peraturan:sdp:1053pj.532004
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 28 Desember 2004 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 1053/PJ.53/2004 TENTANG PERLAKUAN PPN ATAS GERAI ES KRIM "BASKIN - ROBBINS" DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara nomor xxx tanggal 18 Agustus 2004 hal Penegasan Masalah PPN dan PPb I, dengan ini diberitahukan hal-hal sebagai berikut : 1. Dalam surat tersebut dikemukakan bahwa : a. PT ABC (NPWP xx.xxx.xxx-x.xxx.xxx) sejak tahun 1991 telah dikukuhkan sebagai PKP untuk kegiatan usaha impor dan penjualan es krim "Baskin-Robbins" di gerai-gerai atau toko-toko di pusat-pusat perbelanjaan di Indonesia. b. PT ABC sering didatangi oleh pihak Dinas Pendapatan Daerah dari masing-masing daerah, yang meminta PT ABC untuk memungut dan menyetorkan PPb I. c. Berkenaan dengan hal-hal tersebut di atas, Saudara bertanya : c.1. Apakah sebagai PKP yang telah memungut dan menyetorkan PPN yang terutang PT ABC masih diwajibkan untuk memungut dan menyetorkan PPb I, sehingga terjadi pengenaan pajak berganda? c.2. Apabila PT ABC diwajibkan untuk memungut dan menyetorkan PPb I, bagaimana perlakuan terhadap Pajak Masukan yang telah dibayar oleh PT ABC apakah dapat dikreditkan? 2. Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- undang Nomor 18 TAHUN 2000, antara lain mengatur : a. Pasal 4 huruf a menyatakan bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha. b. Pasal 4 huruf b menyatakan bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas impor Barang Kena Pajak. c. Pasal 4A ayat (2) huruf c menetapkan makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya sebagai jenis barang yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Penjelasan Pasal tersebut menyatakan bahwa untuk menghindari pajak berganda, karena sudah merupakan objek pengenaan Pajak Daerah. 3. Undang-undang Nomor 18 TAHUN 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 34 TAHUN 2000, antara lain mengatur : a. Pasal 2 ayat (2) menyatakan bahwa jenis pajak Kabupaten/Kota antara lain adalah Pajak Restoran. b. Pasal 2 ayat (4) menyatakan bahwa dengan Peraturan Daerah dapat ditetapkan jenis pajak Kabupaten/Kota selain yang ditetapkan dalam ayat (2) yang memenuhi kriteria antara lain bahwa objek pajak bukan merupakan objek pajak Propinsi dan atau objek pajak Pusat. 4. Peraturan Pemerintah Nomor 144 TAHUN 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, antara lain mengatur : a. Pasal 1 huruf c menetapkan makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya sebagai barang yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. b. Pasal 4 menyatakan bahwa makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf c meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, tidak termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau catering. 5. Peraturan Pemerintah Nomor 65 TAHUN 2001 tentang Pajak Daerah, antara lain mengatur : a. Pasal 1 angka 9 menyatakan bahwa restoran adalah tempat menyantap makanan atau minuman yang disediakan dengan dipungut bayaran, tidak termasuk usaha jasa boga atau katering. b. Pasal 43 ayat (1) menyatakan bahwa objek Pajak Restoran adalah pelayanan yang disediakan restoran dengan pembayaran. c. Pasal 43 ayat (2) menyatakan bahwa tidak termasuk objek pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah: c.1. pelayanan usaha jasa boga atau katering; c.2. pelayanan yang disediakan oleh restoran atau rumah makan yang peredarannya tidak melebihi batas tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah. 6. Pasal 2 ayat (1) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 575/KMK.04/2000 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak, antara lain menyatakan bahwa bagi Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan usaha yang atas penyerahannya terdapat penyerahan yang tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai dan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai, maka Pajak Masukan yang dibayar atas perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang : - nyata-nyata digunakan untuk unit atau kegiatan yang atas peyerahannya tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan; - digunakan baik untuk unit atau kegiatan yang atas penyerahan hasil dari unit atau kegiatan tersebut tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, maupun untuk unit kegiatan yang atas penyerahan hasil dari unit atau kegiatan tersebut terutang Pajak Pertambahan Nilai, dapat dikreditkan sebanding dengan jumlah peredaran yang terutang Pajak Pertambahan Nilai terhadap peredaran seluruhnya; - nyata-nyata digunakan untuk unit kegiatan yang atas penyerahan hasil dari unit atau kegiatan tersebut terutang Pajak Pertambahan Nilai, dapat dikreditkan. 7. Berdasarkan ketentuan pada butir 2 sampai dengan butir 6, dan memperhatikan isi surat Saudara pada butir 1 di atas, dengan ini ditegaskan bahwa : a. Atas objek pajak yang sama tidak dapat dikenakan pajak secara berganda antara PPN dan PPb I. b. Sepanjang di tempat kegiatan usaha PT ABC tidak terdapat tempat untuk menyantap makanan dan atau minuman dengan dipungut bayaran, maka tempat kegiatan usaha PT ABC tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai restoran, rumah makan, warung dan sejenisnya, melainkan hanya sebagai tempat penjualan makanan dan atau minuman (Barang Kena Pajak), dan atas penyerahan tersebut terutang PPN. Dengan kondisi seperti ini, maka PPN yang telah dibayar oleh PT ABC atas impor dan atau perolehan BKP, pemanfaatan JKP dari dalam maupun dari luar Daerah Pabean maupun atas pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, sepanjang tidak termasuk di antara jenis-jenis Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (8) Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai, dapat dikreditkan oleh PT ABC. c. Perlakuan atas Pajak Masukan yang telah dibayar oleh PT ABC, selain mengacu pada ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (8) Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai, juga harus memperhatikan ketentuan sebagaimana diatur pada butir 6 di atas. Oleh karena itu, apabila Pajak Masukan tersebut dibayar oleh PT ABC atas perolehan BKP dan atau JKP dalam rangka kegiatan usaha yang tidak dikenakan PPN (bukan objek PPN), maka Pajak Masukan dimaksud tidak dapat dikreditkan. d. Dalam hal seluruh kegiatan usaha yang dilakukan oleh PT ABC adalah bukan objek PPN, maka PT ABC dapat menghubungi Kantor Pelayanan Pajak dimana PT ABC dikukuhkan sebagai PKP, untuk meninjau kembali pengukuhan PT ABC sebagai PKP. Demikian untuk dimaklumi. a.n. Direktur Jenderal Direktur PPN dan PTLL, ttd. A. Sjarifuddin Alsah NIP 060044664 Tembusan : 1. Direktur Jenderal Pajak; 2. Direktur Peraturan Perpajakan; 3. Kepala Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Kebayoran Baru Dua; 4. Kepala Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Grogol Petamburan; 5. Kepala Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Tanah Abang Satu; 6. Kepala Kantor Pelayanan Pajak Depok; 7. Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bandung Bojonagara; 8. Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bandung Cibeunying; 9. Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bandung Karees; 10. Kepala Kantor Pelayanan Pajak Semarang Tengah; 11. Kepala Kantor Pelayanan Pajak Yogyakarta Satu; 12. Kepala Kantor Pelayanan Pajak Surabaya Tegalsari.
peraturan/sdp/1053pj.532004.txt · Last modified: 2023/02/05 20:16 by 127.0.0.1