User Tools

Site Tools


peraturan:sdp:1173pj.532003
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                            17 Desember 2003

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                        NOMOR S - 1173/PJ.53/2003

                            TENTANG

            PERLAKUAN PPN DALAM RANGKA PENGGABUNGAN USAHA (MERGER)

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 13 November 2003 dan Nomor XXX tanggal 
01 Desember 2003 hal Permohonan Konfirmasi tentang Perlakuan PPN Sehubungan Dengan Penggabungan 
Usaha (Merger) PT XYZ, PT ABC dan PT CBA, dengan ini diberitahukan hal-hal sebagai berikut:

1.  Dalam surat tersebut antara lain dikemukakan bahwa:
    a.  PT XYZ, PT ABC, dan PT CBA akan melakukan penggabungan usaha (merger) yang 
        direncanakan dilakukan pada tanggal 20 November 2003, dimana dalam penggabungan 
        tersebut:
        -   PT ABC dan PT CBA akan melakukan pengalihan harta kepada PT XYZ;
        -   PT XYZ akan menjadi surviving company, sedangkan PT ABC dan PT CBA akan 
            dilikuidasi setelah proses penggabungan usaha selesai.

    b.  Sebelum tanggal penggabungan usaha, PT ABC dan PT CBA melakukan transaksi pembelian 
        barang dan jasa dalam negeri, dimana penyerahan barang dan jasa oleh supplier dilakukan 
        sebelum tanggal penggabungan usaha sedangkan Faktur Pajak diterbitkan pada akhir bulan 
        berikutnya. Dengan kondisi semacam ini, maka untuk pembelian barang dan jasa yang terjadi 
        pada bulan November 2003 (sebelum tanggal merger), supplier akan menerbitkan Faktur 
        Pajak atas nama PT ABC dan PT CBA pada akhir bulan Desember 2003 (setelah tanggal   
        merger). Setelah tanggal merger, PT ABC dan PT CBA sudah tidak beroperasi (tidak aktif).

    c.  Sebelum tanggal merger, PT ABC dan PT CBA masih melakukan penyerahan jasa kepada 
        pelanggan masing-masing untuk periode tanggal 1 sampai dengan 20 November 2003, dimana 
        atas penyerahan tersebut PT ABC dan PT CBA akan menerbitkan faktur komersial dan Faktur     
        Pajak setelah tanggal merger. Setelah tanggal merger, PT ABC dan PT CBA sudah tidak 
        beroperasi (tidak aktif).

    d.  Saudara bertanya:
        -   Dengan kondisi sebagaimana pada huruf b, apakah Faktur Pajak masukan atas nama 
            PT ABC dan PT CBA dari supplier yang penyerahan barang dan jasanya terjadi 
            sebelum tanggal merger, namun Faktur Pajak-nya diterbitkan setelah tanggal merger 
            dapat dikreditkan oleh PT XYZ.
        -   Dengan kondisi sebagaimana pada huruf c, apakah pemungutan PPN keluaran atas 
            penyerahan jasa dari PT CBA dan PT ABC kepada pelanggan untuk periode 
            November 2003 dapat dilakukan oleh PT XYZ. Dalam hal ini, Faktur Pajak Keluaran 
            akan diterbitkan oleh PT XYZ dan dilaporkan dalam SPT Masa PPN PT XYZ, mengingat 
            pada tanggal setelah merger PT ABC dan PT CBA sudah tidak aktif lagi.

2.  Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak 
    Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
    undang Nomor 18 TAHUN 2000, antara lain mengatur:
    a.  Pasal 1 angka 23 menyatakan bahwa Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat 
        oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan 
        Jasa Kena Pajak, atau bukti pungutan pajak karena impor Barang Kena Pajak yang digunakan 
        oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

    b.  Pasal 9 ayat (2), bahwa Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak 
        Keluaran untuk Masa Pajak yang sama. Dalam penjelasannya dijelaskan bahwa Pajak 
        Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar merupakan Pajak Masukan bagi pembeli 
        Barang Kena Pajak yang berstatus sebagai Pengusaha Kena Pajak.

    c.  Pasal 9 ayat (8) menyatakan bahwa Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan menurut cara 
        sebagaimana diatur dalam ayat (2) bagi pengeluaran untuk:
        -   perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha dikukuhkan 
            sebagai Pengusaha Kena Pajak;
        -   perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan 
            langsung dengan kegiatan usaha;
        -   perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor sedan, jeep, station wagon, van,  
            dan kombi kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan;
        -   pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak   
            dari luar Daerah Pabean sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena 
            Pajak;
        -   perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang bukti pungutannya berupa 
            Faktur Pajak Sederhana;
        -   perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak 
            memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5);
        -   pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak 
            dari luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan 
            sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6);
        -   perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya ditagih 
            dengan penerbitan ketetapan pajak;
        -   perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya tidak 
            dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, yang 
            diketemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan.

    d.  Pasal 9 ayat (9) menyatakan bahwa Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum 
        dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa 
        Pajak berikutnya paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang 
        bersangkutan, sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan.
        Dalam memori penjelasannya dijelaskan bahwa Pengusaha Kena Pajak dimungkinkan untuk 
        mengkreditkan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran dalam Masa Pajak yang tidak sama, 
        yang disebabkan antara lain karena Faktur pajak terlambat diterima. Dalam hal jangka waktu 
        3 (tiga) bulan telah terlampaui, pengkreditan Pajak Masukan dapat dilakukan melalui     
        pembetulan Surat Pemberitahuan Masa PPN yang bersangkutan.

    e.  Pasal 12 ayat (2) menyatakan bahwa atas permohonan tertulis dari Pengusaha Kena Pajak, 
        Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan satu tempat atau lebih sebagai tempat pajak 
        terutang.

    f.  Pasal 13 ayat (1) menyatakan bahwa Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak 
        untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a 
        atau huruf f dan setiap penyerahan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 
        huruf c.

3.  Berdasarkan ketentuan pada butir 2 sampai dengan butir 4, dan memperhatikan isi surat Saudara 
    pada butir 1 di atas, dengan ini ditegaskan bahwa:
    a.  Faktur Pajak Masukan atas nama PT ABC dan PT CBA dari supplier yang penyerahan Barang 
        Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak-nya terjadi sebelum tanggal merger, namun Faktur 
        Pajak-nya diterbitkan setelah tanggal merger dapat dikreditkan oleh PT XYZ sebagai PKP yang 
        menerima pengalihan, sepanjang:
        -   Pengeluaran tersebut tidak termasuk di antara jenis pengeluaran yang Pajak 
            Masukannya tidak dapat dikreditkan sebagaimana diatur dalam ketentuan pada butir 
            2 huruf c; dan
        -   Faktur Pajak Masukan tersebut diterima setelah terjadinya penggabungan usaha 
            (merger).

    b.  Berkaitan dengan perubahan status PT ABC menjadi Pemungut PPN setelah merger dengan 
        PT XYZ, maka PPN yang terutang atas penyerahan BKP dan atau JKP kepada PT ABC yang 
        dilakukan sampai dengan tanggal 20 November 2003, dipungut, disetor dan dilaporkan oleh 
        PT XYZ sebagai Pemungut PPN, sepanjang Faktur Pajaknya diterbitkan/diterima setelah 
        tanggal merger dan PPN yang terutang belum dipungut oleh supplier (PKP yang melakukan 
        penyerahan BKP/JKP) dari PT ABC.

    c.  Sepanjang dalam kontrak (perjanjian) penggabungan usaha dinyatakan bahwa untuk 
        keperluan persiapan penggabungan usaha (merger) tanggal 20 November 2003, seluruh 
        penyerahan BKP dan atau JKP yang dilakukan oleh PT ABC dan PT CBA sejak tanggal 
        1 November 2003 dianggap penyerahan yang dilakukan oleh PT XYZ, dengan demikian Faktur 
        Pajak Keluaran diterbitkan oleh PT XYZ.

    d.  Sebelum melakukan penggabungan usaha (merger) dengan PT XYZ, PT ABC memiliki izin 
        pemusatan PPN. Setelah PT ABC melakukan penggabungan usaha (merger) dengan PT XYZ, 
        maka izin pemusatan PPN tersebut tidak berlaku lagi. Namun demikian, PT XYZ dapat 
        mengajukan kembali permohonan pemusatan PPN dengan memperhatikan syarat-syarat 
        pemusatan PPN sebagaimana dimaksud dalam butir 3 surat ini.

Demikian disampaikan untuk dimaklumi.




DIREKTUR JENDERAL,

ttd

HADI POERNOMO
peraturan/sdp/1173pj.532003.txt · Last modified: 2023/02/05 18:11 by 127.0.0.1