User Tools

Site Tools


peraturan:sdp:11pj.432002
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                10 Januari 2002

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                          NOMOR S - 11/PJ.43/2002

                            TENTANG

                    PERLAKUAN PPN KONTRAK KARYA

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 25 Juli 2002 perihal sebagaimana tersebut diatas, 
dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut:

1.  Dalam surat tersebut Saudara mengemukakan bahwa PT. ABC ingin bekerjasama dengan perusahaan 
    di Nigeria, Bangladesh, dan Kuwait. Produk PT. ABC diekspor ke tiga negara tersebut. Perusahaan-
    perusahaan di negara tersebut dalam memasarkan produk PT. ABC mengeluarkan biaya promosi dan 
    pemasaran, dan meminta bantuan dari PT. ABC dalam bentuk dukungan promosi dalam jumlah yang 
    disepakati bersama.

    Saudara menyatakan pula bahwa promosi yang mereka lakukan tidak melibatkan PT. ABC dan hanya 
    membantu dalam bentuk dukungan promosi yang pembayarannya memotong faktur penjualan ekspor 
    PT. ABC. Perusahaan di ketiga negara tersebut tidak ada kaitannya dengan PT. ABC.

    Selanjutnya Saudara menanyakan:
    a.  Apakah atas dukungan promosi tersebut terkena perlakuan Pajak Penghasilan, dan 
        hubungannya dengan tax treaty;
    b.  Bagaimana perlakuan pembukuan terhadap Pajak Penghasilan sedangkan perusahaan di 
        ketiga negara tersebut tidak berkeinginan jika dukungan biaya promosi dan pemasaran 
        dikenakan pajak.

2.  Berdasarkan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) Indonesia - Kuwait, antara lain diatur:
    a.  Pasal 5 ayat (1):
        Untuk kepentingan Persetujuan ini istilah "bentuk usaha tetap" berarti suatu tempat usaha 
        tetap di mana seluruh atau sebagian usaha suatu perusahaan dijalankan.
    b.  Pasal 5 ayat (4):
        Pemberian jasa termasuk jasa konsultan yang dilakukan oleh suatu perusahaan melalui 
        karyawannya atau orang lain di Negara pihak pada Persetujuan lainnya dianggap sebagai 
        suatu bentuk usaha tetap apabila kegiatan-kegiatan tersebut berlangsung untuk proyek yang 
        sama atau ada kaitannya dalam masa atau masa-masa yang berjumlah lebih dari tiga bulan 
        dalam jangka waktu dua belas bulan.
    c.  Pasal 7 ayat (1):
        Laba perusahaan dari Negara pihak pada Persetujuan hanya akan dikenakan pajak di Negara 
        pihak pada Persetujuan itu kecuali jika perusahaan itu menjalankan usaha di Negara pihak 
        pada Persetujuan lainnya melalui suatu bentuk usaha tetap.

3.  Berdasarkan Pasal 26 ayat (1) huruf d Undang-Undang Pajak Penghasilan antara lain mengatur bahwa 
    atas penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan dengan nama dan 
    dalam bentuk apapun, yang dibayarkan oleh badan pemerintah, Subjek Pajak dalam negeri, 
    penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada 
    Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia, dipotong pajak sebesar 20% (dua 
    puluh persen) dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan dan bersifat final.

4.  Berdasarkan Pasal 4 huruf d Peraturan Pemerintah Nomor 138 TAHUN 2000 tentang Penghitungan 
    Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan dan penjelasannya 
    diatur bahwa pengeluaran dan biaya yang tidak boleh dikurangkan dalam menghitung besarnya 
    Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap termasuk Pajak 
    Penghasilan yang ditanggung oleh pemberi penghasilan, kecuali pajak atas penghasilan sebagaimana 
    dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan tetapi tidak termasuk dividen 
    sepanjang Pajak Penghasilan tersebut ditambahkan dalam penghitungan dasar untuk pemotongan 
    pajak.

5.  Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-03/PJ.101/1996 tanggal 29 Maret 1996 tentang 
    Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara lain diatur sebagai berikut:
    a.  Wajib Pajak luar negeri wajib menyerahkan asli Surat Keterangan Domisili (SKD) kepada 
        pihak yang membayarkan penghasilan dan menyampaikan fotokopi SKD tersebut kepada 
        Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat pihak yang membayarkan penghasilan terdaftar. SKD 
        asli tersebut menjadi dasar bagi pihak yang membayarkan penghasilan untuk menerapkan 
        PPh Pasal 26 sesuai ketentuan yang ditegaskan dalam P3B yang berlaku antara Indonesia 
        dengan negara tempat kedudukan Wajib Pajak luar negeri tersebut.
    b.  Surat Keterangan Domisili diterbitkan oleh Competent Authority atau wakilnya yang sah di 
        negara treaty partner. Namun demikian, Surat Keterangan Domisili yang dibuat oleh pejabat 
        pada Kantor Pajak tempat Wajib Pajak luar negeri yang bersangkutan terdaftar dapat 
        diterima dan dipersamakan dengan Surat Keterangan Domisili yang dibuat Competent 
        Authority.
    c.  Berdasarkan P3B yang berlaku, pada umumnya imbalan atas jasa yang diterima atau 
        diperoleh Wajib Pajak luar negeri merupakan laba usaha sehingga pengenaan pajaknya hanya 
        dapat dilakukan di Indonesia apabila Wajib Pajak luar negeri tersebut melakukan jasa di 
        Indonesia melalui suatu BUT di Indonesia.
    d.  Penentuan adanya BUT di Indonesia ditentukan berdasarkan jangka waktu (time test) yang 
        berlaku di masing-masing negara peserta P3B.
        (i).    Dalam hal persyaratan jangka waktu untuk adanya BUT di Indonesia dipenuhi maka 
            atas imbalan jasa tersebut dikenakan pajak di Indonesia dan dipotong Pajak 
            Penghasilan Pasal 23 sesuai ketentuan yang berlaku.
        (ii).   Dalam hal jangka waktu mengenai adanya BUT tidak dipenuhi maka atas imbalan jasa 
            tersebut tidak dapat dikenakan pajak di Indonesia. Hak pemajakannya dilakukan oleh 
            negara Treaty Partner tempat kedudukan (residence) dari Wajib Pajak luar negeri 
            tersebut.

6.  Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-08/PJ.222/1984 tentang Jasa Teknik dan Jasa 
    Manajemen Menurut Pasal 23 dan 26 Undang-undang Pajak Penghasilan 1984 antara lain diatur bahwa 
    yang dimaksud jasa manajemen ialah pemberian jasa dengan ikut serta secara langsung dalam 
    pelaksanaan manajemen dalam balas jasa berupa imbalan manajemen. Pengertian manajemen disini 
    adalah meliputi segala bidang manajemen, termasuk diantaranya manajemen produksi, manajemen 
    personalia, manajemen pemasaran, dan lain-lain.

7.  Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dengan ini ditegaskan sebagai berikut:
    a.  Terhadap dukungan biaya promosi dan pemasaran dengan Perusahaan yang berkedudukan di 
        Kuwait (negara treaty partner):
        (i).    Kegiatan promosi dan pemasaran yang dilakukan oleh perusahaan di Kuwait 
            termasuk dalam pengertian jasa manajemen pemasaran;
        (ii).   Dukungan biaya promosi dan pemasaran dimaksud merupakan laba usaha bagi 
            perusahaan di Kuwait. Sesuai dengan ketentuan Pasal 7 ayat (1) P3B antara 
            Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Kuwait, maka kegiatan promosi yang 
            dilakukan di luar negeri tersebut atas imbalannya dikenakan pajak di negara Kuwait;
        (iii).  Untuk penerapan ketentuan P3B tersebut pada butir (ii) di atas, Perusahaan di Kuwait 
            wajib menyerahkan asli Surat Keterangan Domisili (SKD) yang diterbitkan dan 
            ditandatangani oleh pejabat Competent Authority di Kuwait, kepada PT. ABC sebagai 
            pihak yang membayarkan penghasilan dan menyerahkan fotokopinya kepada Kepala 
            Kantor Pelayanan Pajak tempat PT. ABC terdaftar.

            Apabila Perusahaan di Kuwait tidak dapat menyerahkan Surat Keterangan Domisili 
            (SKD) dimaksud, maka atas pembayaran imbalan jasa manajemen tersebut 
            dikenakan pemotongan pajak di Indonesia dengan tarif 20% (dua puluh persen) dari 
            jumlah bruto sesuai ketentuan Pasal 26 ayat (1) huruf d Undang-undang Pajak 
            Penghasilan.

    b.  Terhadap dukungan biaya promosi dan pemasaran yang dibayarkan PT. ABC kepada 
        Perusahaan yang berkedudukan di Nigeria dan Bangladesh (kedua negara tersebut bukan 
        negara treaty partner) termasuk dalam pengertian jasa manajemen dan dikenakan 
        pemotongan pajak di Indonesia dengan tarif 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto sesuai 
        ketentuan Pasal 26 ayat (1) huruf d Undang-undang Pajak Penghasilan.
    c.  Dalam hal PPh Pasal 26 yang terutang atas dukungan biaya promosi dan pemasaran oleh 
        perusahaan di Nigeria dan Bangladesh tersebut ditanggung oleh PT. ABC, maka PPh Pasal 26 
        yang terutang tersebut dapat dibebankan sebagai biaya sepanjang pajak tersebut 
        ditambahkan (di gross-up) pada penghasilan yang dipakai sebagai dasar pemotongan PPh 
        Pasal 26.

Demikian agar Saudara maklum.




A.n. DIREKTUR JENDERAL,
DIREKTUR

ttd

SUMIHAR PETRUS TAMBUNAN
peraturan/sdp/11pj.432002.txt · Last modified: 2023/02/05 21:00 by 127.0.0.1