User Tools

Site Tools


peraturan:sdp:1035pj.532003
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                               23 Oktober 2003

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                        NOMOR S - 1035/PJ.53/2003

                            TENTANG

                     PPN ATAS PEROLEHAN GEDUNG

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 19 September 2003 hal sebagaimana tersebut di atas, 
dengan ini diberikan penjelasan sebagai berikut:

1.  Dalam surat tersebut dikemukakan bahwa:
    a.  PT. XYZ sedang mendirikan gedung kantor pusat. Dalam pelaksanaan pembangunan tersebut 
        PT. XYZ menunjuk kontraktor pelaksana dan konsultan pembangunan. Adapun biaya untuk 
        membangun gedung tersebut sebesar Rp. 192.815.457.056,- dengan Pajak Pertambahan Nilai 
        sebesar Rp. 19.281.545.705,-
    b.  Pembayaran kepada kontraktor pelaksana dan konsultan pembangunan terbagi atas beberapa 
        termin, dan telah dilakukan pembayaran kepada pihak-pihak tersebut mulai tanggal 11 April 
        2003.
    c.  Pemakaian gedung tersebut oleh PT. XYZ sebesar 50% dari luas keseluruhan, sedangkan 
        sisanya seluas 50% akan disewakan kepada pihak ketiga.
    d.  Berkaitan dengan hal-hal tersebut Saudara mengajukan permohonan agar 50% dari Pajak 
        Masukan yang menjadi konsumsi pihak ketiga dapat direstitusi secara penuh. Sedangkan 
        sisanya sebesar 50% dari Pajak Masukan menjadi kewajiban PT. XYZ.

2.  Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak    
    Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
    undang Nomor 18 TAHUN 2000, antara lain mengatur:
    a.  Pasal 4 huruf c, bahwa atas penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang 
        dilakukan oleh Pengusaha, dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Dalam memori penjelasannya 
        dijelaskan bahwa penyerahan jasa yang terutang pajak harus memenuhi syarat-syarat 
        sebagai berikut:
        1)  Jasa yang diserahkan merupakan Jasa Kena Pajak;
        2)  Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean; dan
        3)  Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.

    b.  Pasal 9 ayat (5) beserta penjelasannya mengatur bahwa apabila dalam suatu Masa Pajak, PKP 
        selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak 
        terutang pajak, sepanjang bagian penyerahan yang terutang pajak dapat diketahui dengan 
        pasti dari pembukuannya, maka jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak 
        Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang terutang pajak.

        Yang dimaksud dengan penyerahan yang terutang pajak adalah penyerahan barang atau jasa 
        yang sesuai dengan ketentuan Undang-undang ini, dikenakan PPN.

        Yang dimaksud dengan penyerahan yang tidak terutang pajak yang pajak masukannya tidak 
        dapat dikreditkan adalah penyerahan barang dan jasa yang tidak dikenakan PPN sebagaimana 
        dimaksud dalam Pasal 4A ayat (3) dan yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan 
        Nilai sebagaimana dimaksud Pasal 16 B.

    c.  Pasal 9 ayat (6), bahwa apabila dalam suatu Masa Pajak, Pengusaha Kena Pajak selain 
        melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang 
        pajak, sedangkan Pajak Masukan untuk penyerahan yang terutang pajak tidak dapat 
        diketahui dengan pasti, maka jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk 
        penyerahan yang terutang pajak dihitung dengan menggunakan pedoman yang diatur dengan 
        Keputusan Menteri Keuangan.

    d.  Pasal 9 ayat (8) huruf b, bahwa Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan bagi pengeluaran 
        untuk perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan 
        langsung dengan kegiatan usaha, yaitu kegiatan-kegiatan produksi, distribusi, pemasaran dan 
        manajemen.

3.  Keputusan Menteri Keuangan Nomor 575/KMK.04/2000 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan 
    Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak Yang Melakukan Penyerahan Yang Terutang Pajak Dan 
    Penyerahan Yang Tidak Terutang Pajak, antara lain mengatur:
    a.  Pasal 2 ayat (1) huruf b, bahwa bagi Pengusaha Kena Pajak yang antara lain melakukan 
        kegiatan usaha yang atas penyerahannya terdapat penyerahan yang tidak terutang Pajak 
        Pertambahan Nilai dan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai, maka Pajak Masukan yang 
        dibayar atas perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang:
        1)  Nyata-nyata digunakan untuk unit atau kegiatan yang atas penyerahannya tidak 
            terutang Pajak Pertambahan Nilai atau dibebaskan dari pengenaan Pajak 
            Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan;
        2)  Digunakan baik untuk unit atau kegiatan yang atas penyerahan hasil dari unit atau 
            kegiatan tersebut tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai atau dibebaskan dari 
            pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, maupun untuk unit kegiatan yang atas 
            penyerahan hasil dari unit atau kegiatan tersebut terutang Pajak Pertambahan Nilai, 
            dapat dikreditkan sebanding dengan jumlah peredaran yang terutang Pajak 
            Pertambahan Nilai terhadap peredaran seluruhnya;
        3)  Nyata-nyata digunakan untuk unit kegiatan yang atas penyerahan hasil dari unit atau 
            kegiatan tersebut terutang Pajak Pertambahan Nilai, dapat dikreditkan.

    b.  Pasal 2 ayat (2) huruf a, bahwa Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan 
        sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang telah mengkreditkan Pajak Masukan 
        sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) angka 2, wajib menghitung kembali Pajak Masukan 
        yang telah dikreditkan tersebut.

    c.  Pasal 3, bahwa Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan dari hasil penghitungan kembali 
        sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) diperhitungkan kembali dengan Pajak Masukan 
        yang dapat dikreditkan pada suatu Masa Pajak paling lambat pada bulan ketiga setelah 
        berakhirnya tahun buku.

    d.  Pasal 4, bahwa kewajiban menghitung kembali Pajak Masukan yang telah dikreditkan tetapi 
        telah dikreditkan, tidak dilakukan jika masa manfaat Barang Modal sebagaimana dimaksud 
        dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a telah terlampaui.

4.  Berdasarkan ketentuan pada butir 2 dan 3, serta dengan memperhatikan surat Saudara pada butir 1 
    di atas, dengan ini diberikan penegasan sebagai berikut:
    a.  Pajak Masukan atas pendirian/perolehan gedung kantor pusat PT. XYZ dapat dikreditkan pada 
        Masa Pajak diperolehnya Faktur Pajak Masukan tersebut (pembayaran termin), sepanjang 
        PT. XYZ melakukan penyerahan jasa yang terutang Pajak Pertambahan Nilai.

    b.  Mengingat PT. XYZ terkait dengan gedung tersebut, selain melakukan penyerahan jasa yang 
        terutang Pajak Pertambahan Nilai (penyerahan jasa persewaan gedung kepada pihak ketiga), 
        juga melakukan penyerahan yang tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai (penyerahan jasa 
        di bidang perbankan) dan masa manfaat Barang Modal berupa bangunan adalah 10 tahun, 
        maka selama 10 tahun pada setiap akhir tahun buku PT. XYZ wajib menghitung kembali Pajak 
        Masukan yang telah dikreditkan yang seharusnya tidak dapat dikreditkan sebagaimana 
        dimaksud dalam butir 3 huruf b di atas.

    c.  PT. XYZ wajib memperhitungkan kembali Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan 
        sebagaimana dimaksud dalam huruf b dengan mengurangkannya dari Pajak Masukan yang 
        dapat dikreditkan pada suatu Masa Pajak, selambat-lambatnya pada bulan ketiga setelah 
        berakhirnya tahun buku.

Demikian untuk dimaklumi.




A.n. DIREKTUR JENDERAL
DIREKTUR PPN DAN PTLL,

ttd

I MADE GDE ERATA
peraturan/sdp/1035pj.532003.txt · Last modified: 2023/02/05 20:22 by 127.0.0.1