User Tools

Site Tools


peraturan:sdp:10pj.0312008
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                  7 Januari 2008

                      SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                    NOMOR S - 10/PJ.031/2008

                        TENTANG

                 PENGHAPUSBUKUAN KREDIT MACET DAN ASPEK PERPAJAKANNYA

                    DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara Nomor xxx tanggal 13 November 2007 perihal tersebut diatas, dengan ini 
disampaikan beberapa hal sebagai berikut:
1.  Dalam surat Saudara disampaikan beberapa hal sebagai berikut:
    a.  Dengan terbitnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 87/PMK.07/2006 tentang Pengurusan 
        Piutang Perusahaan Negara/Daerah yang menyatakan bahwa Ditjen Piutang dan Lelang Negara 
        tidak lagi menerima pengurusan kredit yang dihapusbukukan, maka Bank BRI (selanjutnya 
        disebut Bank) tidak dapat lagi menyerahkan penagihan kredit yang telah dihapusbukukan 
        melalui BUPLN dan berakibat tidak memungkinkan Bank memenuhi 4 (empat) syarat kumulatif
        sebagaimana diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Nomor KEP-238/PJ./2001 sehingga 
        pengenaan koreksi fiskal positif terhadap masalah tersebut bersifat permanen;
    b.  Selama ini, apabila pendapatan yang telah dibebankan sebagai biaya dilunasi oleh debitur 
        sebagian atau seluruhnya, Bank akan mencatat pendapatan tersebut sebagai Penghasilan Kena 
        Pajak. Sehingga dengan keadaan pada butir a, maka Bank akan dikenakan pajak dua kali atas 
        penghasilan yang sama;
    c.  Oleh karena itu, agar Bank tidak dikenakan pajak dua kali Bank mengusulkan mekanisme 
        penghapusbukuan terkait syarat penyerahan penagihan ke BUPLN sebagaimana diatur dalam 
        Keputusan Direktur Jenderal Nomor KEP-238/PJ./2001 adalah sebagai berikut:
        a)  Pengakuan piutang yang tak tertagih sebagai biaya yang dapat dikurangkan dapat 
            dilakukan pada saat Bank menghapus buku dan secara bersamaan memindahkan 
            piutang dari on balance sheet menjadi piutang off balance sheet, dengan pertimbangan:
            (a) pencatatan rekening administratif PPA kredit sebagai rekening off balance 
                sheet telah sesuai dengan Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia;
            (b) rekening administratif PPA kredit merupakan rekening yang dicatat oleh Bank 
                setelah melakukan penghapusbukuan kredit sebesar pokok kredit yang 
                dihapusbukuan;
            (c) bila terdapat pelunasan oleh debitur sebagian atau seluruhnya atas piutang 
                yang telah dihapusbukukan, pihak Bank mencatat pada rekening pendapatan 
                pada tahun diterimanya angsuran.
        b)  Alternatif lainnya adalah penyerahan Surat Permohonan Lelang kepada BUPLN melalui 
            Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang sebagai pengganti persyaratan 
            penyerahan penagihan ke BUPLN.
2.  Berdasarkan ketentuan Pasal 6 ayat (1) huruf h Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak 
    Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000, diatur 
    bahwa besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, 
    ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi antara lain piutang yang nyata-nyata tidak dapat 
    ditagih, dengan syarat:
    1)  telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba-rugi komersial;
    2)  telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau Badan Urusan Piutang 
        dan Lelang Negara (BUPLN) atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/
        pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan;
    3)  telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; dan
    4)  Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat 
        Jenderal Pajak, yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Direktur Jenderal 
        Pajak.
3.  Sesuai dengan Pasal II huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 14 TAHUN 2005 tentang Tata Cara 
    Penghapusan Piutang Negara/Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah 
    Nomor 33 Tahun 2006, diatur bahwa pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pengurusan 
    Piutang Perusahaan Negara/Daerah untuk selanjutnya dilakukan sesuai ketentuan peraturan 
    perundang-undangan yang berlaku di bidang Perseroan Terbatas dan Badan Usaha Milik Negara beserta 
    peraturan pelaksanaannya.
4.  Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 87/PMK.07/2006 tentang Pengurusan Piutang 
    Perusahaan Negara/Daerah, diatur sebagai berikut:
    a.  Pasal 1, mencabut dan menyatakan tidak berlaku seluruh ketentuan yang mengatur mengenai 
        Penghapusan Piutang Perusahaan Negara/Daerah dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 
        31/PMK.07/2005 tentang Tata Cara Pengajuan Usul, Penelitian dan Penetapan Penghapusan 
        Piutang Perusahaan Negara/Daerah dan Piutang Negara/Daerah sebagaimana telah diubah 
        dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 112/PMK.07/2005;
    b.  Pasal 2, pengurusan, pengelolaan, dan penyelesaian piutang Perusahaan Negara/Daerah 
        dilaksanakan berdasarkan Undang-undang Nomor 1 TAHUN 1995 tentang Perseroan Terbatas 
        jo. Undang-undang Nomor 19 TAHUN 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara beserta peraturan 
        pelaksanaannya.
5.  Sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-238/PJ./2001 tentang Penghapusan 
    Piutang Yang Nyata-nyata Tidak Dapat Ditagih, antara lain diatur sebagai berikut:
    a.  Pasal 2 ayat (1), penyerahan perkara penagihan piutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 
        huruf b yang memenuhi persyaratan atau kriteria sebagai piutang negara berdasarkan 
        peraturan perundang-undangan yang berlaku dapat dilakukan kepada Pengadilan Negeri atau 
        kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN).
    b.  Pasal 2 ayat (3), penyerahan perkara penagihan piutang selain piutang Negara hanya dapat 
        dilakukan Pengadilan Negeri.
    c.  Pasal 3, perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang atau pembebasan utang (perjanjian 
        restrukturisasi utang usaha) antara kreditur dan debitur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 
        huruf b harus memuat secara jelas data dan informasi mengenai kreditur, debitur, pihak ketiga 
        terkait, pinjaman dan bentuk perjanjian restrukturisasi yang dilakukan, serta harus disahkan 
        oleh Notaris.
    d.  Pasal 7 ayat (2), penghapusan piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih bagi kreditur bank 
        dan sewa guna usaha dengan hak opsi harus dilakukan
        melalui pembentukan cadangan yang diperkenankan untuk itu.
6.  Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut diatas, dengan ini ditegaskan sebagai berikut:
    a.  Dalam hal suatu piutang Bank tidak lagi memenuhi persyaratan atau kriteria sebagai piutang 
        negara, maka agar piutang Bank memenuhi syarat untuk dinyatakan sebagai piutang yang 
        nyata-nyata tidak dapat ditagih yang dapat dibiayakan harus memenuhi syarat:
        1)  telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba-rugi komersial;
        2)  telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau adanya 
            perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur 
            dan debitur yang bersangkutan;
        3)  telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; dan
        4)  Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih 
            kepada Direktorat Jenderal Pajak.
    b.  Perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan piutang sebagaimana 
        dimaksud pada butir a angka 2) diatas harus memenuhi ketentuan Pasal 3 Keputusan Direktur 
        Jenderal Pajak Nomor KEP-238/PJ./2001 tentang Penghapusan Piutang Yang Nyata-nyata Tidak 
        Dapat Ditagih.
    c.  Besarnya piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih yang dapat dibebankan sebagai biaya 
        adalah maksimal sebesar pembentukan cadangan yang diperkenankan sesuai dengan 
        ketentuan.
    d.  Apabila di kemudian hari piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dilunasi oleh debitur 
        seluruhnya atau sebagian, maka jumlah piutang yang dilunasi tersebut merupakan penghasilan 
        Bank pada tahun pajak diterimanya pelunasan.
    e.  Sebaliknya, piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dan tidak memenuhi syarat untuk 
        dibiayakan sehingga telah dikenakan Pajak Penghasilan, namun, di kemudian hari dilunasi oleh 
        debitur seluruhnya atau sebagian, maka jumlah piutang yang dilunasi tersebut bukan 
        merupakan penghasilan kena pajak.

Demikian untuk dimaklumi.




a.n. Direktur Jenderal
Pjs. Direktur,

ttd,

Sumihar Petrus Tambunan
NIP 060055232


Tembusan:
1.  Direktur Jenderal;
2.  Kepala KPP Badan Usaha Milik Negara.
peraturan/sdp/10pj.0312008.txt · Last modified: 2023/02/05 18:16 by 127.0.0.1