peraturan:sdp:135pj.422003
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 14 Maret 2003 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 135/PJ.42/2003 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PAJAK PENGHASILAN TERUTANG UNTUK BUT YANG BERGERAK DI BIDANG PENGEBORAN MINYAK DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara tanpa nomor tanggal 22 April 2002 perihal permohonan penegasan mengenai penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pajak Penghasilan terutang untuk BUT yang bergerak di bidang pengeboran minyak, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut: 1. Dalam surat tersebut Saudara mengemukakan permasalahan sebagai berikut: a. ABC adalah bentuk usaha tetap yang menghitung Penghasilan Kena Pajaknya dengan menggunakan Norma Penghitungan Khusus (deemed Taxable Profit). Penghasilan netonya dihitung dengan menggunakan Norma Penghitungan Khusus sebesar 15% dari penghasilan bruto; b. BUT di atas hanya diwajibkan untuk menyelenggarakan pencatatan penghasilan bruto dan pengeluaran-pengeluaran yang dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan, sehingga tidak menyelenggarakan pembukuan lengkap. Tagihan jasa drilling berdasarkan invoice dibuat dalam mata uang Dollar Amerika Serikat; c. Berdasarkan ketentuan perpajakan, kurs tengah Bank Indonesia digunakan sebagai kurs konversi bagi Wajib Pajak yang menyelenggarakan pembukuan dalam mata uang Dollar Amerika Serikat, sedang untuk kurs Menteri Keuangan adalah kurs yang digunakan untuk menghitung pajak terutang. Perusahaan Saudara menggunakan kurs konversi Keputusan Menteri Keuangan dalam penghitungan deemed profit dan PPh Badan terutang d. Pemeriksaan pajak yang telah dilakukan pada tahun 1997 sampai dengan 2000, pihak fiskus tidak melakukan koreksi atas penggunaan kurs konversi berdasarkan kurs Keputusan Menteri Keuangan; e. Dengan menggunakan Norma Penghitungan, maka semua penghasilan dan biaya sehubungan dengan usaha pengeboran migas dianggap telah termasuk ke dalam penghitungan deemed profit, sehingga penghasilan dan biaya yang diterima atau diperoleh dari usaha lain selain dari usaha pengeboran migas dihitung terpisah; f. Perusahaan Saudara juga diwajibkan untuk membayar angsuran PPh Pasal 25 yang dihitung dari jumlah yang dihasilkan dari penerapan tarif menurut pasal 17 Undang-undang PPh atas penghasilan neto dari usaha di bidang migas ditambah penghasilan neto dari kegiatan usaha lain per bulan yang disetahunkan, dibagi 12; g. Sehubungan dengan permasalahan tersebut di atas Saudara mengajukan beberapa permohonan sebagai berikut: - Dapatkah BUT drilling menghitung deemed taxable profit dengan menggunakan kurs pajak yang dikeluarkan oleh Menteri Keuangan setiap minggunya sebagai kurs konversi atas invoice yang diterbitkan dalam periode yang bersangkutan untuk kemudian dihitung pajaknya?; - Penegasan mengenai pengertian penghasilan yang diterima atau diperoleh dari usaha lain. Apakah keuntungan selisih kurs yang timbul dari perbedaan kurs pada tanggal invoice dengan kurs tanggal penerimaan pembayaran jasa drilling juga dianggap sebagai penghasilan yang diterima atau diperoleh dari usaha lain? Bagaimana halnya dengan kerugian selisih kurs atas kasus yang sama? Apabila laba selisih kurs dianggap sebagai penghasilan dari usaha lain, dapatkah kerugian selisih kurs diperhitungkan sebagai biaya lain?; - Penegasan mengenai cara penghitungan penghasilan neto per bulan, mengingat BUT drilling tidak diwajibkan membuat pembukuan. Dapatkah BUT drilling menghitung penghasilan neto per bulan berdasarkan tagihan jasa drilling yang telah diterima pembayarannya pada bulan yang bersangkutan (cash basis), ataukah harus berdasarkan tagihan jasa drilling yang diterbitkan pada bulan yang bersangkutan (accrual basis)?; 2. Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) huruf l dan Pasal 6 ayat (1) huruf e Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000, keuntungan maupun kerugian selisih kurs mata uang asing yang disebabkan oleh fluktuasi kurs diakui berdasarkan sistem pembukuan yang dianut Wajib Pajak yang harus dilakukan secara taat azas. Apabila Wajib Pajak menggunakan sistem pembukuan berdasarkan kurs tetap (kurs historis), pengakuan keuntungan/kerugian selisih kurs dilakukan pada saat terjadinya realisasi atas perkiraan mata uang asing tersebut. Apabila Wajib Pajak menggunakan sistem pembukuan berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia atau kurs yang sebenarnya berlaku pada akhir tahun, pengakuan keuntungan/kerugian selisih kurs dilakukan pada setiap akhir tahun berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia atau kurs yang sebenarnya berlaku pada akhir tahun. 3. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 628/KMK.04/1991 tanggal 26 Juni 1991 tentang Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Neto Bagi Wajib Pjak Badan yang Melakukan Kegiatan Usaha di Bidang Minyak dan Gas Bumi serta Angsuran Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan oleh Wajib Pajak Sendiri, Pasal 1: Ayat (1): Penghasilan neto Wajib Pajak bentuk usaha tetap dari kegiatan usaha pengeboran minyak dan gas bumi dihitung dengan menggunakan Norma Penghitungan Khusus sebesar 15% dari penghasilan bruto. Ayat (3): Penghasilan neto Wajib Pajak bentuk usaha tetap dari kegiatan usaha selain pengeboran minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dihitung berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang PPh 1984. 4. Berdasarkan ketentuan-ketentuan dan hal-hal tersebut di atas, dengan ini dapat diberikan penegasan sebagai berikut: a. Dalam menghitung deemed taxable profit dan Penghasilan Kena Pajak untuk BUT drilling dari penghasilan usaha migas yang diterima atau diperoleh dalam mata uang asing, dikonversi ke dalam mata uang Rupiah berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia atau kurs yang sebenarnya berlaku pada saat diterima atau diperolehnya penghasilan tersebut. b. Keuntungan atau kerugian selisih kurs yang timbul dari perbedaan kurs pada tanggal invoice dengan kurs tanggal penerimaan pembayaran jasa drilling diakui sebagai penghasilan atau biaya berdasarkan ketentuan umum perpajakan. c. Saat terutangnya Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak bentuk usaha tetap dari kegiatan usaha pengeboran minyak dan gas bumi seperti Wajib Pajak Badan lainnya, adalah pada saat diterima atau diperolehnya penghasilan yaitu pada tanggal penerbitan invoice atau diterimanya pembayaran tergantung peristiwa mana yang lebih dulu terjadi. Demikian penegasan kami harap maklum. DIREKTUR JENDERAL, ttd HADI POERNOMO
peraturan/sdp/135pj.422003.txt · Last modified: 2023/02/05 18:09 by 127.0.0.1