User Tools

Site Tools


peraturan:sdp:1132pj.512003
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                              4 Desember 2003

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                        NOMOR S - 1132/PJ.51/2003

                            TENTANG

                      DALUWARSA PENAGIHAN PPN

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 7 Juli 2003 hal Konfirmasi PPN a.n. PT. XYZ, dengan ini 
disampaikan hal-hal sebagai berikut:

1.  Dalam surat tersebut dapat disampaikan bahwa:
    a.  PT. XYZ telah mendapat ijin/rekomendasi perubahan status kendaraan taksi menjadi 
        kendaraan biasa dari BKPM dengan surat nomor XXX tanggal 23 Juni 2003.
    b.  Salah satu syarat untuk proses perubahan status kendaraan taksi menjadi kendaraan biasa 
        yang berkaitan dengan PPN impor sebagaimana dimaksud di atas adalah Surat Keterangan 
        PPN.
    c.  Berdasarkan Surat Tanda Bukti Lapor dari Polres Yogyakarta nomor XXX tanggal 18 Juli 1998 
        dan Surat Pernyataan dari Kepala Cabang PT. XYZ nomor XXX tanggal 11 Juni 2003 diketahui 
        bahwa pada tanggal 18 Juli 1998 PT. XYZ mengalami musibah kebakaran yang memusnahkan 
        bangunan beserta isinya termasuk dokumen kepabeanan dan dokumen pajak.
    d.  Kepala Kantor Pelayanan Pajak Yogyakarta Satu dengan surat nomor XXX tanggal 19 Juni 
        2003 hal Dokumen pengimporan mobil-mobil 50 unit Holden Gemini tahun 1990 menjelaskan 
        bahwa mereka tidak dapat memenuhi permintaan dokumen yang dimaksud.
    e.  Berdasarkan hal-hal tersebut Saudara meminta konfirmasi tentang:
        1)  Surat Keterangan PPN atas nama PT. XYZ.
        2)  Daluwarsa Surat Keterangan PPN atas nama PT. XYZ.
        3)  Perlakuan PPN atas Kendaraan Holden Gemini tahun 1990 yang digunakan dalam 
            usaha pertaksian oleh PT. XYZ.

2.  Pasal 9 Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan 
    sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 TAHUN 2000, menetapkan 
    bahwa:
    a.  Ayat (1), Menteri Keuangan menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran 
        pajak yang terutang untuk suatu saat atau Masa Pajak bagi masing-masing jenis pajak, paling 
        lambat 15 (lima belas) hari setelah tanggal terutangnya pajak atau Masa Pajak berakhir.
    b.  Ayat (2a), Apabila pembayaran atau penyetoran pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), 
        dilakukan setelah tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak, dikenakan sanksi 
        administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan yang dihitung dari jatuh tempo 
        pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 
        (satu) bulan.

3   Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak 
    Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 
    Tahun 2000 menetapkan bahwa:
    a.  Pasal 1 angka 17, Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga jual, Penggantian, Nilai 
        Impor, Nilai Ekspor, atau Nilai Lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang 
        dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang.
    b.  Pasal 1 angka 20, Nilai impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea 
        masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan dalam 
        peraturan perundang-undangan Pabean untuk impor Barang Kena Pajak, tidak termasuk 
        Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-undang ini.

4.  Pasal 15 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan menetapkan bahwa:
    a.  Ayat (1), Nilai Pabean untuk penghitungan Bea Masuk adalah nilai transaksi dari barang yang 
        bersangkutan.
    b.  Ayat (2), Dalam hal nilai pabean untuk penghitungan Bea Masuk tidak dapat ditentukan 
        berdasarkan nilai transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), nilai pabean untuk  
        penghitungan bea masuk dihitung berdasarkan nilai transaksi barang dari barang yang 
        identik.
    c.  Ayat (3), Dalam hal nilai pabean untuk penghitungan Bea Masuk tidak dapat ditentukan 
        berdasarkan nilai transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), nilai pabean untuk 
        penghitungan bea masuk dihitung berdasarkan nilai transaksi dari barang serupa.
    d.  Ayat (4), Dalam hal nilai pabean untuk penghitungan Bea Masuk tidak dapat ditentukan 
        berdasarkan nilai transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), nilai pabean untuk 
        penghitungan bea masuk dihitung berdasarkan metode deduksi.
    e.  Ayat (5), Dalam hal nilai pabean untuk penghitungan Bea Masuk tidak dapat ditentukan 
        berdasarkan nilai transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (4), nilai pabean untuk 
        penghitungan bea masuk dihitung berdasarkan metode komputasi.
    f.  Ayat (6), Dalam hal nilai pabean untuk penghitungan Bea Masuk tidak dapat ditentukan 
        berdasarkan nilai transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4) 
        atau ayat (5), nilai pabean untuk penghitungan bea masuk dihitung dengan tata cara yang 
        wajar dan konsisten dengan prinsip dan ketentuan sebagaimana diatur pada ayat (1), ayat (2), 
        ayat (3), ayat (4) atau ayat (5) berdasarkan data yang tersedia di Daerah Pabean dengan 
        pembatasan tertentu.

5.  Berdasarkan Pasal 1 dan Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 37 TAHUN 1986 jo. Pasal 1 Keputusan 
    Menteri Keuangan Nomor 187/KMK.04/1987, bahwa pembayaran Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak 
    Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang atas impor Barang Modal berupa peralatan yang 
    mempunyai hubungan langsung dengan proses menghasilkan jasa oleh pengusaha baik Penanaman 
    Modal Asing maupun Penanaman Modal Dalam Negeri yang bergerak antara lain dibidang usaha 
    angkutan umum di darat termasuk taksi, diudara, dan di laut termasuk kapal ikan, ditunda dalam 
    jangka waktu tidak lebih dari 5 (lima) tahun sejak saat pajak terutang.

6.  Sehubungan hal-hal tersebut di atas dengan ini disampaikan bahwa:
    a.  Terhitung sejak berakhirnya jangka waktu penundaan pembayaran PPN dan PPn BM, maka 
        PPN dan PPn BM yang ditunda wajib dibayar kembali selambat-lambatnya tanggal 15 bulan 
        berikutnya sejak berakhirnya masa penundaan.

    b.  Apabila sampai tanggal 15 bulan berikutnya setelah berakhirnya masa penundaan belum 
        disetorkan maka disamping yang bersangkutan wajib membayar kembali PPN dan PPn BM 
        yang ditunda juga ditambah dengan sanksi administrasi sesuai dengan Undang-undang 
        perpajakan yang berlaku, yang dihitung mulai berakhirnya masa penundaan sampai dengan 
        tanggal penyetoran PPN dan PPn BM.

    c.  Apabila dokumen yang berkenaan dengan fasilitas penundaan PPN dan PPn BM kendaraan 
        Holden Gemini tahun 1990 yang digunakan dalam usaha pertaksian oleh PT. XYZ tidak ada 
        lagi, maka untuk menentukan Nilai Impor sebagai dasar penghitungan PPN dan PPn BM yang 
        ditunda yang harus dibayar kembali dapat menggunakan Nilai Pabean ditambah bea masuk 
        dan pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan dalam peraturan 
        perundang-undangan Pabean.

    d.  Untuk menentukan Nilai Pabean sebagaimana dimaksud di atas, pihak Direktorat Jenderal Bea 
        dan Cukai dapat menggunakan nilai transaksi atas impor Holden Gemini tahun 1990 tersebut 
        atau nilai transaksi atas impor kendaraan yang serupa/sejenis, atau berdasarkan metode lain 
        sebagaimana dimaksud dalam ketentuan kepabeanan.

Demikian untuk dimaklumi.



A.n. DIREKTUR JENDERAL,
DIREKTUR PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
DAN PAJAK TIDAK LANGSUNG LAINNYA

ttd

I MADE GDE ERATA
peraturan/sdp/1132pj.512003.txt · Last modified: 2023/02/05 20:40 by 127.0.0.1