peraturan:sdp:1069pj.3412006
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 16 November 2006 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 1069/PJ.341/2006 TENTANG TANGGAPAN ATAS THE GRANT ASSISTANCE FOR CULTURAL GRASSROOTS PROJECTS DARI PEMERINTAH JEPANG DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara nomor XXX tanggal XXX perihal The Grant Assistance for Cultural Grassroots Projects dari Pemerintah Jepang, dengan ini kami sampaikan hal-hal sebagai berikut : 1. Dalam surat tersebut Saudara menyampaikan hal-hal sebagai berikut : a. Saudara telah menerima Nota Diplomatik dari Kedutaan Besar Jepang di Jakarta nomor XXX tanggal XXX yang pada intinya menginformasikan mengenai The Grant Assistance for Cultural Grassroots Projects dari pemerintah Jepang untuk membantu memajukan berbagai kegiatan di bidang budaya dan pendidikan tinggi di Indonesia. Berkenaan dengan pelaksanaan The Grant Assistance for Cultural Grassroots Projects dimaksud, Pemerintah Jepang mengharapkan Pemerintah indonsia dapat pembebasan bea cukai, pajak dan pungutan- pungutan fiskal terhadap barang-barang impor dan/atau jasa yang dibeli menggunakan dana skema tersebut di atas. b. Saudara meminta tanggapan/persetujuan atas permohonan Pemerintah Jepang tersebut yang terkait dengan tugas Direktorat Jenderal Pajak. 2. Sesuai dengan Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000 (Undang-undang Pajak Penghasilan), antara lain diatur sebagai berikut : a. Pasal 1, Pajak Penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. b. Pasal 3 huruf c, tidak termasuk Subjek Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah organisasi-organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, dengan syarat : 1) Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut; 2) Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota. 3. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 42 TAHUN 1995 tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Pajak Penghasilan Dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pemeritnah yang Dibiayai dengan Hibah dan atau Dana Pinjaman Luar Negeri, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 25 TAHUN 2001, diatur antara lain : a. Pasal 2, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang sejak 1 April 1995 atas impor serta penyerahan barang dan jasa dalam rangka pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri, tidak dipungut; b. Pasal 3, Pajak Penghasilan yang terutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh kontraktor, konsultan dan pemasok (supplier) utama dari pekerjaan yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan proyek-proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah dan atau dana pinjaman luar negeri, ditanggung oleh Pemerintah. 4. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 239/KMK.01/1996 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 42 TAHUN 1995 tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Pajak Penghasilan Dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah yang Dibiayai dengan Hibah dan atau Dana Pinjaman Luar Negeri, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 486/KMK.04/2000, diatur antara lain : a. Pasal 1 huruf a, Proyek Pemerintah adalah proyek yang tercantum dalam Daftar Isian Proyek atau dokumen yang dipersamakan dengan DIP, termasuk proyek yang dibiayai dengan Perjanjian Penerusan Pinjaman (PPP)/Subsidiary Loan Agreement (SLA); b. Pasal 1 huruf c, Hibah Luar Negeri adalah setiap penerimaan neara baik dalam bentuk devisa dan/atau devisa yang dirupiahkan maupun dalam bentuk barang dan/atau jasa termasuk tenaga ahli dan pelatihan yang diperoleh dari pemberi hibah luar negeri yang tidak perlu dibayar kembali; c. Pasal 1 huruf f, Kontraktor utama adalah kontraktor, konsultan dan pemasok ("Supplier") yang berdasarkan kontrak melaksanakan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri, termasuk tenaga ahli dan tenaga pelatih yang dibiayai dengan hibah luar negeri; d. Pasal 3 ayat (1), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang terutang sejak tanggal 1 April 1995 atas impor Barang Kena Pajak (BKP), pemanfaatan Jasa Kena Pajak (JKP) dari luar Daerah Pabean, pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, penyerahan BKP dan/atau JKP oleh Kontraktor Utama sehubungan dengan pelaksanaan Proyek Pemerintah yang seluruh dananya dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri, tidak dipungut; e. Pasal 3 ayat (2), Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang terutang sejak tanggal 1 April 1995 atas impor Barang Kena Pajak (BKP), pemanfaatan Jasa Kena Pajak (JKP) dari luar Daerah Pabean, pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, penyerahan BKP dan/atau JKP oleh Kontraktor Utama sehubungan dengan pelaksanaan Proyek Pemerintah yang sebagian dananya dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri, tidak dipungut hanya atas bagian dari Proyek Pemerintah yang dananya dibiayai dengan hibah atau pinjaman luar negeri tersebut; f. Pasal 4 ayat (4), Pajak Penghasilan Pasal 21/26 yang terutang oleh karyawan asing yang bekerja pada Kontraktor, Konsultan dan Pemasok Utama maupun Kontraktor, Konsultan, dan Pemasok Lapisan Kedua atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari pekerjaan yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri, dipotong atau dibayar sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang- undang Nomor 17 TAHUN 2000; g. Pasal 7 ayat (3), atas penyerahan BKP dan/atau JKP yang tidak dipungut PPN dan PPnBM, Kontraktor, Konsultan, dan Pemasok Utama wajib membuat Faktur Pajak yang dibubuhi cap "PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH TIDAK DIPUNGUT". 5. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, dengan ini disampaikan beberapa hal sebagai berikut : a. Sepanjang The Grant Assistance for Cultural Grassroots Projects merupakan pekerjaan yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan proyek-proyek Pemerintah yang dibiayai dengan dana hibah dan atau dana pinjaman luar negeri, maka Pajak Penghasilan yang terutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh kontraktor, konsultan, dan pemsok (supplier) "utama" dari pelaksanaan proyek tersebut ditanggung oleh Pemerintah. Selain itu, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang atas impor serta penyerahan barang dan jasa dalam rangka pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinajamn luar negeri tersebut tidak dipungut. Dalam hal Proyek tersebut bukan merupakan pekerjaan yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan proyek- proyek Pemerintah yang dibiayai dengan dana hibah dan atau dana pinjaman luar negeri, maka Pajak Penghasilan yang terutang atas penghasilan yagn diterima atau diperoleh kontraktor, konsultan, dan pemasok (supplier) wajib dibayar dan tidak ditanggung oleh Pemerintah. b. Sepanjang Pajak Penghasilan yang terutang di bawah ini tidak termasuk yang ditanggung oleh Pemerintah, maka atas imbalan penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dna dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh oleh : 1) Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, termasuk pegawai, bukan pegawai, dan atau tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, wajib dipotong, disetor dan dilaporkan Pajak Penghasilan Pasal 21 oleh pemberi kerja; 2) Wajib Pajak orang pribadi yang berasal dari negara yang memiliki Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dengan Indonesia yang bekerja sebagai pegawai di Indonesia apabila berada di Indonesia lebih dari time test yang ditentukan dalam P3B dimaksud, atau gajinya dibayar atau dibebankan oleh pemberi kerja di Indonesia, maka pemberi kerja harus memotong PPh Pasal 21 jika pegawai yang bersangkutan berada di Indonsia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan atau Pasal 26 jika berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan : 3) Wajib Pajak badan luar negeri yang merupakan penduduk dari negara yang memiliki P3B dengan Indonesia apabila pelaksanaan pekerjaan tersebut lebih dari time test untuk menjadi BUT (bentuk usaha tetap) maka wajib dipotong, disetor, dan dilaporkan PPh Pasal 23 dari jumlah bruto oleh pemberi kerja di Indonesia. Dalam hal keberadaan badan untuk melaksanakan pekerjaan di Indonesia tersebut tidak lebih dari time test untuk menjadi BUT maka pemberi kerja tidak perlu memotong pajak karena hak pemajakan atas penghasilan yang diperoleh badan dimaksud ada pada negara domisili; c. Untuk menghindari kesulitan dalam pelaksanaan kewajiban perpajakan di lapangan, disarankan agar dalam perjanjian atau kontrak pelaksanaan The Grant Assistance for Cultural Grassroots Projects tersebut tidak mencantumkan kesepakatan di bidang perpajakan. Hal ini mengingat bahwa setiap perlakuan perpajakan seharusnya diatur dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Namun demikian, apabila rumusan dalam perjanjian atau kontrak pelaksanaan The Grant Assistance for Cultural Grassroots Projects yang berkaitan dengan perpajakan tersebut harus tetap ada, maka kami mengusulkan agar rumusan tersebut berbunyi sebagai berikut : "The exemption and relief from any taxes shall be in accordance with the applicable laws and regulations in force from time to time". Demikian kami sampaikan. PJ. Direktur, ttd. Robert Pakpahan NIP. 060060167
peraturan/sdp/1069pj.3412006.txt · Last modified: 2023/02/05 06:27 by 127.0.0.1