peraturan:sdp:1130pj.321986
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 15 April 1986 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 1130/PJ.32/1986 TENTANG PERMOHONAN PENYETORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) DI KANTOR PUSAT JAKARTA DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Menunjuk surat Saudara tanggal 5 September 1985 mengenai hal tersebut di atas, dengan ini dapat diberikan penjelasan sebagai berikut : 1. PT. XYZ mempunyai tiga macam kegiatan usaha yang dilakukan oleh tiga divisi usaha, yaitu : 1.1. Divisi Impor. Divisi Impor yang berada di Kantor Pusat Jakarta melaksanakan kegiatan impor Barang Kena Pajak untuk dijual/diserahkan kepada konsumen yang meliputi Hotel-hotel, Perusahaan Minyak, Restoran maupun kepada Divisi Retail. Divisi Impor ini tidak mempunyai Penyalur Utama/Agen Utama karena penjualan penyerahan dilakukan langsung kepada pembeli. 1.2. Divisi Bakery. Divisi Bakery melaksanakan kegiatan memproduksi dan menjual roti, kue-kue dan sebagainya secara langsung baik kepada konsumen maupun kepada Divisi Retail. Divisi Bakery ini tersebar diberbagai tempat di Jakarta, dan Cabang-cabang di Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya dan Bali. 1.3. Divisi Retail. Divisi Retail melaksanakan kegiatan penjualan eceran barang-barang keperluan sehari-hari langsung kepada konsumen. Barang-barang yang diperdagangkan diperoleh dari berbagai pihak termasuk dari Divisi Impor maupun Divisi Bakery. Divisi Retail ini tersebar diberbagai Cabang baik yang berada di Jakarta maupun di kota-kota lainnya yaitu Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya dan Bali. 2. Dari ketiga Divisi usaha tersebut ada yang merupakan Pengusaha Kena Pajak dan ada yang Bukan Pengusaha Kena Pajak sebagai berikut : 2.1. Sebagai Importir dari Barang Kena Pajak, Divisi Impor menurut ketentuan Undang-undang PPN 1984 adalah Pengusaha Kena Pajak. Atas penyerahan Barang Kena Pajak oleh Divisi Impor baik kepada Divisi Bakery, Divisi Retail maupun kepada pihak lain, harus dipungut PPN sebagai Pajak Keluaran. Yang harus disetor ke Kas Negara adalah selisih antara Pajak Keluaran dikurangi Pajak Masukan yang dibayar atas impor Barang Kena Pajak (yang dipungut oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai maupun yang disetor melalui Bank). 2.2. Sebagai pabrikan yang menghasilkan Barang Kena Pajak, Divisi Bakery menurut ketentuan Undang-undang PPN 1984 adalah Pengusaha Kena Pajak. Atas penyerahan Barang Kena Pajak oleh Divisi Bakery baik kepada Divisi Retail, langsung kepada konsumen harus dipungut PPN sebagai Pajak Keluaran. Yang harus disetor ke Kas Negara adalah selisih antara Pajak Keluaran dikurangi Pajak Masukan yang dibayar atas pembelian bahan baku yang dipergunakan dalam proses produksi. 2.3. Divisi Retail/Eceran. Divisi Retail yang tidak merupakan Penyalur Utama/Agen Utama dari Divisi Impor adalah Bukan Pengusaha Kena Pajak, maka penyerahan/penjualan Barang Kena Pajak kepada konsumen tidak terhutang PPN. Oleh karena itu PPN yang dbayar oleh Divisi Retail kepada Divisi Impor maupun kepada Divisi Bakery untuk pembelian Barang Kena Pajak tidak dapat dikreditkan atau diminta kembali. 3. Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, maka permohonan PT. ABC untuk memusatkan tempat terhutang PPN di Kantor Pusat Jakarta tidak dapat seluruhnya disetujui dan ditetapkan sebagai berikut : 3.1. Divisi Impor. Mengingat bahwa : 3.1.1. Pesanan barang ke luar negeri dan semua administrasi impor dilakukan diKantor Pusat Jakarta; 3.1.2. Pada waktu barang masuk (di pelabuhan Tanjung Priok), semua barang masuk ke Gudang Pusat Jakarta; 3.1.3. Pada waktu barang dijual/diserahkan telah dipungut PPN pada saat barang keluar dari gudang; maka permohonan untuk memusatkan tempat terhutang PPN atas impor di Kantor Pusat Jakarta dapat disetujui. 3.2. Divisi Bakery. Cara penjualan di Cabang-cabang adalah pelayanan langsung kepada pembeli atau penyerahan secara partai kepada Divisi Retail. Untuk penjualan/pelayanan langsung Cabang- cabang kepada konsumen tidak mungkin Faktur Pajaknya dibuatkan dari Kantor Pusat Jakarta. Bahkan untuk keperluan ini Cabang-cabang dapat menggunakan Faktur Pajak Sederhana atas izin Kepala Inspeksi Pajak ditempat Cabang-cabang terletak. Sedang untuk penjualan kepada Divisi Retail tetap harus digunakan Faktur Pajak yang biasa. Oleh karena itu permohonan untuk memusatkan tempat terhutang PPN atas Divisi Bakery di Kantor Pusat Jakarta tidak dapat disetujui. Untuk memudahkan melaksanakan PPN, dianjurkan supaya mengikuti pedoman sebagai berikut : 3.2.1. Pengiriman Barang Kena Pajak dari Kantor Pusat kepada Cabang-cabang terhutang dan dipungut PPN. Semua Pajak Masukan dari Kantor Pusat dapat diperhitungkan dengan Pajak Keluaran yang dipungut dari Cabang. 3.2.2. Penjualan oleh Cabang kepada pihak pembeli terhutang PPN. Pajak Keluaran yang dipungut dari pembeli setelah dikurangi dengan Pajak Masukan Cabang, disetorkan ke Kas Negara sebagai penyetoran Cabang yang bersangkutan. 4. Karena Divisi Impor, Divisi Bakery dan Divisi Retail dimiliki oleh Pengusaha yang sama maka Harga Jual yang menjadi Dasar Pengenaan Pajak antara pihak-pihak yang berhubungan tersebut haruslah sama dengan Harga Jual jika Barang Kena Pajak diserahkan kepada pihak lain diluar PT. XYZ sesuai dengan harga pasar wajar. 5. Dengan adanya tiga macam kegiatan sebagaimana diuraikan diatas maka sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 6 Undang-undang PPN 1984, PT. XYZ diwajibkan menyusun pencatatan dalam pembukuan secara terpisah dan jelas jumlah harga pembelian, harga penjualan Barang Kena Pajak yang terhutang PPN dan yang tidak terhutang PPN. 6. Selanjutnya mengenai pengukuhan Divisi Bakery diharapkan supaya Cabang-cabang menghubungi Kepala Inspeksi Pajak yang wilayah wewenangnya meliputi tempat kedudukan Cabang yang bersangkutan untuk pengukuhan menjadi Pengusaha Kena Pajak. Demikian untuk dimaklumi. A.n. DIREKTUR JENDERAL PAJAK DIREKTUR PAJAK TIDAK LANGSUNG, ttd Drs. DJAFAR MAHFUD
peraturan/sdp/1130pj.321986.txt · Last modified: 2023/02/05 20:41 by 127.0.0.1