peraturan:sdp:1090pj.512002
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 24 Oktober 2002 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 1090/PJ.51/2002 TENTANG PERLAKUAN PPN KONTRAK KARYA DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 22 Juli 2002 hal Permohonan Konfirmasi Atas Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Menurut Kontrak Karya, dengan ini kami sampaikan hal-hal sebagai berikut: 1. Dalam surat tersebut Saudara menyampaikan bahwa: a. KPP PMA III menerbitkan Surat Ketetapan Pajak (KPP) PPN Masa Pajak April 2001 atas PT ABC Pihak KPP PMA III menginterprestasikan bahwa Pasal 13 butir 7 Kontrak Karya PT ABC hanya mengatur Barang Kena Pajak, dan karena emas batangan sekarang bukan merupakan Barang Kena Pajak, maka Pasal 13 butir 7 Kontrak Karya tersebut dianggap tidak berlaku. Oleh karena itu, PT ABC tidak dapat mengkreditkan Pajak Masukan yang berkaitan dengan penyerahan/ekspor emas batangan. b. Saudara berpendapat bahwa pengaturan di dalam Kontrak Karya bersifat "lex specialis" terhadap ketentuan yang diatur di dalam UU Pajak. Dan dalam Pasal 13 butir 7 (i) a Kontrak Karya PT ABC terdapat beberapa hal yang diatur secara khusus, yaitu: 1) Bahwa PT ABC harus terdaftar sebagai PKP 2) Bahwa atas penjualan hasil produksi di dalam negeri harus dikenakan PPN dengan tarif 10%; 3) Bahwa atas ekspor hasil produksi harus dikenakan PPN dengan tarif 0% 4) Tarif PPN mengikuti ketentuan yang berlaku pada saat transaksi terjadi. c. Saudara juga menyampaikan bahwa berdasarkan Pasal 28 ayat (4) Kontrak Karya PT ABC diatur secara jelas bahwa judul dari satu pasal dan/atau ayat tidak dapat dijadikan dasar untuk menginterprestasikan keseluruhan Pasal dan/atau ayat tersebut. Dengan kata lain, interpretasi atas satu pasal dan/atau ayat tertentu harus didasarkan pada isi keseluruhan dari pasal dan/atau ayat tersebut. Apabila Pasal 13 butir 7 Kontrak Karya tersebut dirancang untuk menerapkan UU PPN dan peraturan pelaksanaan yang berlaku, maka Pasal tesebut tidak perlu dibuat sedemikian detail, tetapi cukup dengan satu kalimat yaitu "pengaturan PPN mengikuti UU PPN dan peraturan pelaksanaan yang berlaku." d. Berdasarkan hal-hal tersebut, PT ABC berpendapat bahwa pengaturan di dalam Pasal 13 butir 7 (i) a dari Kontrak Karya harus berlaku dan mengalahkan peraturan di dalam Pasal 4A ayat (2) UU No. 18 TAHUN 2000. Dengan kata lain, berdasarkan Kontrak Karya, hasil produksi PT ABC berupa emas batangan adalah merupakan Barang Kena Pajak dan karenanya PPN Masukan yang berkaitan dengan kegiatan PT ABC di bidang produksi, pemasaran, distribusi dan manajemen dapat dikreditkan dan direstitusikan. 2. Pasal II huruf b Undang-undang Nomor 11 TAHUN 1994 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah menyebutkan bahwa pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang mewah atas usaha di bidang pertambangan minyak dan gas bumi, pertambangan umum, dan pertambangan lainnya berdasarkan Kontrak Bagi Hasil, Kontrak Karya, atau perjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan yang masih berlaku pada saat berlakunya Undang-undang ini, tetap dihitung berdasarkan ketentuan dalam Kontrak Bagi Hasil, Kontrak Karya, atau perjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan tersebut sampai dengan Kontrak Bagi Hasil, Kontrak Karya, atau perjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan berakhir. 3. Kontrak Karya antara Pemerintah Republik Indonesia dan PT ABC tanggal 2 Desember 1986 antara lain menyebutkan: a. Pasal 13 Pajak-Pajak Dan Lain-Lain Kewajiban Keuangan Perusahaan Dengan mengindahkan ketentuan-ketentuan dalam Persetujuan ini, perusahaan membayar kepada Pemerintah dan memenuhi kewajiban-kewajiban pajaknya, seperti yang ditetapkan sebagai berikut: (vii) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas pembelian dan penjualan barang-barang kena pajak. b. Pasal 13 butir 7 Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas pembelian dan penjualan barang-barang kena pajak. (i) Perusahaan harus didaftarkan sebagai Pengusaha Kena Pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai dan dengan demikian Pajak Pertambahan Nilai harus dikenakan pada: (a) penjualan produksi di dalam negeri termasuk tetapi tidak terbatas kepada dore bullion dengan tarip 10% (sepuluh persen) dari harga atau tarip lain sesuai dengan undang-undang pajak dan peraturan-peraturan yang berlaku dan untuk penjualan ekspor atas hasil produksi dengan tarip 0% (nol persen) dari harga jual. c. Pasal 28 Ketentuan Lain-lain 4. Apabila dikehendaki oleh maksud Persetujuan ini, maka setiap angka (tunggal atau jamak) akan meliputi semua angka dan setiap jenis akan meliputi semua jenis. Judul-judul yang tercantum di dalam Persetujuan ini tidak boleh diartikan sebagai penafsiran dari teks atau ketentuan-ketentuan Persetujuan ini, akan tetapi hanya dimaksudkan untuk mempermudah referensi. 6. Kecuali konteks itu menentukan lain, maka referensi yang dibuat dalam Persetujuan ini untuk undang-undang atau peraturan-peraturan Indonesia, referensi itu dimaksudkan untuk undang-undang dan peraturan-peraturan yang berlaku umum bagi perusahaan-perusahaan pertambangan asing di Indonesia yang berlaku. 4. Kontrak Karya antara Pemerintah Republik Indonesia dan PT ABC tidak menyebutkan secara spesifik tunduk kepada Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai tahun tertentu. Berarti Kontrak Karya tersebut tunduk kepada ketentuan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai dan peraturan pelaksanaannya yang berlaku dari waktu ke waktu (prevailing laws). 5. Dalam Pasal 13 butir 7 Kontrak Karya sebagaimana tersebut pada butir 3 huruf a di atas secara tegas menyebutkan kewajiban PT ABC untuk membayar kepada Pemerintah dan memenuhi kewajiban- kewajiban pajaknya termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas pembelian dan penjualan barang- barang kena pajak. Uraian ini sesuai dengan bunyi judul Pasal 13 butir 7, yaitu Pajak Pertambahan Nilai atas pembelian dan penjualan barang-barang kena pajak. 6. Isi Pasal 13 butir 7 (i) (a) tidak mengatur hal-hal yang bersifat khusus (special) dikaitkan dengan konteks ketentuan umum PPN yang berlaku pada saat Kontrak Karya tersebut disusun pada tahun 1986. Pada saat itu, yang berlaku adalah Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Dalam Pasal 1 huruf c Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 disebutkan bahwa Barang Kena Pajak adalah barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak maupun barang tidak bergerak sebagai hasil proses pengolahan barang (pabrikasi) yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang ini. Dengan demikian, kalimat "Penjualan produksi di dalam negeri termasuk tetapi tidak terbatas kepada dore bullion dengan tarip 10%¦..dan untuk penjualan ekspor atas hasil produksi dengan tarip 0% ...." dalam Pasal 13 butir 7 (i) (a) Kontrak Karya adalah disesuaikan dengan ketentuan umum yang berlaku pada saat itu, yang berlaku dari waktu ke waktu, dan tidak mengatur hal-hal yang bersifat khusus. 7. Selanjutnya, sesuai ketentuan Pasal 28 butir 6 Kontrak Karya disebutkan bahwa bila konteks Pasal 13 butir 7 (i) (a) Kontrak Karya menjadi berbeda dengan ketentuan yang berlaku, maka referensi yang digunakan adalah ketentuan yang berlaku umum dari waktu ke waktu. Dengan demikian mengingat ketentuan Pasal 13 butir 7 (i) (a) Kontrak Karya bukan merupakan ketentuan khusus, maka ketentuan yang diterapkan adalah ketentuan yang berlaku umum (time to time effect). Pada saat ini, ketentuan umum yang berlaku adalah Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 beserta peraturan pelaksanaannya. 8. Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa: a. Kontrak Karya PT ABC tunduk kepada ketentuan perpajakan yang berlaku dari waktu ke waktu (prevailing laws) b. Pasal 13 butir 7 (i) (a) tidak mengatur hal-hal yang bersifat khusus. c. Oleh karena itu, atas penjualan atau ekspor emas batangan yang diproduksi oleh PT ABC hendaknya mengikuti ketentuan umum yang berlaku. d. Karena emas batangan, sesuai ketentuan yang berlaku saat ini, bukan merupakan BKP maka atas penjualan atau ekspor emas batangan tersebut tidak dikenakan PPN. e. Akibatnya PPN yang dibayar atas perolehan BKP atau JKP dalam rangka menghasilkan emas batangan tersebut tidak dapat dikreditkan. DIREKTUR JENDERAL, ttd HADI POERNOMO
peraturan/sdp/1090pj.512002.txt · Last modified: 2023/02/05 06:04 by 127.0.0.1