peraturan:sdp:131pj.321995
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 5 September 1995 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 131/PJ.32/1995 TENTANG PENGENAAN PPN DAN PPh JASA KONSULTAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara tanggal 6 Oktober 1994 perihal tersebut di atas, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut : 1. Dalam surat tersebut Saudara menanyakan tentang pengenaan PPN dan PPh atas transaksi dengan Konsultan Luar Negeri maupun Konsultan Dalam Negeri yang bekerjasama dengan Konsultan Luar Negeri untuk Jasa Konsultan pembangunan Pusat Persemaian Permanen yang dibiayai dari pinjaman luar negeri. 2. Ketentuan yang berlaku sebelum 1 April 1995 2.1. Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai : Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 58 TAHUN 1985 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 402/KMK.04/1985 dengan petunjuk pelaksanaan terakhir dalam surat Menteri Keuangan Nomor : 1322/MK.04/1992 tanggal 22 Oktober 1992 : a. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang atas penyerahan Jasa Kena Pajak oleh Kontraktor Utama untuk Proyek Pemerintah (Proyek DIP) yang dibiayai dana pinjaman/bantuan luar negeri ditanggung/dibayar oleh Pemerintah, tetapi pelaksanaannya dengan penerbitan SPM-Nihil; b. Atas penyerahan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak dari para sub kontraktor kepada kontraktor utama tetap dikenakan PPN, dan kontraktor utama dapat mengkreditkan Pajak Masukan yang dibayar kepada para sub kontraktor. 2.2. Pengenaan Pajak Penghasilan : Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 29 TAHUN 1986 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 620/KMK.04/1986 tanggal 18 Juli 1986 yang petunjuk pelaksanaan terakhir dituangkan dalam surat Menteri Keuangan Nomor : 1322/MK.04/1992 tanggal 22 Oktober 1992 : a. Pajak Penghasilan yang terutang oleh kontraktor, konsultan, dan pemasok (supplier) sebagai kontraktor utama atas penghasilan yang diterima dari Proyek Pemerintah (Proyek DIP) yang dibiayai dana pinjaman/bantuan luar negeri ditanggung Pemerintah; b. Pajak Penghasilan yang terutang atas penghasilan yang diterima oleh para sub kontraktor dari kontraktor utama sehubungan dengan Proyek Pemerintah (Proyek DIP) yang dibiayai dana pinjaman/bantuan luar negeri, tetap dipungut, dipotong, atau dibayar sesuai dengan Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1991. 3. Ketentuan yang berlaku sejak 1 April 1995 3.1. Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai : Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 13 TAHUN 1995 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 191/KMK.04/1995 : a. Atas penyerahan Jasa Kena Pajak oleh Kontraktor Utama untuk Proyek Pemerintah (Proyek DIP) yang dibiayai dana pinjaman/bantuan luar negeri, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang tidak dipungut. b. Atas sisa nilai kontrak pelaksanaan Proyek Pemerintah (Proyek DIP) yang dibiayai dana pinjaman/bantuan luar negeri yang ditandatangani sebelum tanggal 1 April 1995, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang tetap ditanggung Pemerintah, dalam pelaksanaannya tidak dipungut hingga berakhirnya masa kontrak. c. atas penyerahan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak dari para sub kontraktor kepada kontraktor utama tetap dikenakan PPN, dan kontraktor utama dapat mengkreditkan Pajak Masukan yang dibayar kepada para sub kontraktor. 3.2. Pengenaan Pajak Penghasilan : Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 13 TAHUN 1995 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 191/KMK.04/1995, tanggal 12 Mei 1995 : a. Pajak Penghasilan yang terutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh kontraktor, konsultan, dan pemasok (supplier) atas pekerjaan yang dilakukannya dalam rangka pelaksanaan proyek-proyek Pemerintah yang dibiayai dengan dana pinjaman luar negeri dipungut, dipotong atau dibayar sesuai dengan Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1994; b. Pajak Penghasilan yang terutang atas sisa nilai kontrak pelaksanaan proyek Pemerintah (Proyek DIP) yang dibiayai dengan dana pinjaman/bantuan luar negeri yang ditandatangani sebelum tanggal 1 April 1995, tetap ditanggung Pemerintah, hingga berakhirnya masa kontrak berkenaan; c. Pajak Penghasilan yang terutang atas penghasilan yang diterima oleh para sub kontraktor dari kontraktor utama sehubungan dengan Proyek Pemerintah (Proyek DIP) yang dibiayai dana pinjaman/bantuan luar negeri, tetap dipungut, dipotong, atau dibayar sesuai dengan Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994. 4. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, maka atas permasalahan yang Saudara ajukan dapat diberikan penjelasan sebagai berikut : 4.1. Konsultan Luar Negeri a. Pajak Pertambahan Nilai : a.1. Atas kontrak yang ditandatangani dan berakhir sebelum tanggal 1 April 1995 berlaku ketentuan sebagaimana tersebut pada butir 2.1. a.2. Atas kontrak yang ditandatangani sesudah tanggal 1 April 1995 berlaku ketentuan sebagaimana tersebut pada butir 3.1. huruf a dan huruf c. a.3. Atas kontrak yang ditandatangani sebelum dan berakhir sesudah tanggal 1 April 1995 berlaku ketentuan sebagaimana tersebut pada butir 3.1. huruf b dan huruf c. b. Pajak Penghasilan : b.1. Atas kontrak yang ditandatangani dan berakhir sebelum tanggal 1 April 1995 berlaku ketentuan sebagaimana tersebut pada butir 2.2. b.2. Atas kontrak yang ditandatangani sesudah tanggal 1 April 1995 berlaku ketentuan sebagaimana tersebut pada butir 3.2. huruf a dan huruf c. b.3. Atas kontrak yang ditandatangani sebelum 1 April 1995 dan berakhir sesudah tanggal 1 April 1995 berlaku ketentuan sebagaimana tersebut pada butir 3.2. huruf b dan huruf c. 4.2. Konsultan Luar Negeri yang bekerjasama dengan Konsultan Dalam Negeri, yang menurut dokumen yang dilampirkan pada surat Saudara yaitu PT XYZ yang bekerja sama dengan PT ABC, tergantung dari perjanjian yang telah disepakati kedua belah pihak yang bekerja sama (Join Operation/JO) tersebut : a. dalam hal pelaksanaan pekerjaan : a.1. kedua belah pihak benar-benar secara bersama-sama melaksanakan pekerjaan; atau a.2. terdapat pembagian pelaksanaan pekerjaan proyek tetapi pihak yang satu tidak mengambil keuntungan dari pihak yang lain; atau a.3. perhitungan pembagian keuntungan dilakukan kedua belah pihak setelah berakhirnya proyek, maka kedua belah pihak yang mengadakan kerja sama (Join Operation) tersebut, baik PT XYZ maupun PT ABC KONSULTAN, berkedudukan sebagai kontraktor utama, sehingga pengenaan Pajak Pertambahan Nilai berlaku ketentuan sebagaimana tersebut pada butir 2.1. huruf a, butir 3.1. huruf a dan huruf b, sedangkan pengenaan Pajak Penghasilan berlaku ketentuan sebagaimana tersebut pada butir 2.2. huruf a atau butir 3.2. huruf a dan huruf b. b. dalam hal pelaksanaan proyek tersebut terdapat pembagian pekerjaan yang disertai pengambilan keuntungan dari pihak yang satu terhadap yang lain, maka pihak yang memberikan pekerjaan dengan memperoleh keuntungan dari pihak yang lain berkedudukan sebagai kontraktor utama, sedangkan pihak yang melaksanakan pekerjaan dengan memberikan keuntungan kepada pihak lain berkedudukan sebagai sub kontraktor, sehingga pengenaan Pajak Pertambahan Nilai bagi sub kontraktor berlaku ketentuan sebagaimana tersebut pada butir 2.1. huruf b atau butir 3.1. huruf c, sedangkan pengenaan Pajak Penghasilan berlaku ketentuan sebagaimana tersebut pada butir 2.2. huruf b atau butir 3.2. huruf c. Demikian untuk menjadi maklum. A.n. DIREKTUR JENDERAL PAJAK DIREKTUR PERATURAN PERPAJAKAN ttd ABRONI NASUTION
peraturan/sdp/131pj.321995.txt · Last modified: 2023/02/05 06:06 by 127.0.0.1