peraturan:sdp:114pj.231987
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 21 Februari 1987 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 114/PJ.23/1987 TENTANG  BUKTI PEMOTONGAN PPh PASAL 21 DAN PENGISIAN SPT 1770-C BAGI PEJABAT NEGARA, PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN ANGGOTA ABRI (SERI PPh PASAL 21 - 32) DIREKTUR JENDERAL PAJAK, 1. Setiap tahun takwim berakhir, Bendaharawan yang membayarkan gaji kepada pejabat negara, pegawai negeri sipil dan Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia memberikan "Daftar Penghasilan Pegawai dan PPh Pasal 21 yang telah dipotong" sebagai pengganti Formulir 1721-A1 (lampiran I), yang berlaku sebagai Bukti pemotongan sebagaimana dimaksud dalam surat Direktur Jenderal Pajak kepada Direktur Jenderal Anggaran tanggal 28 April 1986 No. S-588/PJ.23/1986 (lampiran II). 2. Sehubungan dengan adanya beberapa perubahan pada "Daftar Penghasilan Pegawai dan PPh Pasal 21 yang telah dipotong" sebagaimana dimaksud dalam butir 1, maka bersama ini disampaikan "Daftar Penghasilan Pegawai dan PPh Pasal 21 yang telah dipotong" yang sudah diperbaharui (lampiran III). 3. Untuk keperluan pengisian Daftar dimaksud dapat diberikan penjelasan sebagai berikut : Masa ............ s/d. ............ 19..... : diisi dengan masa pegawai yang bersangkutan menerima penghasilan dari instansi tersebut. Nama pegawai / NIP : cukup jelas Pangkat/Golongan : cukup jelas Jabatan : cukup jelas Status/jumlah tanggungan : diisi dengan status dan banyaknya orang sebagai dasar untuk menentukan besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dari pegawai yang bersangkutan, misal : K/2 berarti pegawai yang bersangkutan statusnya kawin dengan 2 orang tanggungan. Nomor Daftar Gaji : cukup jelas Angka 1 "Gaji, tunjangan yang melekat pada gaji, honorarium berkala, dan sebagainya". a. Jumlah Penghasilan Netto diisi dengan jumlah yang diperoleh dengan cara sebagai berikut : Gaji Pokok Tunjangan Keluarga ----------------------- + Jumlah Gaji dan Tunjangan Keluarga (A) Tunjangan Jabatan / Tunjangan lain Tunjangan Beras Tunjangan PPh Pasal 21 ----------------------- + Jumlah Penghasilan Bruto (B) Dikurangi : - Biaya Jabatan : 5% x Penghasilan Bruto (B) Maximum Rp.30.000,- / bulan atau Rp.360.000,- / tahun - Iuran Pensiun : 5% x Gaji dan Tunjangan Keluarga (A) ------------------------- + Jumlah Pengurangan ( C ) Penghasilan Netto : B - C b. PPh Pasal 21 terhutang adalah sebesar jumlah Tunjangan PPh Pasal 21 yang diberikan yang dihitung berdasarkan Rumus sebagaimana ditentukan dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-2078/PJ.23/1985 tanggal 10 Desember 1985. c. PPh Pasal 21 telah dipotong adalah sebesar jumlah PPh Pasal 21 yang terhutang dan dipotong oleh bendaharawan. Angka 2 "Tunjangan lainnya yang tidak melekat pada gaji" a. Jumlah penghasilan netto diisi dengan jumlah yang diperoleh dengan cara sebagai berikut : - Tunjangan khusus atau Tunjangan lainnya selain yang termasuk dalam angka 1 Tunjangan PPh Pasal 21 ----------------------- + Penghasilan Netto b. PPh Pasal 21 terhutang adalah sebesar jumlah Tunjangan PPh Pasal 21 yang diberikan yang dihitung berdasarkan Rumus sebagaimana ditentukan dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-2078/PJ.23/1985 tanggal 10 Desember 1985. c. PPh Pasal 21 telah dipotong adalah sebesar jumlah PPh Pasal 21 yang terhutang dan dipotong oleh Bendaharawan. Angka 3 "Penghasilan Netto dari angka 1 dan 2" Diisi dengan jumlah sebagai hasil penjumlahan dari angka 1 dan angka 2. Angka 4 "Honorarium tidak berkala" a. Jumlah penghasilan berupa honorarium diisi dengan jumlah honorarium yang diterima dari bendaharawan selain bendaharawan gaji pada kantor yang bersangkutan. Jumlah penghasilan berupa honorarium merupakan hasil penjumlahan dari honorarium yang diterima dari satu bendaharawan atau lebih, dan PPh Pasal 21 terhutang/dipotong adalah sesuai dengan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 (KP.PPh 4A) sebagaimana ditegaskan dalam Surat Edaran tanggal 28 April 1986 No. S-588/PJ.23/1986. b. PPh Pasal 21 terhutang adalah sebesar jumlah yang terhutang pada Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 (KP.PPh 4A). c. PPh Pasal 21 telah dipotong adalah sebesar jumlah PPh Pasal 21 yang sudah dipotong sesuai dengan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 (KP.PPh 4A). 4. Bagi wajib LP2P yang tidak menerima penghasilan dari usaha dan/atau pekerjaan bebas, yang wajib menyampaikan SPT PPh, maka untuk mengisi lampiran 2 SPT PPh 1770-C (Formulir 1770-C2) dapat dijelaskan hal-hal sebagai berikut : 4.1. Angka 1 (Penghasilan Bruto yang berkenaan dengan masa tidak lebih dari 12 bulan) dan Angka 2 (Potongan), tidak perlu diisi. Sedangkan Angka 3 (Penghasilan Netto) diisi dari "Daftar Penghasilan Pegawai dan PPh Pasal 21 yang telah dipotong" hasil penjumlahan Angka 3 dan 4, ditambah dengan penghasilan netto sehubungan dengan pekerjaan lainnya yang tidak termasuk dalam daftar dimaksud. Penghasilan netto sehubungan pekerjaan lainnya tersebut, misalnya honor yang diterima oleh seorang pejabat negara sehubungan dengan pemberian ceramah, kuliah dan sebagainya. 4.2. Bagi pejabat negara, pegawai negeri sipil dan anggota ABRI yang semata-mata hanya menerima penghasilan sehubungan dengan pekerjaan dan PPh Pasal 21-nya telah dipotong oleh Bendaharawan, apabila PPh yang terhutang pada huruf N Angka 11 SPT PPh 1770-C lebih besar dari PPh Pasal 21 menurut "Daftar Penghasilan Pegawai dan PPh Pasal 21 yang telah dipotong" maka jumlah PPh yang diperhitungkan sebagai kredit pajak pada huruf o Angka 13 SPT 1770-C adalah sebesar PPh yang seharusnya terhutang/dipotong oleh Bendaharawan (sebesar jumlah pada huruf N Angka 11 SPT PPh 1770-C). Sedangkan apabila PPh yang terhutang lebih kecil, maka jumlah PPh yang diperhitungkan sebagai kredit pajak adalah sebesar PPh yang terhutang itu. 5. Untuk memberikan kemudahan bagi para Bendaharawan yang membayarkan gaji dalam mengisi "Daftar Penghasilan Pegawai dan PPh Pasal 21 yang telah dipotong" tersebut, diusulkan agar supaya istilah kolom-kolom pada Daftar Gaji, disesuaikan dengan istilah yang berlaku dalam ketentuan Undang-undang Pajak Penghasilan 1984, yaitu sesuai dengan contoh pada lampiran IV. Dengan demikian terdapat persamaan peristilahan antara keperluan Direktorat Jenderal Anggaran dan Direktorat Jenderal Pajak. Demikian penjelasan ini disampaikan untuk dapat disebarluaskan kepada seluruh Bendaharawan Pemerintah, dan atas kerjasama Saudara yang sangat baik diucapkan terima kasih. DIREKTUR JENDERAL PAJAK, ttd SALAMUN A.T
peraturan/sdp/114pj.231987.txt · Last modified: 2023/02/05 06:06 by 127.0.0.1