peraturan:sdp:110pj.321995
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 31 Juli 1995 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 110/PJ.32/1995 TENTANG INSENTIF UNTUK PROYEK-PROYEK PENANAMAN MODAL UNGGULAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor : XXX tanggal 13 Pebruari 1995 perihal pemberian insentif untuk proyek-proyek penanaman modal unggulan, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut : I. PAJAK PERTAMBAHAN NILAI 1. Proyek-proyek penanaman modal unggulan yang berada dalam Kawasan Berikat (selain Kawasan Berikat Pulau Batam) dapat diberikan insentif berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 854/KMK.01/1993, yaitu : a. Atas pemasukan Barang Kena Pajak (BKP) dari daerah Pabean Indonesia lainnya ke Kawasan Berikat untuk diolah lebih lanjut, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn BM) yang terutang tidak dipungut. b. Atas impor barang modal dan peralatan pabrik yang berhubungan langsung dengan kegiatan produksi dalam Kawasan Berikat tidak dipungut PPN dan PPn BM. c. Atas penyerahan barang dan/atau bahan dari Perusahaan Pengolahan Di Kawasan Berikat (PPDKB) kepada perusahaan industri pelaksanaan subkontrak yang berada di dalam Daerah Pabean Indonesia lainnya, PPN dan PPn BM yang terutang tidak dipungut. d. Atas pengeluaran mesin dan/atau peralatan pabrik dari Kawasan Berikat ke dalam Daerah Pabean Indonesia lainnya dengan tujuan reparasi, PPN dan PPn BM yang terutang ditangguhkan. e. Pengeluaran Barang Kena Pajak (BKP) dari Kawasan Berikat dengan tujuan dimasukkan ke EPTE atau Kawasan Berikat untuk diolah lebih lanjut dan merupakan realisasi dari transaksi yang dilakukan berdasarkan kontrak, PPN dan PPn BM yang terutang tidak dipungut. f. Pajak Masukan yang telah dibayar atas penyerahan Barang Kena Pajak ke dalam Kawasan Berikat yang PPN-nya tidak dipungut, dapat dikreditkan. 2. Proyek-proyek penanaman modal unggulan yang berada di Kawasan Berikat Pulau Batam dapat diberikan insentif berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 47/KMK.01/1987 tanggal 26 Januari 1987 yang kemudian disempurnakan dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 548/KMK.04/1994 tanggal 7 Nopember 1994 yaitu : a. Pemasukan Barang Kena Pajak dari luar daerah pabean Indonesia ke dalam Kawasan Berikat Pulau Batam tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994. b. Atas penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak di Kawasan Berikat tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. c. Atas pemasukan atau penyerahan Barang Kena Pajak dari daerah pabean Indonesia lainnya ke dalam Kawasan Berikat Pulau Batam, Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang tidak dipungut. 3. Proyek-proyek penanaman modal unggulan yang dilakukan oleh badan-badan yang ditunjuk dalam rangka pelaksanaan Proyek Pengembangan Propinsi Riau untuk : a. Kawasan yang akan dikembangkan untuk usaha-usaha pariwisata termasuk sarana pendukungnya di Pulau Bintan; b. Kawasan industri di Pulau Bintan; c. Kawasan usaha pengembangan sumber-sumber air di Pulau Bintan; d. Kawasan usaha pelayanan penimbunan dan distribusi minyak bumi di Pulau Karimun Kecil dan pengolahan minyak bumi di Pulau Karimun Besar; berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 1071/KMK.00/1992 diberikan penangguhan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah atas impor bahan, alat dan mesin-mesin beserta suku cadangnya yang dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan kegiatan konstruksi dan kegiatan operasi. 4. Proyek-proyek penanaman modal unggulan yang mempunyai ijin Entrepot Produksi untuk Tujuan Eksor (EPTE) dapat diberikan insentif berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 855/KMK.01/1993, yaitu : a. Atas pemasukan Barang Kena Pajak (BKP) dari daerah Pabean Indonesia lainnya ke EPTE untuk diolah, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn BM) yang terutang tidak dipungut. b. Atas impor barang dan/atau bahan untuk diolah dalam EPTE, PPN dan PPn BM yang terutang ditangguhkan. c. Atas impor barang modal dan peralatan pabrik yang berhubungan langsung dengan kegiatan produksi dalam EPTE, PPN dan PPn BM yang terutang ditangguhkan. d. Atas pengiriman barang hasil pengolahan EPTE ke EPTE lainnya atau ke Kawasan Berikat untuk diolah lebih lanjut, PPN dan PPn BM yang terutang tidak dipungut. e. Atas pengeluaran barang dan/atau bahan dari EPTE ke perusahaan industri di Daerah Pabean Indonesia dalam rangka subkontrak, PPN dan PPn BM yang terutang tidak dipungut. f. Atas penyerahan kembali BKP hasil pekerjaan subkontrak oleh Pengusaha Kena Pajak subkontraktor di Daerah Pabean Indonesia lainnya kepada PKP EPTE, PPN dan PPn BM yang terutang tidak dipungut. g. Pajak Masukan yang telah dibayar atas penyerahan Barang Kena Pajak ke dalam Kawasan Berikat yang PPN-nya tidak dipungut, dapat dikreditkan. 5. Proyek-proyek penanaman modal unggulan yang tidak berada di dalam Kawasan Berikat atau yang tidak mempunyai ijin EPTE asal proyek-proyek tersebut ditujukan : - untuk mendorong ekspor yang merupakan prioritas nasional di wilayah dalam Daerah Pabean yang dibentuk khusus untuk itu, atau - untuk menampung kemungkinan perjanjian dengan negara atau negara-negara lain dalam bidang perdagangan dan investasi, maka dapat diberikan insentif berdasarkan ketentuan Pasal 16 B ayat (1) Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1994, yaitu bahwa dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan pajak yang terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya, baik untuk sementara waktu atau selamanya, atau dibebaskan dari pengenaan pajak, untuk : a. kegiatan di kawasan atau tempat tertentu di dalam Daerah Pabean; b. penyerahan Barang Kena Pajak tertentu atau penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu; c. impor Barang Kena Pajak tertentu; d. pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud tertentu dari luar Daerah Pabean; e. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak tertentu dari luar Daerah Pabean. 6. Berdasarkan ketentuan Pasal 4A Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 TAHUN 1994 jo Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 1994, telah ditetapkan jenis barang atau jasa yang tidak dikenakan PPN. Oleh sebab itu, bila proyek-proyek penanaman modal unggulan tersebut menghasilkan barang atau jasa sebagaimana dimaksud di atas, maka tidak dikenakan PPN. II. PAJAK PENGHASILAN 1. Dengan berlakunya UU Nomor 10 TAHUN 1994 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1991, telah banyak diberikan perangsang/insentif kepada para investor baik yang berlaku umum yang dapat dinikmati oleh para investor nasional dan asing maupun yang berlaku khusus guna pengembangan pengusaha kecil dan koperasi. Sehingga dengan adanya pembaharuan UU Perpajakan yang mulai berlaku tahun 1995 tersebut dapat membantu menciptakan iklim yang lebih baik bagi para investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia maupun terciptanya pemerataan pembangunan. 2. Beberapa insentif di bidang Pajak Penghasilan yang berlaku umum antara lain sebagai berikut : 2.1. Pasal 17 ayat (1) Penurunan tarif PPh menjadi 10% - 30%. 2.2. Pasal 31 A, Fasilitas perpajakan atas penanaman modal di bidang-bidang usaha dan/atau di daerah-daerah tertentu/terpencil. Penanaman modal di bidang usaha tertentu dan di daerah tertentu tersebut pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 34 TAHUN 1994, yang memberikan fasilitas berupa : a. Penyusutan/amortisasi dipercepat; b. Kompensasi kerugian s/d 10 tahun (ketentuan umum dibatasi 5 tahun); c. Pengurangan PPh atas sisa laba setelah dikenakan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 UU Nomor 7 TAHUN 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 10 TAHUN 1994. d. Penanaman modal di bidang usaha perkebunan tanaman keras dan pertambangan di daerah yang tidak termasuk daerah tertentu, diberikan fasilitas berupa kompensasi kerugian s/d paling lama 8 tahun. 2.3. Pasal 9 ayat (1) huruf e dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 633/KMK.04/1994 tanggal 29 Desember 1994 bahwa penanaman di daerah tertentu/ terpencil diberikan fasilitas berupa penggantian/imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu yang dapat dikurangkan sebagai biaya perusahaan, dan bukan penghasilan bagi pegawai yang menerimanya. 2.4. Pasal 4 ayat (3) huruf f dividen atau bagian laba yang diterima Perseroan Terbatas dalam negeri, dan badan-badan lainnya dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia bukan objek pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan. 2.5. Pasal 11 dan Pasal 11 A. Dalam rangka menghitung Penyusutan dan Amortisasi Aktiva Tetap dan Aktiva Tidak Berwujud perusahaan, Wajib Pajak dapat memilih menggunakan metode garis lurus atau metode saldo menurun (stright line atau declining balance method). 2.6. Pasal 6 ayat (1) menegaskan antara lain : a. Biaya untuk keperluan riset dan pengembangan (Biaya R & D) dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sepanjang biaya riset dan pengembangan tersebut dilakukan di Indonesia. b. Biaya bea siswa, magang dan pelatihan dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan. c. Biaya pengolahan limbah dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan. 2.7. Pasal 9 ayat (1) huruf c jo. Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 80/KMK.04/1995 tanggal 6 Februari 1995 bagi usaha Perbankan dan Sewa Guna Usaha dengan hak opsi dapat membentuk Cadangan Piutang Tak Tertagih, Cadangan Premi dan Cadangan claim bagi perusahaan Asuransi, Cadangan biaya reklamasi bagi usaha pertambangan, Cadangan-cadangan tersebut dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan yang besarnya adalah sebagai berikut : - Bank : 3% dari rata-rata Saldo awal dan Saldo akhir piutang. - Sewa Guna Usaha dengan hak Opsi : 2,5 % dari rata-rata Saldo awal dan Saldo akhir piutang. - Asuransi kerugian : Cadangan premi = 40% dari jumlah premi tanggungan sendiri, dan dapat membentuk Cadangan claim tanggungan sendiri yang besarnya sama dengan jumlah klaim yang sudah disepakati tetapi belum dibayar dan klaim yang sudah dilaporkan dan sedang dalam proses, tetapi tidak termasuk klaim yang belum dilaporkan. - Asuransi jiwa : Besarnya cadangan premi ditentukan sesuai dengan penghitungan aktuaria yang telah mendapatkan pengesahan dari Ditjen Lembaga Keuangan. - Perusahaan pertambangan : Besarnya cadangan biaya reklamasi dihitung dengan menggunakan metode satuan produksi yang didasarkan pada jumlah taksiran biaya reklamasi. 2.8. Pasal 26 ayat (4). Pembebasan PPh Pasal 26 atas sisa laba setelah pajak dari Bentuk Usaha Tetap yang ditanamkan kembali di Indonesia. 3. Selain insentif yang disebut pada angka 2 (dua) di atas, bagi pengusaha kecil, koperasi dan dana pensiun diberikan ketentuan khusus antara lain : 3.1. Pasal 4 ayat (3) huruf j jo Keputusan Menteri Keuangan No. 250/KMK.04/1995 : Tidak termasuk objek Pajak Penghasilan adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia yang merupakan perusahaan kecil atau menengah dan penjualan bersihnya setahun tidak melebihi Rp. 5.000.000.000,- dengan memenuhi ketentuan sebagai berikut : - penyertaan modal perusahaan modal ventura tersebut untuk jangka waktu tidak melebihi 10 (sepuluh) tahun sepanjang belum menjual sahamnya di bursa efek. - apabila perusahaan pasangan usaha menjual sahamnya di bursa efek, saham perusahaan pasangan usaha yang dimiliki perusahaan modal ventura harus dijual selambat-lambatnya 3 (tiga) tahun sejak perusahaan tersebut diizinkan oleh Bapepam untuk menjual sahamnya di bursa efek. 3.2. Perlakuan khusus terhadap Koperasi antara lain : a. Pasal 4 ayat (3) huruf a, bantuan atau sumbangan yang diterima oleh Koperasi bukan objek pajak yang dikenakan PPh. b. Pasal 4 ayat (1) huruf d.4. jo. Pasal 4 ayat (3) huruf a.2., dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 604/KMK.04/1994 tanggal 21 Desember 1994, keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah kepada pengusaha kecil termasuk Koperasi sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan tidak termasuk sebagai objek pajak yang dikenakan PPh. c. Pasal 4 ayat (3) huruf f, dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh Koperasi dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia bukan merupakan objek pajak yang dikenakan PPh. d. Pasal 23 ayat (1) huruf b, bunga yang dibayarkan Koperasi kepada anggotanya dikenakan PPh 15% dari jumlah bruto dan bersifat final. e. Pasal 23 ayat (4) huruf f, sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya tidak dipotong PPh Pasal 23. f. Pasal 23 ayat (4) huruf g dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 605/KMK.04/1994 tanggal 21 Desember 1994, bunga yang dibayarkan Koperasi atas simpanan para anggotanya, yang jumlahnya tidak melebihi Rp. 144.000,- setiap bulannya tidak dipotong PPh Pasal 23. 3.3. Perlakuan khusus terhadap dana pensiun antara lain : Penghasilan yang bukan merupakan objek Pajak Penghasilan yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan dari penanaman modal berupa : - bunga dan diskonto dari deposito, sertifikat deposito, dan tabungan, pada bank di Indonesia, serta sertifikat Bank Indonesia. - bunga dari obligasi yang diperdagangkan di pasar modal di Indonesia. - dividen dari saham pada perseroan terbatas yang tercatat di bursa efek di Indonesia. Demikian untuk dimaklumi. DIREKTUR JENDERAL PAJAK ttd FUAD BAWAZIER
peraturan/sdp/110pj.321995.txt · Last modified: 2023/02/05 18:09 by 127.0.0.1