peraturan:sdp:1250pj.512002
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 2 Desember 2002 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 1250/PJ.51/2002 TENTANG PPN DAN PPn BM ATAS IMPOR PESAWAT UNTUK KEPERLUAN JASA ANGKUTAN UMUM DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 4 Nopember 2002 hal Permohonan Pembebasan PPN, PPn BM dan Pajak Impor Lainnya Pesawat Terbang Oleh Perusahaan Jasa Angkutan Udara Niaga Tidak Berjadwal, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut: 1. Dalam surat tersebut Saudara mengemukakan bahwa: a. PT. XYZ adalah perusahaan jasa angkutan udara niaga tidak berjadwal yang bergerak dibidang charter penerbangan umum untuk komersial dalam negeri sesuai Surat Ijin Usaha Angkutan Udara Niaga Tidak Berjadwal Nomor XXX tanggal 22 Mei 2001. b. PT. XYZ bermaksud melakukan impor Pesawat terbang jenis Fokker F-27 MK 600 sebanyak 2 (dua) unit berikut suku cadang serta peralatan untuk perbaikan/pemeliharaan. c. Atas impor Pesawat terbang dan cadang serta peralatan untuk perbaikan/pemeliharaan tersebut Saudara memohon pembebasan pengenaan PPN, PPn BM dan pajak impor lainnya. 2. Sesuai Pasal 1 angka 5 Peraturan Pemerintah Nomor 146 TAHUN 2000 tentang Impor Dan Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan Atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu Yang Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai ditetapkan bahwa atas impor pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional dibebaskan dari pengenaan PPN. 3. Sesuai Pasal 3 ayat (3) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 10/KMK.04/2001 Tentang Pemberian Dan Penatausahaan Pajak Pertambahan Nilai Dibebaskan Atas Impor Dan Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Dan Atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 63/KMK.03/2002 ditetapkan bahwa Orang atau Badan yang melakukan impor pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang digunakan untuk kegiatan Usaha Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional wajib mempunyai Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Pajak. 4. Sesuai Lampiran I Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-48/PJ./2001 Tentang Tatacara Pemberian Dan Penatausahaan Pajak Pertambahan Nilai Dibebaskan Atas Impor Dan Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Dan Atau Jasa Kena Pajak Tertentu sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-104/PJ./2002 ditetapkan bahwa permohonan untuk memperoleh Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai (SKB PPN) harus diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak c.q. Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat pemohon terdaftar dengan melampirkan: a. Dokumen impor berupa: - Invoice, - Bill of Lading (B/L) atau Airway Bill, - Dokumen Kontrak pembelian yang bersangkutan atau dokumen yang dapat dipersamakan; - Penjelasan secara terinci mengenai kegunaan dari Barang Kena Pajak yang diimpor; - Dokumen pembayaran yang berupa Letter of Credit (L/C) atau bukti transfer atau bukti lainnya yang berkaitan dengan pembayaran tersebut, b. Dokumen yang berkenaan dengan pengusahaan angkutan udara niaga nasional. 5. Sesuai dengan Pasal 1 ayat (5) huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 145 TAHUN 2000 tentang Kelompok Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah Yang Dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2002 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 570/KMK.04/2000 tentang Jenis Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah Selain Kendaraan Bermotor Yang Dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 141/KMK.03/2002 beserta ralatnya tertanggal 30 April 2002 bahwa atas impor dan penyerahan pesawat udara dikenakan PPn BM dengan tarif 50%, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan udara niaga. 6. Sesuai dengan Pasal 1 Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 11 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Angkutan Udara, bahwa angkutan udara niaga adalah angkutan udara untuk umum dengan memungut pembayaran. Angkutan udara niaga terdiri dari angkutan udara niaga berjadwal dan angkutan udara niaga tidak berjadwal. 7. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dengan ini ditegaskan bahwa: a. PPN yang terutang atas impor 2 (dua) unit pesawat terbang jenis Fokker F-27 MK 600 berikut suku cadang serta peralatan untuk perbaikan/pemeliharaan yang dilakukan oleh PT. XYZ dapat dibebaskan melalui mekanisme Surat Keterangan Bebas PPN (SKB PPN) sepanjang impor tersebut digunakan untuk kegiatan usaha Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional. Surat Permohonan untuk memperoleh SKB PPN diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak c.q. Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat pemohon terdaftar dengan melampirkan dokumen sebagaimana dimaksud dalam butir 4 di atas. b. Disamping itu, atas impor 2 (dua) unit pesawat terbang jenis Fokker F-27 MK 600 sebagaimana dimaksud di atas dikecualikan dari pengenaan PPn BM sepanjang pesawat terbang tersebut digunakan untuk kegiatan usaha angkutan udara niaga. Demikian untuk dimaklumi. A.n. DIREKTUR JENDERAL, DIREKTUR PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK TIDAK LANGSUNG LAINNYA ttd I MADE GDE ERATA
peraturan/sdp/1250pj.512002.txt · Last modified: 2023/02/05 05:53 by 127.0.0.1