFIRMASI TERHADAP RUU DI BIDANG PERPAJAKAN HASIL REKONSILIASI

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara kepada Direktur Jenderal Pajak Nomor : S-252/SJ.6/2000 tanggal 
15 Pebruari 2000 perihal tersebut pada pokok surat, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut :
1.  Dalam surat tersebut Saudara menyampaikan hal-hal sebagai berikut :
    a.  Mengenai perubahan materi pada Pasal 4A ayat (2) RUU Perubahan UU PPN dan PPnBM yang 
        menghapuskan kelompok barang :
        1)  barang hasil pertanian, hasil perkebunan, hasil kehutanan;
        2)  barang hasil peternakan, hasil perburuan/penangkapan, atau hasil penangkaran;
        3)  barang hasil penangkapan atau hasil budidaya perikanan.
        dari kelompok barang yang tidak dikenakan PPN.

    b.  Dalam rangka menyelaraskan Pasal 25 ayat (1) UU Nomor 6 TAHUN 1983 sebagaimana telah 
        diubah dengan UU Nomor 9 TAHUN 1994 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan 
        (UU KUP) yang mengatur bahwa 1 (satu) Surat Keberatan hanya berlaku untuk 1 (satu) Surat 
        Ketetapan Pajak dengan ketentuan dalam Pasal 33 UU Nomor 17 TAHUN 1997 tentang Badan 
        Penyelesaian Sengketa Pajak (UU BPSP) yang menyatakan bahwa 1 (satu) Surat Banding 
        hanya berlaku 1 (satu) Keputusan Keberatan. BPSP mengusulkan agar diberikan penegasan 
        dalam Pasal 25 ayat (4) UU KUP, sehingga berbunyi sebagai berikut :
        "Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat 
        (2), dan ayat (3) tidak dianggap sebagai Surat Keberatan, sehingga tidak dipertimbangkan."

    c.  Usul Direktorat Jenderal Pajak berdasarkan Nota Dinas Nomor : ND-703/PJ.4/1999  tanggal 
        24 Desember 1999 untuk mengatur pemutihan agar kekayaan yang disampaikan pemutihan 
        tidak lagi diusut asal usul fiskal dan tindak pidana fiskalnya dengan UU, seyogyanya dapat 
        ditampung dalam Aturan Peralihan RUU KUP dengan redaksional sebagai berikut :
        "(1)    Dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan pemutihan pajak terhadap kekayaan 
            dari Wajib Pajak yang belum dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan UU Nomor 10 
            Tahun 1994 tentang Perubahan Atas UU Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak 
            Penghasilan dan yang diperoleh sejak tanggal 1 Januari 1991.
        (2) Dengan pemutihan pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dilakukan 
            pengusutan terhadap asal usul penghasilan dan tindak pidana fiskal."

    d.  Dengan masih dicantumkannya warisan sebagai objek BPHTB sebagaimana dimaksud dalam 
        Pasal 2 ayat (2) huruf a angka 5 RUU BPHTB diusulkan pengkajian lebih lanjut karena adanya 
        keterkaitan permasalahan tersebut dengan kaidah agama, adat, maupun budaya.
    e.  Diusulkan hal-hal tersebut dapat dipertimbangkan dalam pembahasan RUU termaksud 
        di Sekretariat Negara

2.  Berdasarkan konfirmasi/usul dalam surat Saudara, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut :
    a.  Perubahan materi Pasal 4A ayat (2) RUU PPN dan PPnBM yang menghapuskan kelompok 
        barang :
        1)  barang hasil pertanian, hasil perkebunan, hasil kehutanan;
        2)  barang hasil peternakan, hasil perburuan/penangkapan, atau hasil penangkaran;
        3)  barang hasil penangkapan atau hasil budidaya perikanan.

        dari kelompok barang yang tidak dikenakan PPN adalah sebagai hasil dari diskusi/pembahasan 
        lebih lanjut dalam Rapat Tim Kerja Penyusunan RUU tentang Perubahan UU Perpajakan pada 
        tanggal 19 Januari 2000, dengan pertimbangan :
        1)  Selama ini mengalami kesulitan untuk menetapkan kriteria dipetik langsung atau 
            diambil langsung dari sumbernya. Seharusnya kriteria dipetik langsung/diambil dari 
            sumbernya untuk tidak dikenakan PPN adalah daun segar atau buah segar atau ikan 
            segar dan bukan yang sudah mengalami pengolahan lebih lanjut.
        2)  Hal tersebut untuk mendorong investasi/produksi di bidang pertanian, perkebunan, 
            kehutanan, peternakan atau perikanan, karena dengan pengenaan PPN terhadap 
            barang-barang tersebut maka Pajak Masukan yang diperoleh dapat dikreditkan dan 
            tidak dibebankan sebagai biaya sehingga harga jual produk olahan barang-barang 
            di atas dapat ditekan (dijaga) agar mampu menjadi produk yang kompetitif di pasar.

    b.  Mengenai usul BPSP untuk mengubah materi Pasal 25 ayat (4) RUU Perubahan UU KUP 
        sebagaimana surat Saudara, pada dasarnya kami sependapat dan akan 
        mengakomodasikannya dalam RUU Perubahan UU KUP.

    c.  Mengenai usul aturan pemutihan dapat ditampung dalam Aturan Peralihan RUU Perubahan UU 
        KUP dengan redaksional seperti yang diusulkan dalam surat Saudara, menurut hemat kami 
        hal tersebut seyogyanya diatur dengan undang-undang tersendiri bukan dengan Peraturan 
        Pemerintah karena pemutihan terhadap kekayaan yang belum dikenakan Pajak Penghasilan 
        sebenarnya merupakan pengecualian terhadap UU Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak 
        Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 10 TAHUN 1994 (UU PPh). 
        Selain itu, apabila dimuat dalam UU KUP dengan perumusan tersebut dikhawatirkan hal 
        tersebut menimbulkan pendapat bahwa pemutihan tersebut dapat dilakukan setiap saat. 
        Oleh karena itu hal tersebut perlu kita pertimbangkan lebih matang lagi.

    d.  Mengenai masalah warisan sebagai pejabat objek BPHTB sehubungan adanya keterkaitan 
        dengan kaidah agama, adat, maupun budaya, pembahasan lebih lanjut oleh Sub Tim 
        Perubahan UU BPHTB memutuskan untuk tetap mengusulkan pemindahan hak dalam hal waris 
        sebagai objek BPHTB {Pasal 2 ayat (2)} dengan pertimbangan sebagai berikut :
        1)  Yang dijadikan objek BPHTB adalah pemindahan hak akibat terjadinya peristiwa waris 
            dan bukan terhadap warisannya.
        2)  Saat terutangnya pemindahan hak dalam hal waris adalah saat yang bersangkutan 
            mendaftarkan peralihan haknya ke Kantor Pertanahan.
        3)  Penerima hak dalam hal waris (ahli waris) menerima hak dengan tanpa biaya dan 
            tanpa bersusah payah untuk memperoleh hak tersebut.
        4)  Keterkaitan masalah warisan dengan kaidah agama, adat dan budaya biasanya 
            terjadi sebelum atau pada saat waris tersebut dibagi, sedangkan pada saat ahli waris 
            mendaftarkan haknya ke Kantor Pertanahan sudah tidak berkaitan lagi dengan kaidah-
            kaidah tersebut.
        5)  Perlakuan perpajakan atas pemindahan hak dalam hal waris dikategorikan sama 
            dengan perlakuan perpajakan atas hibah wasiat dan pemberian hak pengelolaan 
            yang pengenaannya diatur kemudian oleh Peraturan Pemerintah {Pasal 3 ayat (2)}.

        Pada hemat kami yang penting adalah diatur "treshold" tertentu bagi warisan tersebut yang 
        akan dikenakan BPHTB sehingga warisan yang nilainya tidak begitu tinggi tidak perlu 
        dikenakan BPHTB pada saat mendaftarkan peralihan haknya.

Demikian untuk dimaklumi, atas kerjasamanya disampaikan terima kasih.




DIREKTUR,

ttd

IGN MAYUN WINANGUN
peraturan/sdp/144pj.3322000.txt · Last modified: 2023/02/05 06:29 by 127.0.0.1