DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
9 Desember 2005
SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S-1046/PJ.322/2005
TENTANG
PERMOHONAN PENJELASAN PERLAKUAN ATAS TRANSAKSI PENJUALAN DENGAN DEPARTEMEN STORE
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan surat Saudara tanpa nomor pada tanggal 22 Agustus 2005, hal sebagaimana tersebut pada pokok surat, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut:
1)
Dalam surat Saudara secara garis besar dinyatakan hal-hal sebagai berikut:
a.
Saudara dengan NPWP : XX.XXX.XXX.X.XXX.XXX mempunyai kegiatan home industri pakaian jadi, di mana atas seluruh pakaian tersebut Saudara jual melalui beberapa Departemen Store dengan cara konsinyasi.
b.
Menurut Saudara, penjualan secara konsinyasi kepada Departemen Store dilakukan dengan cara sebagai berikut:
-
Penjual mengirimkan barang yang harganya ditentukan oleh penjual dengan menempelkan harga (bandrol) pada produk yang akan dijual tersebut.
-
Atas penjualan konsinyasi tersebut pihak Departemen Store akan memperoleh margin penjualan dari pihak pemilik barang yang besarnya ditentukan berdasarkan perjanjian kedua belah pihak.
-
Penerimaan atas hasil penjualan dilakukan melalui kasir pihak Departemen Store, yang selanjutnya akan dihitung secara bulanan dan dibayarkan kemudian pada bulan berikutnya kepada pihak penjual sebagai pemilik barang setelah dikurangi dengan margin penjualan yang menjadi hak pihak Departemen Store.
c.
Saudara memperoleh informasi bahwa atas penjualan Saudara tersebut dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan wajib memotong Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 atas margin yang diterima oleh pihak Departemen Store.
d.
Saudara menanyakan hal-hal sebagai berikut:
-
Apakah informasi yang Saudara dapatkan tersebut benar?
-
Bagaimana mekanisme perlakuan perpajakannya (PPN dan PPh).
2)
Berdasarkan Undang-undang Nomor **8 TAHUN 1983** Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor **18 TAHUN 2000** dinyatakan antara lain:
a.
Pasal 1A Ayat (1) huruf g : Yang termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah penyerahan Barang Kena Pajak secara konsinyasi. Dalam penjelasannya disebutkan bahwa dalam hal penyerahan secara konsinyasi, PPN yang sudah dibayar pada waktu Barang Kena Pajak (BKP) yang bersangkutan diserahkan untuk dititipkan dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak terjadinya penyerahan BKP yang dititipkan tersebut. Sebaliknya, jika BKP titipan tersebut tidak laku dijual dan diputuskan untuk dikembalikan kepada pemilik BKP, Pengusaha yang menerima titipan tersebut dapat menggunakan ketentuan mengenai pengembalian BKP (retur) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5A Undang-undang ini.
b.
Pasal 3A ayat (1) : Pengusaha yang melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, huruf c, atau huruf f, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, dan wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN dan PPnBM yang terutang.
c.
Pasal 4 huruf a PPN dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha. Dalam penjelasannya disebutkan bahwa Pengusaha yang melakukan kegiatan penyerahan BKP meliputi Pengusaha baik yang telah dikukuhkan menjadi PKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3A ayat (1) maupun Pengusaha yang seharusnya dikukuhkan menjadi PKP tetapi belum dikukuhkan menjadi PKP.
Penyerahan Barang yang dikenakan pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1)
barang berwujud yang diserahkan merupakan BKP,
2)
barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan BKP tidak berwujud,
3)
penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean, dan
4)
penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.
d.
Pasal 7 ayat (1) : Tarif PPN adalah 10% (sepuluh persen)
e.
Pasal 13 ayat (1) : Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap penyerahan BKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a atau huruf f dan setiap penyerahan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c.
3.
Berdasarkan Undang-undang Nomor **7 TAHUN 1983** tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor **17 TAHUN 2000**, antara lain mengatur:
a.
Pasal 4 ayat (1) : Yang menjadi objek PPh adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun;
b.
Pasal 23 ayat (1) : Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong oleh pihak yang wajib membayarkan:
-
sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto atas:
1)
dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;
2)
bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf f;
3)
royalti;
4)
hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (1) huruf e.
-
sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto dan bersifat final atas bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi;
-
sebesar 15% (lima belas persen) dari perkiraan penghasilan neto atas:
1)
sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
2)
imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.
4.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas serta memperhatikan isi surat Saudara pada angka 1, dengan ini kami tegaskan hal-hal sebagai berikut:
a.
Atas penyerahan BKP kepada Departemen Store secara konsinyasi terutang PPN dengan tarif 10% dan atas penyerahan tersebut harus diterbitkan Faktur Pajak.
b.
Atas margin penjualan yang diterima oleh pihak Departemen Store bukan merupakan Objek PPh Pasal 23 sehingga tidak wajib dipotong PPh Pasal 23. Namun demikian, atas penghasilan berupa margin penjualan tersebut wajib dimasukkan dalam SPT Tahunan PPh Badan Wajib Pajak yang bersangkutan.
Demikian disampaikan.
DIREKTUR
ttd.
HERRY SUMARDJITO
NIP 060061993