User Tools

Site Tools


peraturan:sdp:1055pj.3432006
                  DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                      3 November 2006

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                         NOMOR S - 1055/PJ.343/2006

                             TENTANG

             PENJELASAN ATAS PAJAK PENGHASILAN JASA KONSULTAN ASING

                         DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara nomor XXX tanggal XXX perihal tersebut pada pokok surat, dengan ini 
disampaikan hal-hal sebagai berikut :

1.      Dalam surat tersebut disampaikan bahwa : 
    a.      Untuk proses penyelesaian kasus Cemex, Pemerintah RI telah menunjuk Konsultan White and 
        Case yang berkedudukan di New York sebagai konsultan. Untuk itu, Pemerintah telah 2 (dua) 
        kali melakukan pembayaran atas jasa White & Case yakni pada tahun 2004 dan 2005 tanpa 
        memungut/memotong pajak penghasilan;
    b.      Berdasarkan pemeriksaan BPK RI terhadap kasus tersebut, tim audit BPK mempertanyakan 
        masalah kewajiban pemotongan pajak penghasilan atas jasa konsultan dimaksud;
    c.      Mengingat White & Case berkedudukan di New York dan antara Pemerintah RI dengan 
        Amerika Serikat telah memiliki Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B), Saudara 
        memohon penjelasan Direktorat Jenderal Pajak mengenai perlakuan perpajakan atas 
        pembayaran kepada konsultan tersebut.

2.      Menanggapi permohonan Saudara tersebut, dengan ini disampaikan beberapa hal sebagai berikut : 
    a.      Berdasarkan catatan administrasi kami, White & Case telah terdaftar sebagai Wajib Pajak 
        Bentuk Usaha Tetap pada Kantor Pelayanan Pajak Badan dan Orang Asing Dua sejak tahun 
        1995 dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) XXX.
    b.      Dalam Pasal 23 Undang-Undang Nomor 7 TAHUN 1983  tentang Pajak Penghasilan sebagaimana 
        telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 TAHUN 2000 (UU PPh) diatur sebagai 
        berikut :
            (1)     Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apapun yang 
            dibayarkan atau yang terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak badan dalam 
            negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan 
            luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, 
            dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan :    
                    c.      sebesar 15% (lima belas persen) dari perkiraan penghasilan neto atas :    
                        2)      imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa 
                    konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah 
                    dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.    
                (2)     Besarnya perkiraan penghasilan neto dan jenis jasa lain sebagaimana dimaksud 
            dalam ayat (1) huruf c ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.    
    c.      Dalam Pasal 26 Undang-Undang PPh diatur sebagai berikut : 
            (1)     Atas penghasilan tersebut di bawah ini, dengan nama dan dalam bentuk apapun, yang 
            dibayarkan atau yang terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak dalam negeri, 
            penyelenggaraan kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar 
            negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usha tetap di Indonesia, 
            dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto oleh pihak yang 
            wajib membayarkan :    
                    d.      imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;    
    d.      Dalam Pasal 2 huruf b Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP - 170/PJ./2002  
        tanggal 28 Maret 2002 tentang Jenis Jasa Lain dan Perkiraan Penghasilan Neto sebagaimana 
        dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c Undang-Undang PPh, diatur sebagai berikut :
        "Penghasilan berupa sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, dan 
        imbalan jasa yang dipotong Pajak Penghasian Pasal 23 sebesr 15% (lima belas persen) dari 
        perkiraan penghasilan neto adalah : 
        b.      imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa 
            konsultan dan jasa lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c 
            Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983  tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah 
            diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 TAHUN 2000, yang dilakukan oleh 
            Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, selain jasa yang telah dipotong PPh 
            Pasal 21." 
        Dalam Lampiran II, angka 1 huruf b Surat Keputusan Dirjen Pajak tersebut diatur bahwa 
        jumlah perkiraan penghasilan neto untuk jasa konsultan, kecuali konsultan konstruksi adalah 
        sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah bruto tidak termasuk PPN.
    e.      Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983  tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan 
        Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-
        undang Nomor 18 TAHUN 2000 , antara lain mengatur : 
            1)      Pasal 1 angka 5 : 
            Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan berdasrkan suatu perikatan atau perbuatan 
            hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak 
            tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang 
            karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan.    
            2)      Pasal 1 angka 6 : 
            Jasa Kena Pajak adalah jasa sebagaimana dimaksud dalam angka 5 yang dikenakan 
            pajak berdasarkan Undang-undang ini.    
            3)      Pasal 1 angka 7 : 
            Penyerahan Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pemberian Jasa Kena Pajak 
            sebagaimana dimaksud dalam angka 5.    
            4)      Pasal 1 angka 8 : 
            Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean adalah setiap kegiatan 
            pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.    
            5)      Pasal 1 angka 14 : Pengusaha adalah orang pribadi atau badan sebagaimana 
            dimaksud dalam angka 13 yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya 
            menghasilkan barang, mengimpor, barang, mengekspor barang, melakukan usaha 
            perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, 
            melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean.    
            6)      Pasal 1 angka 27 : 
            Pemungut Pajak Pertambahan Nilai adalah bendaharawan Pemerintah, badan, atau 
            instansi Pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk memungut, menyetor, 
            dan melaporkan pajak yang terutang oleh Pengusha Kena Pajak atas penyerahan 
            Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada bendaharawn 
            Pemerintah, badan, atau instansi Pemerintah tersebut.    
            7)      Pasal 4 huruf c : 
            Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar 
            Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. Penjelasan Pasal tersebut : Jasa yang 
            berasal dari luar Daerah Pabean yang dimanfaatkan oleh siapapun di dalam Daerah 
            Pabean dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Misalnya, Pengusaha Kena Pajak "C" 
            di Surabaya memanfaatkan Jasa Kena Pajak dari Pengusaha "B" yang berkedudukan 
            di Singapura. Atas pemanfaatan Jasa Kena Pajak tersebut terutang Pajak 
            Pertambahan Nilai.   
 
            d.      Keputusan Menteri Keuangan Nomor 563/KMK.03/2003  tentang Penunjukan 
                Bendaharawan Pemerintah dan Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara 
                Untuk Memungut, Menyetor dan Melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan 
                Pajak Penjualan Atas Barang Mewah beserta Tata Cara Pemungutan, 
                Penyetoran, dan Pelaporannya, antara lain mengatur : 
                1)  Pasal 1 angka 1 : 
                    Bendaharawan Pemerintah adalah Bendaharawan atau Pejabat yang 
                    melakukan pembayaran yang dananya berasal dari Anggaran 
                    Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan 
                    Belanja Daerah, yang terdiri dari Bendaharawan Pemerintah Pusat 
                    dan Daerah baik Propinsi, Kabupaten, atau Kota.            
                    2)      Pasal 1 angka 2 : 
                    Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah adalah Pengusha Kena 
                    Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa 
                    Kena Pajak kepada Bendaharawan Pemerintah atau Kantor 
                    Perbendaharaan dan Kas Negara.    
                    3)      Pasal 2 ayat (1) : 
                    Bendaharawan Pemerintah dan Kantor Perbendaharaan dan Kas 
                    Negara ditetapkan sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai.    
                    4)      Pasal 2 ayat (2) : 
                    Pemungut Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam 
                    ayat (1) yang melakukan pembayaran atas penyerahan Barang Kena 
                    Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak 
                    Rekanan Pemerintah atas nama Pengusaha Kena Pajak Rekanan 
                    Pemerintah, wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak 
                    Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang 
                    terutang.    

            e.      Keputusan Menteri Keuangan Nomor 568/KMK.04/2000  tentang Tata Cara 
                Penghitungan, Pemungutan, Penyetoran, Dan Pelaporan Pajak Pertambahan 
                Nilai Atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud Dan Atau Jasa 
                Kena Pajak Dari Luar Daerah Pabean, antara lain mengatur : 
                1)  Pasal 1 ayat (1) : 
                    Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas pemanfaatan Barang 
                    Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak dari luar 
                    Daerah Pabean dihitung dengan cara sebagai berikut :            
                            a.      10% x jumlah yang dibayarkan atau seharusnya dibayarkan 
                        kepada pihak yang menyerahkan Barang Kena Pajak tidak 
                        berwujud dan atau Jasa Kena Pajak apabila dalam jumlah 
                        tersebut tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai; atau    
                            b.      10/100 x jumlah yang dibayarkan atau seharusnya 
                        dibayarkan kepada pihak yang menyerahkan Barang Kena 
                        Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak apabila 
                        dalam jumlah tersebut sudah teramsuk Pajak Pertambahan 
                        Nilai.    
                    2)      Pasal 1 ayat (2) : 
                    Dalam hal tidak diketemukan adanya kontrak atau perjanjian tertulis 
                    untuk pembayaran sebagaimana diamksud dalam ayat (1) atau 
                    meskipun diketemukan adanya kontrak atau perjanjian tertulis akan 
                    tetapi tidak dengan tegas dinyatakan bahwa dalam jumlah kontrak 
                    atau perjanjian sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai, maka 
                    Pajak Pertambahan yang terutang dihitung sebesar 10% (sepuluh 
                    persen) dikalikan dengan jumlah yang dibayarkan atau seharusnya 
                    dibayarkan kepada pihak yang menyerahkan Barang Kena Pajak 
                    tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Paben.    
                    3)      Pasal 2 : 
                    Pajak Pertambahan Nilai yang terutang sebagaimana dimaksud 
                    dalam Pasal 1 dipungut oleh orang pribadi atau badan yang 
                    memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa 
                    Kena Pajak dari luar Daerah Pabean, pada saat dimulainya 
                    pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena 
                    Pajak dari luar Daerah Pabean tersebut.    
                    4)      Pasal 3 ayat (1) : 
                    Saat dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan 
                    atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebagaimana 
                    dimaksud dalam Pasal 2 adalah saat yang diketahui terjadi lebih 
                    dahulu dari peristiwa-peristiwa di bawah ini :    
                            a.      saat Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena 
                        Pajak tersebut secara nyata digunakan oleh pihak yang 
                        memanfaatkannya;    
                            b.      saat harga perolehan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan 
                        atau Jasa Kena Pajak tersebut dinyatakan sebagai utang oleh 
                        pihak yang memanfaatkannya;    
                            c.      saat harga jual Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau 
                        penggantian Jasa Kena Pajak tersebut ditagih oleh pihak 
                        yang menyerahkannya; atau    
                            d.      saat harga perolehan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan 
                        atau Jasa Kena Pajak tersebut dibayar baik sebagian atau 
                        seluruhnya oleh pihak yang memanfaatkannya;    
                    5)      Pasal 3 ayat (2) : 
                    Dalam hal saat dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak 
                    berwujud dan atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean 
                    sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak diketahui, maka saat 
                    dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau 
                    Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean adalah tanggal 
                    ditandatanganinya kontrak atau perjanjian atau saat lain yang 
                    ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak    

3.      Berdasarkan fakta dan ketentuan pada butir 2 serta memperhatikan isi surat Saudara pada butir 1 
    di atas, dengan ini diberikan penegasan sebagai berikut : 
    a.      Oleh karena White & Case telah memiliki Bentuk Usaha Tetap di Indonesia, maka penghasilan 
        yang dibayarkan Pemerintah RI kepada White & Case terhutang Pajak Penghasilan (PPh) 
        Pasal 23 dengan tarif pemotongan sebesar 7,5% (15% X 50%) dari jumlah bruto penghasilan 
        yang dibayarkan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
    b.      Jasa konsultasi yang diberikan oleh Konsultan White & Case dan dimanfaatkan oleh 
        Pemerintah Republik Indonesia di dalam Daerah Pabean terutang Pajak Pertambahan Nilai.
    c.      Atas pemanfaatan jasa konsultasi tersebut, Sekretariat Kementerian Negara BUMN wajib 
        memungut, menyetor dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dengan Dasar 
        Pengenaan Pajak disesuaikan dengan transaksi sebagaimana disebutkan dalam ketentuan 
        pada butir 2 huruf g angka 1 dan angka 2 di atas.

4.      Penegasan dalam surat ini hanya berlaku terbatas terhadap kasus yang kondisi dan fakta-faktanya 
    sebagaimana telah diuraikan di atas. 

Demikian disampaikan, atas perhatian Saudara diucapkan terima kasih.




Direktur Jenderal 
Direktur, 

ttd. 

Gunadi 
NIP 060044247 

   
Tembusan :
1.      Direktur Jenderal Pajak; 
2.      Direktur Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak. 
peraturan/sdp/1055pj.3432006.txt · Last modified: 2023/02/05 18:08 by 127.0.0.1