peraturan:sdp:1085pj.352004
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 10 Desember 2004 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 1085/PJ.35/2004 TENTANG PERKEMBANGAN PENYELESAIAN SETORAN PPh PASAL 21 BENDAHARAWAN RUTIN DPRD PROPINSI KALIMANTAN TENGAH DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan tembusan surat Kepala Kantor Pelayanan Pajak Palangkaraya No : XXX tanggal 11 Oktober 2004 yang ditujukan kepada Saudara perihal tersebut di atas, maka dengan ini kami sampaikan hal- hal sebagai berikut: 1. Bahwa pada intinya surat tersebut berisi permohonan petunjuk lebih lanjut kepada Saudara mengenai penanganan kasus setoran PPh Pasal 21 Tahun 2003 Bendaharawan Rutin DPRD Propinsi Kalimantan Tengah NPWP X.XXX.XXX.X-XXX.XXX sebesar Rp 280.286.154,- (dua ratus delapan puluh juta dua ratus delapan puluh enam seratus lima puluh empat rupiah) yang telah dilimpahkan oleh Gubernur Kalimantan Tengah ke pihak Kepolisian Daerah Kalimantan Tengah, dimana terhadap Bendaharawan tersebut dikenakan pasal 263 dan 372 KUHP serta Pasal 8 dan 9 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan pada saat ini kasus tersebut sudah dalam tahap penyidikan dan selanjutnya akan diproses pada Lembaga Peradilan. 2. a. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) menyebutkan : Pasal 263 : (1) Barangsiapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun. (2) Diancam dengan pidana yang sama, barangsiapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian. Pasal 372: "Barangsiapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah." b. Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang- undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, menyatakan : Pasal 8: "Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah), pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus- menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya, atau membiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut." Pasal 9: "Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus-menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi." c. Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang nomor 16 TAHUN 2000, menyebutkan bahwa : Pasal 39 ayat (1) huruf g : "Setiap orang yang dengan sengaja : g. tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar." Pasal 44 ayat (1) : "Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana yang berlaku." d. Pasal 1 angka 9 Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-272/PJ/2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengamatan, Pemeriksaan Bukti Permulaan, dan Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan, menyebutkan: "Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan Penyidik Pajak untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi dan guna menemukan Tersangkanya, serta mengetahui besarnya kerugian pada pendapatan negara." e. Pasal 8 ayat (2) Kesepakatan Bersama Direktorat Jenderal Pajak dan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor : KEP-24/PJ/2004, No. XXX tentang Penegakan Hukum di Bidang Perpajakan disebutkan bahwa: "Dalam hal Pihak Kedua menemukan data, informasi, laporan atau pengaduan masyarakat tentang adanya dugaan tindak pidana di bidang perpajakan maka Pihak Kedua meneruskannya kepada Pihak Pertama." 3. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka kami sampaikan hal-hal sebagai berikut: a. Bahwa kasus Bendaharawan Rutin DPRD Propinsi Kalimantan Tengah merupakan tindak pidana di bidang perpajakan dan dapat dikenakan sanksi sesuai Pasal 39 ayat (1) huruf g Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 TAHUN 2000. b. Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak. c. Mengingat bahwa kasus tersebut telah mendapat penanganan dari pihak Kepolisian Daerah Kalimantan Tengah (dalam tahap penyidikan) dan pasal-pasal yang dikenakan terhadap tersangka masih bersifat umum, maka untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan (lolosnya tersangka) sebaiknya pasal-pasal dalam undang-undang perpajakan diterapkan dalam kasus tersebut. d. Untuk itu perlu diadakan koordinasi antara pihak Direktorat Jenderal Pajak dengan pihak Kepolisian dengan memperhatikan Kesepakatan Bersama Direktorat Jenderal Pajak dan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor : KEP-24/PJ/2004, No. XXX tanggal 23 Januari 2004 tentang Penegakan Hukum di Bidang Perpajakan. Demikian kami sampaikan untuk dimaklumi. Pj. DIREKTUR, ttd HERRY SUMARDJITO
peraturan/sdp/1085pj.352004.txt · Last modified: 2023/02/05 05:07 by 127.0.0.1